Ardina Larasati, sosok gadis cantik yang menjadi kembang desa di kampung Pesisir. Kecantikannya membuat seorang Regi Sunandar yang merupakan anak pengepul ikan di kampung itu jatuh hati dengannya.
Pada suatu hari mereka berdua menjalin cinta hingga kebablasan, Ardina hamil, namun bukannya tanggung jawab Regi malah kabur ke kota.
Hingga pada akhirnya sahabat kecil Ardina yang bernama Hakim menawarkan diri untuk menikahi dan menerima Ardina apa adanya.
Pernikahan mereka berlangsung hingga 9 tahun, namun di usia yang terbilang cukup lama Hakim berkhianat, dan memutuskan untuk pergi dari kehidupan Ardina, dan hal itu benar-benar membuat Ardina mengalami gangguan mental, hingga membuat sang anak yang waktu itu berusia 12 tahun harus merawat dirinya yang setiap hari nyaris bertindak di luar kendali.
Mampukah anak sekecil Dona menjaga dan merawat ibunya?
Nantikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Pagi menyapa, sinar mentari mulai memantulkan cahaya kuningnya, desir angin laut nampak terasa dari kejauhan, di sini Regi sudah bersiap, kemeja putih dan jas abu-abu susah menempel di tubuhnya yang atletis.
Pria itu nampak buru-buru menuruni anak tangga, seolah tidak ingin melewatkan waktu sedikitpun untuk menemui anak kandungnya.
Di meja makan Nindi mulai menyapa anaknya dengan lembut dan penuh kehangatan. "Nak, ayo sarapan dulu," kata Nindi.
"Maaf Ma, hari ini aku buru-buru, jadi gak ikut sarapan dulu? Gak apa-apa kan?" tanya Regi.
Nindy melempar senyum, seolah tulus, dan tidak tahu apa-apa. "Baiklah Nak, jika kamu memang terburu-buru, Mama hargai itu."
Halik juga ikut menimpali. "Setidaknya kau minum air putih dulu anakku."
Regi tersenyum kecil. "Oh ya, makasih Pa, sudah diingatkan."
Nindi kenyang air putih itu ke dalam gelas, laku diberikan ke putranya, Regi langsung meneguk, setelah itu dirinya berpamitan kepada keduanya.
"Pa, Ma, aku berangkat dulu ya," ucap Regi. Keduanya hanya mengangguk dan melempar senyum hangat, tapi dibalik itu menyimpan semua tanya?
Regi keluar rumah tanpa firasat apapun langkahnya terasa ringan, hanya satu tempat yang saat ini menjadi tujuannya, yaitu Dona, sebelum akhirnya menyeretnya ke kota besar.
Mobil melaju menyusuri arah pesisir, angin laut menerpa kaca jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma asin, seolah menuntunnya ke suatu tempat, rumah kayu yang ditempati oleh darah dagingnya sendiri.
Tak lama kemudian Regi memarkirkan mobilnya di sudut gang sempit, tekadnya sudah bulat, kemudian ia turun dan melangkah ke rumah Dona, nafasnya terburu seperti seseorang yang takut kehilangan waktu.
Sementara itu Dona sedang menyapu halaman kecil berpasir di depan rumah mengenakan seragam sekolah yang baru dibelikan Regi tadi malam, rambutnya dikuncir rapi mengenakan jepit rambut baru, namun di saat tahu siapa yang datang, anak itu terkejut.
“Om!” Sapu itu jatuh begitu saja dari tangannya, lalu gadis kecil itu berlari kecil mendekat.
Regi spontan berlutut agar sejajar dengannya.
“Don…” panggilnya lembut. "Pagi ini kau cantik sekali Nak?" Regi menatapnya penuh haru dengan perubahan penampilan Dona.
"Ini semua berkat Om, yang sudah belikan semua kebutuhan Dona," sahut anak itu.
Regi tersentuh tangannya langsung berpegang di dada. "Lain kali kita belanja lagi ya," katanya lembut sambil menahan bulir bening di matanya.
Dona tersenyum lebar. “Om mau kemana pagi-pagi banget?”
Regi terdiam sesaat, menimbang kata.“Om… mau pergi ke kota sebentar.”
Kening kecil itu langsung berkerut, waktu seolah singkat untuk pertemuannya kaki ini. “Ke kota… lama?”
Regi menghela napas pendek. “Mungkin beberapa hari, Don.”
Senyum di wajah Dona perlahan memudar. Tangannya yang kecil mencengkeram ujung jas Regi, seolah takut lelaki itu menghilang seperti cerita tentang ayahnya dulu.
“Jangan pergi lama-lama, Om.” Suaranya lirih, nyaris bergetar. “Nanti Dona sendirian lagi…”
Kalimat itu merobek dada Regi, ia menelan napas, lalu mengusap kepala Dona pelan. “Kamu gak sendirian. Dona kuat, kan?”
Dona mengangguk, tapi matanya berkaca. “Dona kuat… tapi kalau Om pergi rasanya sepi," kata anak itu. "Ibu masih belum pulang, tapi sekarang Om ..."
