Serangeline Fros, wanita berusia 45 tahun, dikenal di seluruh kota Darsen sebagai ketua geng Bloodfangs—geng paling ditakuti yang menguasai setengah wilayah kota. Di balik reputasinya yang kelam, Sera menyimpan mimpi lama yang tak pernah terwujud: menjadi seorang penyanyi. Namun takdir berkata lain, sejak muda ia dipaksa oleh kakeknya untuk meneruskan tahta keluarga sebagai pemimpin geng, menenggelamkan keinginannya di balik darah dan kekuasaan.
Hingga suatu malam, sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawanya. Tapi kematian bukanlah akhir bagi Serangeline Fros. Ia terbangun kembali… di tubuh seorang wanita muda berusia 25 tahun—bertubuh gendut, pemalu, dan diremehkan semua orang, bahkan oleh suaminya sendiri.
Apakah Serangeline akan menemukan makna baru dari kehidupan keduanya, ataukah sisi gelapnya sebagai gangster akan kembali bangkit dan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13.Apartemen Baru
HAPPY READING!!!
.
.
.
Jelas saja ucapan Sera langsung membuat Lyra dan juga Mama Stevia menatapnya dengan ekspresi tak percaya. Suasana meja makan yang awalnya penuh kepura-puraan mendadak berubah menjadi tegang.
“Sera, bukankah kamu keterlaluan? Kamu sudah menjadi istri Kael di rumah ini dan otomatis rumah ini juga rumah kamu. Kenapa kamu harus meminta apartemen juga pada Kael?” suara Stevia terdengar bergetar, mencoba terdengar sabar, padahal rasa tak terimanya jelas terpancar di matanya.
“Karena selain menjadi istri Kael, aku juga artis di agensi Kael. Harusnya aku juga mendapatkan fasilitas yang sama dengan Lyra. Bukan begitu suamiku?” Sera melirik Kael dengan senyum tipis yang penuh tantangan.
“Atau… jangan-jangan Lyra memang pelakor. Karena biasanya kan pelakor mendapatkan fasilitas lebih daripada istri sah.”
Lyra refleks terperanjat.
“M-maksudmu apa, Sera?” nada suaranya meninggi, namun ia menahan diri agar tidak terlihat takut.
“Hm… aku jadi meragukan permintaan maaf kalian. Jangan-jangan ini semua hanya rayuan agar aku tidak pergi dari sini dan mengacaukan konser Lyra,” ucap Sera, suaranya terdengar manis namun penuh racun.
Dengan cepat Kael langsung menyangkal, takut semuanya semakin runyam.
“Tidak Sera! Aku dan Lyra tidak punya hubungan apa pun! Aku juga akan membelikanmu apartemen yang sama dengan Lyra.”
“Kael!” Mama Stevia hampir tak bisa menahan diri. Ia terkejut mendengar keputusan impulsif dari anaknya—itu sama sekali tidak masuk dalam rencana mereka.
“Baiklah, kita pergi membeli apartemen itu hari ini juga,” lanjut Kael dengan senyum kaku yang terasa lebih seperti teriakan putus asa.
“Kamu juga akan ikut?” Kael bertanya ketika Sera berdiri dari kursinya.
“Tentu saja, suamiku. Itu kan apartemenku.”
“Sepertinya kamu tidak perlu melakukan itu, sayang. Biar aku yang membelikannya atas namaku. Lagipula, aku kan suamimu.”
Sera menggeleng pelan namun penuh tekad.
“Aku ingin apartemen itu atas namaku. Ini pertama kalinya bagiku menandatangani dokumen penting seperti itu,” ucapnya, mata berbinar penuh antusias seperti anak kecil yang akhirnya punya hidupnya sendiri.
Lyra melirik Kael tajam—bengis, memendam amarah yang sudah di ujung tanduk. Sementara Mama Stevia mengepal kedua tangannya di bawah meja menahan gejolak bencinya. Seandainya bukan karena konser Lyra yang tinggal dua hari lagi, mungkin Sera sudah ia seret ke dapur atau balkon untuk dihina habis-habisan.
Sera hanya tersenyum tanpa beban, melanjutkan sarapannya seolah baru saja memenangkan babak pertama permainan yang jauh lebih besar.
Setelah selesai sarapan, Lyra menarik Kael menjauh ke belakang rumah. Tumit high heels-nya menghentak lantai marble dengan penuh emosi.
“Kael! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu benar-benar akan membelikan apartemen untuk gajah itu?” desisnya, wajahnya memerah menahan marah.
“Tentu saja, Lyra. Konsermu tinggal dua hari lagi dan kita memerlukan Sera. Jika Sera pergi kali ini, karirmu benar-benar akan hancur. Semua orang akan tahu kalau selama ini suara yang merdu dan unik itu bukan milikmu,” ucap Kael menatap Lyra, mencoba meyakinkan.
“Tapi aku, mama kamu, dan kamu sudah memperlakukannya bak ratu hari ini untuk membujuknya. Aku bahkan juga merelakan tas Hermes-ku untuk dia!” Lyra tampak hampir menangis marah. Tas yang ia sebut barusan seperti tusukan ego paling dalam bagi dirinya.
Lyra menyeka helaian rambutnya ke belakang, napasnya terhembus keras.
“Kenapa sekarang dia justru terlihat sangat matre? Bukankah dulu saat kamu membujuknya dengan makanan atau masakan dari chef terkenal, dia sudah diam dan menurut? Kenapa sekarang dia berubah? Bahkan sekarang dia justru menekan kita.”
Kael mengusap tengkuknya, frustasi.
“Aku juga bingung dengan sikapnya. Aku merasa yang aku hadapi sekarang bukan Sera yang dulu. Dia begitu berani dan keras kepala, seolah-olah dia tidak bisa dikendalikan seperti dulu lagi.”
