NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:843
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Kalian saling suka?"

"Buat es aja lama banget sih, Yu! Kasian loh anak-anak sudah pada kepanasan —eh?" Omelan Uti Nur seketika terhenti ketika matanya menemukan sosok Linggar di sebelah Ayudia.

Mereka tampak kikuk membuat Uti Nur menatap keduanya menyelidik.

"Linggar lagi bantuin Mbak Ayu pecahin es batu, Ti," Cicit Linggar dengan di akhiri tawa yang di buat-buat. Lelaki itu merasa tertangkap basah, padahal mereka juga tidak sedang ngapa-ngapain.

"Oalah, iya iya. Terimakasih, Nak Linggar. Ayudia ini kebiasaan di manja orangtuanya, maklum lah kalau begitu aja nggak bisa!" Uti membalas ucapan Linggar dengan membuka aib Ayudia.

Tak segitu saja, Uti masih melanjutkan. "Di tambah hidup di kota yang semuanya serba gampang. Masak aja dia masih belajar. Mana sebentar lagi mau punya anak, kan. Mau di kasih makan apa anak-anaknya!"

Ayudia menghela nafas panjang. Omelan Uti Nur kalau tidak segera di alihkan akan berbuntut panjang. Dan Ayudia malas mendengar suara Utinya yang cempreng itu.

"Gampang, Ti. Nanti biar Linggar yang kasih makan," Linggar yang mengerti arti hembusan nafas Ayudia, menyambar.

Sebenarnya ucapan itu mengandung sebuah makna, hanya saja Uti yang di landa kekesalan menganggapnya angin lalu.

"Sudah ini di bawa keluar, anak-anak sudah pada istirahat dari tadi!" Potong Ayudia, ketika Uti sudah membuka mulutnya untuk bersabda.

Wanita sepuh itu akhirnya mengangguk, membawa dua piring bolu yang sudah Ayudia potong-potong sedang ke luar. Sementara Linggar bantu membawakan nampan berisi gelas dan teko berisi es yang mereka buat.

Ayudianya? Diam saja, tidak ikut keluar karena malas. Toh lagian dia juga sudah melihat, mau apa lagi memang?

Sudah jam dua belas siang dan perutnya juga keroncongan dari tadi, padahal Ayudia biasa dua jam sekali mengemil, untuk hari ini malah lebih tiga jam.

Wanita hamil yang perutnya sudah mulai terbentuk itu membuka pintu kulkas dan menyeret kotak kue lapis legit yang tersisa seperempat. Jangan tanya beli kapan, karena itu adalah kiriman dari Jenggala.

Adik laki-lakinya itu berani membayar mahal hanya untuk mengirimkan Kakaknya kue-kuean, padahal Ayudia juga tidak terlalu ingin. Tapi, sudah di belikan kenapa tidak bersyukur, kan?

"Kamu lagi dekat sama Linggar?" Asik menikmati kue lapis sembari menonton video toktok di ponselnya, Ayudia terkejut kala Uti tiba-tiba saja menarik kursi meja makan dan langsung memberondongnya dengan pertanyaan.

"Uti denger dari tetangga katanya kalian sering pergi bareng? Waktu kewarung juga di anterin Linggar?"

Tanpa menjawab, Ayudia mengangguk sembari bergumam pelan. Tak berniat menutupi, toh dia juga tidak melakukan hal yang di larang, kan?

"Suka sama Linggar?"

UHUK!

Untuk kali ini, pertanyaan Uti memuat Ayudia tersedak. "Uti apa sih, siapa yang suka?" Elak Ayudia.

"Itu kamu sering pergi berdua, waktu itu juga ke kecamatan bareng Linggar, kan? Kalian ada hubungan apa?" Tanya Uti dengan keponya. Padahal sudah sepuh, sudah waktunya mendekatkan diri dengan tuhan, Uti Nur malah masih sering ikut ibu-ibu gosip.

"Haah! Uti itu udah tua, jangan kebanyakan dengerin gosip. Dosa tau, Ti!" Ayudia mendumel. Kali ini, Utinya mendapat informasi dari siapa lagi?

"Uti denger pas panen, mereka ngomongin kamu yang katanya punya hubungan sama Linggar. Kalian juga mesra, kalian saling suka? Berniat menikah, begitu?" Ucap Uti tanpa jeda. Ayudia cemberut sebal.

"Uti apa-apaan sih! Udah lah. Makanya jangan kebanyakan bergaul sama ibu-ibu, Ti. Kemakan omongan tetangga, kan!"

Lagi, siapa juga yang Berani-beraninya menggosipi Ayudia dengan Linggar?

Pertanyaannya begini, kapan mereka lihat Ayudia dan Linggar mesra-mesraan? Padahal siang hari mereka sibuk bekerja, malam pun Ayudia tak ada interaksi berlebih dengan Linggar, kan?