Kata-kata menggantung, sederhana itu terasa jauh lebih berat dari keluh siapa pun orang dewasa. Anak kecil ini tak meminta hadiah, tak menuntut kemewahan, ia hanya takut kehilangan satu sosok yang baru saja hadir di hidupnya.
Regi memeluk Dona perlahan. Pelukan itu canggung, ragu, dan terlambat… tapi hangat.
Untuk pertama kalinya Dona merasakan pelukan seorang laki-laki dewasa yang berbeda dari semua pria yang pernah datang silih berganti dalam hidup ibunya. Dan untuk pertama kalinya juga, Regi memeluk darah dagingnya sendiri, meski Dona belum tahu itu.
“Om janji akan balik,” bisiknya serak di dekat telinga kecil itu. “Kalau urusan Om selesai, kita ke mall lagi. Sama Ibumu sekalian.”
Dona menahan napas, lalu mengangguk kecil.
“Janji ya…” katanya pelan.
Regi mengangguk tegas. “Janji.”
Ia melepaskan pelukan, tapi Dona masih menggenggam jarinya.
“Om…” panggilnya sekali lagi.
“Iya?”
“Nanti Dona boleh nunggu di sini, kan?”
Bibir Regi bergetar. “Iya… tunggulah di sini Om pasti datang.”
Akhirnya Dona melepaskan genggamannya.
Regi bangkit berdiri, melangkah mundur beberapa langkah, lalu berhenti sejenak untuk menoleh kembali. Dona masih berdiri di tempat yang sama, melambaikan tangan kecilnya perlahan, matanya basah tapi tetap tersenyum memaksakan diri.
Mobil Regi melaju meninggalkan gang sempit itu, dengan hari yang begitu berat berbeda dengan langkahnya tadi yang terasa ringan, entah kenapa perasaan risau mulai memenuhi hatinya.
Di dalam mobil, Regi menggenggam setir erat. Pandangan matanya kabur, dadanya terasa sesak seolah ada beban besar yang baru saja diletakkan di sana.
Kenapa rasanya seperti meninggalkan sesuatu yang paling berharga…ia ingin berbalik, ingin mengurungkan niat, ingin tetap tinggal dan menjaga Dona.
Namun suara kewajiban lebih keras perusahaan ikan, tanggung jawab, perintah ayahnya, semuanya menuntut keberangkatannya.
Dengan napas berat, Regi menekan pedal gas, mobil itu melesat semakin menjauh dari pesisir, dan tanpa Regi sadari, ia sedang menjauh dari satu-satunya orang yang membutuhkan kehadirannya lebih dari siapa pun di dunia ini.
☘️☘️☘️☘️
Sementara di depan rumah kayu itu, Dona masih berdiri lama, memandangi jalan yang kini kosong.Tangannya terjulur seolah masih menggenggam tangan Regi, bagi Dona itu merupakan sesuatu yang belum siap dilepaskan.
“Cepat pulang ya, Om…” gumamnya lirih.
Tanpa tahu, kepergian pagi ini bukan sekadar perpisahan sementara melainkan awal dari perpisahan keduanya. Dona menatap nanar jalanan itu, angin pagi yang berdesir seolah tidak bisa menenangkan hatinya.
Gadis kecil yang hampir menginjak remaja itu masuk ke dalam rumah mengambil tas dan memakai sepatu baru, sebelum akhirnya dia berangkat ke sekolah.
☘️☘️☘️☘️
Sore pun mulai datang, selepas sekolah tadi Dona sengaja tidak datang ke pantai, hari ini entah kenapa ia seolah tidak punya tenaga untuk berjualan ikan ataupun sekedar mencari ikan di bekas sampan nelayan.
Mood nya kurang baik, seolah ada sesuatu besar yang akan datang di dalam hidupnya, sore ini ia masih duduk di bangku kecil depan rumahnya, menatap halaman seolah ingat dengan janji seseorang yang mengijinkannya untuk menunggu di tempat ini.
"Om, padahal belum ada sehari tapi kenapa rasanya Dona ingin Om cepat-cepat datang ke rumah ini," gumam Dona sambil menyibak anakan rambut yang diterpa angin.
Dona masih termenung di depan rumah kayunya, hingga tanpa ia sadari terdengar suara kerumunan dan beberapa suara kaki yang semakin dekat mengarah ke rumahnya.
Anak itu terperanjat, tatapannya membeku melihat orang-orang berseragam yang menghampiri rumahnya, pemandangan itu seolah terlalu familiar persis seperti hari ketika ibunya dijemput paksa oleh petugas kesehatan.
"Ya Allah, orang-orang berseragam itu mau jemput siapa?" tanyanya sendiri seolah menjadi hantaman keras di dadanya.
Bersambung ...
Pagi Kakak ... Semoga suka ya
ku harap regi ketemu orang yg status d powery yg lbh tinggi dr halik y bisa menolong dona,regi d mamay dona. d mereka bs bangkit d pya segalay yg tk bs bpny tandingi.
klo g biarlah regi ma dona tinggal di plosok desa yg nyaman d orgy lebh manusiawi d kekeluargaany kentl bgt.biar g mempan di sogok pake duit ma halik.hidup dg kesederhanaan tp bahagia hdp bersama dona d mamay mjd keluarga .