Namun, dari balik dinding, Sera justru menangkap percakapan Kael dan Lyra. Suara mereka lirih namun cukup jelas untuk membuatnya mengangkat satu sudut bibirnya. Sebuah senyum tipis melengkung, penuh ironi dan kemenangan kecil. Ia mengibaskan rambutnya pelan.
“Memang benar yang kamu hadapi sekarang bukan Sera, aku queen mafia yang menguasai kota Darsen. Jika denganmu aku tidak bisa memberlakukan cara kekerasan seperti yang aku lakukan antara gengku, maka aku akan mengikuti cara licik kalian.”
“Mana mungkin aku hanya terbuai dengan sikap baik dan di treat layaknya ratu hanya satu hari. Jika kamu memberikanku hati maka aku akan meminta jantung kepadamu, Kael.”
Ucapan itu meluncur pelan, mencengkeram udara seperti racun manis. Sera kemudian berbalik dengan anggun,meninggalkan pembicaraan antara Kael dan Lyra.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sebuah akta kepemilikan apartemen mewah resmi ditandatangani oleh Sera, dengan senyum kemenangan yang sulit disembunyikan. Kini apartemen yang berada tepat di samping unit Lyra sudah menjadi miliknya. Apartemen mewah di The Celestia Residence itu berada di lantai dan koridor yang sama hanya berjarak beberapa langkah dari pintu Lyra seakan menjadi pengingat bahwa keberadaan Sera tidak akan mudah diabaikan lagi.
Unit seluas seratus delapan puluh meter persegi itu tampak memukau dengan interior modern minimalis. Jendela kaca raksasa memperlihatkan panorama kota Darsen yang selalu hidup, sementara balkon menghadap senja memberikan nuansa tenang yang kontras dengan badai yang sedang ia bangun dalam diam.
“Terima kasih suamiku, kini aku benar-benar percaya jika kamu dan Lyra memang tidak memiliki hubungan apa pun.” ucap Sera manja sambil bergelayut di lengan Kael, sengaja memperlihatkan kedekatan mereka di depan Lyra yang hanya bisa berdiri terpaku dengan hati panas membara.
Sera melirik Lyra dari sudut matanya, senyum sinis menyelip di bibirnya.
“Aku tidak akan membiarkan kamu menikmati keuntungan dari bocah ini sendirian Lyra. Apapun yang kamu miliki juga harus didapatkan olehnya karena status bocah ini lebih unggul dibandingkanmu yang hanya seorang pelakor dan penyanyi lipsing.”
"Tunggu saja… permainan ini belum sepenuhnya dimulai."
Sera menikmati satu langkah kecil menuju puncak balas dendam .Ia tidak berniat berhenti sampai semuanya hancur di bawah kakinya.
Namun di sebuah mansion mewah, duduk seorang wanita yang telah menginjak kepala lima. Tubuhnya bersandar lemah di sofa dekat balkon, menatap kosong ke arah pemandangan malam kota Darsen yang berkelip jauh di bawah sana. Air matanya menggenang, sementara kedua tangannya memeluk erat sebuah dress putih ,gaun kesayangan putri bungsunya yang kini hanya tinggal kenangan.
Dia adalah Clara Eka Vallen, istri dari pimpinan perusahaan besar Nugraha Sentosa, perusahaan nomor dua terkuat di kota ini. Statusnya mungkin tampak gemilang, namun jiwanya tengah runtuh. Sudah tiga bulan ia meratapi kepergian putrinya yang baru berusia 25 tahun—tenggelam di sebuah danau dalam insiden yang hingga kini masih menggores luka terdalam di hati seorang ibu.
Duka itu membelenggunya. Clara seperti ikut terkubur bersama putrinya. Setiap hari ia mengurung diri di balkon kamar sang putri, duduk di tempat yang sama, seolah menunggu gadis itu pulang dan memeluknya kembali.
Ia mengabaikan semua pelayan yang datang membawakan makanan atau buah. Tak satu pun masuk ke dalam tubuhnya—bahkan menoleh pun ia tak mampu. Dunia telah kehilangan warnanya.
Di ambang pintu, seorang pelayan menggeleng pelan pada Aleric sambil membawa kembali makanan yang tak tersentuh itu. Aleric hanya bisa berdiri kaku, memandangi kondisi sang mama dengan hati yang remuk.
Wajah mamanya yang pucat diterangi lampu redup dari dalam kamar. Gaun putih itu basah karena air mata. Pemandangan itu menghantam dada Aleric begitu keras hingga ia sulit bernapas.
“Ma… maafkan Aleric.” gumamnya lirih, suara tercekat oleh tangis yang ia tahan begitu keras. Setiap detik melihat mamanya seperti itu selalu mengingatkannya pada hari kelam saat adiknya menghembuskan napas terakhir. Rasa bersalah itu terus menggerogoti pikirannya, tak pernah pergi.
Belum lagi tekanan dari papanya yang terus memaksanya menutup agensi yang ia dirikan agensi yang kini terancam bangkrut karena minimnya bintang baru yang mau bergabung. Semua terasa ambruk bersamaan, seolah dunia tak memberinya jeda untuk bernapas.
.
.
.
💐💐💐Bersambung 💐💐💐
Udah bisa petantang petenteng karna apartemen mewah udah bisa di tenteng. Semangat ahjumma, perjuangkan hak Sera yang seharusnya di milikinya💪☺
Penasaran sama kelanjutannya???
Lanjut Next Bab ya guys😊
Lope lope jangan lupa ya❤❤
Terima kasih sudah membaca bab ini hingga akhir semuanya. jangan lupa tinggalkan jejak yaa, like👍🏿 komen😍 and subscribe ❤kalian sangat aku nantikan 🥰❤