Kecuali malam kemarin sih, saat Ayudia membeli sate dan Linggar yang membayarnya. Kalau itu Ayudia akui memang dia cukup lalai. Tapi kan hanya sekali, masa mereka langsung menyimpulkan begitu saja?

"Padahal nggak apa-apa, nduk. Linggar juga baik, keluarganya juga dari kalangan berada. Sejahtera hidup kamu, nduk, kalau menikah sama Linggar." Uti berucap santai, wanita sepuh itu duduk bersandari si kursi meja makan dan menatap cucunya.

'Loh, kok begitu jawaban Uti?'

Ayudia mengernyitkan dahinya bingung. Ini sebenarnya, Uti dengan menginterogasi atau sedang menjodohkan, sih? Ayudia suka heran, Uti itu sudah tua, kan? Tapi kenapa moodnya seperti remaja sih?

"Tanpa Linggar juga hidup Ayudia bisa sejahtera, Ti. Uti lupa apa, kalau Ayudia punya bisnis sendiri?" Wanita hamil itu melirik Utinya sinis. Hah, bisa-bisanya dia di bandingkan dengan wanita yang berharap punya suami kaya.

Dari pada suami yang kaya, mending kitanya aja. Karena menurut pengalaman Ayudia, semakin lelaki mempunyai kuasa, semakin nakal juga dan gampang tergoda.

Tidak semuanya sih, hanya saja pengalaman Ayudia berkata demikian.

Dia sudah bertahun-tahun menemani Haris, dari lelaki itu susah payah mencari pekerjaan, sampai semapan sekarang. Nyatanya, bukan berterimakasih, Ayudia malah di selingkuhi. Kurang baik apa Ayudia? Perasaan, cantik juga Ayudia lebih unggul dari selingkuhan mantan suaminya!

Bisa bisanya dia kalah.

"Kamu kalau mau periksa kandungan sama Linggar aja, Nduk. Nanti biar Uti yang minta tolong," melihat wajah cucunya yang berubah sayu, Uti mengalihkan pembicaraan.

"Nggak usah lah, Ti. Katanya mau nunggu Zaki sama istrinya aja?" Tolak Ayudia halus. Dia tak ingin berduaan lagi dengan Linggar, mengingat kejadian malam itu saat dirinya hampir saja melakukan perbuatan terlarang.

Uti berdecak pelan. "Nunggu Zaki kelamaan, nduk. Dia katanya seminggu baru pulang,"

"Iya nggak apa-apa, Ti. Lagian periksa kan nggak harus besok, nunggu sampai Minggu depan juga nggak papa. Orang Ayudia juga masih sehat, kok." Elak Ayudia beralasan.

"Iya kamunya sehat, nduk! Kalau bayinya gimana? Kan belum tau kalau Ndak di periksa!" Uti kekeh pada pendiriannya. Kenapa ya, wanita sepuh itu malah terkesan membuat Ayudia terlibat bersama Linggar.

Jangan-jangan, pikiran kolot Utinya tentang perjodohan-perjodohan kembali muncul kepermukaan?

"Nanti lah,"

"Nggak usah nanti-nanti, sekarang juga Uti bilang sama Linggarnya!"

"Bilang apa?"

Kedua wanita berbeda generasi itu seketika menoleh kesumber suara. Ternyata orang yang mereka ributkan sudah berdiri menjulang di tengah-tengah pintu dapur sembari memegangi nampan berisi gelas dan piring kotor.

Ayudia menggeleng, bahkan kedua tangannya sampai melambai-lambai. "Nggak ada apa-apa!" Balasnya ketus. Berbeda dengan Uti yang makin semangat.

"Tolong anterin Ayudia periksa kandungannya, Nang. Kamu sibuk tidak ya?"

Ayudia memejamkan matanya pasrah. 'Hah! Dasar wanita tua keras kepala!' batin Ayudia merutuk.

Linggar melangkah menuju wastafel dan meletakan piring kotor di sana, diam-diam hatinya tersenyum lebar melihat kesempatan berduaan semakin jelas. "Boleh, Ti. Kapan sih Linggar sibuk, kayaknya kalau buat Mbak Ayudia selalu lenggang," sahut Lelaki itu sembari berbalik. langkah lebarnya mendekati Uti dan Ayudia yang sedang duduk di meja makan.

Mendengar jawaban Linggar, Uti tersenyum lebar sampai memperlihatkan Giginya yang tak sempurna. "Nah, itu! Tolong ya, Nang."

Kemudian Uti pergi meninggalkan mereka berdua menuju dalam rumah.

Ayudia di meja makan menopang keningnya, tiba-tiba dia merasa pusing. Sementara Linggar, jangan di tanya. Lelaki itu jelas tersenyum semakin lebar.

'Yes! Orang ganteng emang selalu beruntung!' Batinnya jingkrak-jingkrak.

1
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!