NovelToon NovelToon
Koki Cantik Penyelamat Kaisar

Koki Cantik Penyelamat Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Time Travel / Cinta Seiring Waktu / Masuk ke dalam novel / Mengubah Takdir / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Han Qiu, seorang penggemar berat street food, tewas akibat keracunan dan bertransmigrasi ke dalam tubuh Xiao Lu, pelayan dapur di era Dinasti Song. Ia terkejut mendapati Dapur Kekaisaran dikuasai oleh Chef Gao yang tiran, yang memaksakan filosofi 'kemurnian'—makanan hambar dan steril yang membuat Kaisar muda menderita anoreksia. Bertekad bertahan hidup dan memicu perubahan, Han Qiu diam-diam memasak hidangan jalanan seperti nasi goreng dan sate. Ia membentuk aliansi dengan Kasim Li dan koki tua Zhang, memulai revolusi rasa dari bawah tanah. Konfliknya dengan Chef Gao memuncak dalam tuduhan keracunan dan duel kuliner akbar, di mana Han Qiu tidak hanya memenangkan hati Kaisar tetapi juga mengungkap kejahatan Gao. Setelah berhasil merestorasi cita rasa di istana, ia kembali ke dunia modern dengan misi baru: memperjuangkan street food yang lezat sekaligus higienis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dapur yang Seperti Penjara

....ancaman yang terukir di udara sedingin es, sebuah janji yang tidak akan diingkari.

Keesokan paginya, Dapur Kekaisaran tidak lagi terasa seperti tempat kerja. Ia telah berubah menjadi zona operasi militer yang dipimpin oleh seorang jenderal gila kebersihan. Chef Gao tidak berjalan; ia berpatroli. Matanya yang tajam menyapu setiap sudut dengan intensitas seorang pemburu yang mengendus jejak mangsa yang nyaris tak terlihat.

Udara yang biasanya hanya diisi oleh suara pisau yang memotong dan air yang mendidih, kini bergetar oleh keheningan yang tegang.

"Mulai hari ini," suara Gao membelah keheningan, nadanya setajam pecahan kaca,

"kita akan menerapkan 'Protokol Kewaspadaan Tingkat Lima'. Setiap data yang menyimpang, sekecil apa pun, akan dianggap sebagai serangan terhadap kemurnian dan stabilitas Yang Mulia."

Han Qiu, yang sedang memoles sebuah sendok perak hingga ia bisa melihat wajahnya yang cemas di sana, hampir menjatuhkan sendok itu.

Protokol Kewaspadaan Tingkat Lima? batinnya sinis.

Kedengarannya seperti nama pembaruan perangkat lunak yang gagal. Apa selanjutnya? Firewall untuk kaldu? Antivirus untuk nasi?

Peraturan baru itu diumumkan satu per satu, setiap poinnya adalah paku yang ditancapkan ke dalam peti mati rencana Han Qiu.

"Satu: Semua bahan mentah akan melalui tiga lapis verifikasi sebelum diolah. Satu orang memeriksa, satu orang mencatat, dan satu orang mengawasi si pemeriksa. Tidak ada lagi kepercayaan buta."

"Dua: Setelah hidangan selesai dimasak, ia akan langsung ditempatkan di 'Zona Transfer Steril'." Gao menunjuk sebuah meja kecil yang baru dipasang di sudut, dikelilingi oleh tali sutra merah seolah itu adalah artefak suci.

"Tidak ada koki, pelayan, atau jiwa mana pun yang terlibat dalam proses memasak yang diizinkan menyentuh nampan setelah hidangan diletakkan di sana."

Han Qiu merasakan jantungnya mencelos. Metode ‘infus kaldu’ kilatnya kini resmi menjadi artefak sejarah. Tamat sudah riwayatnya sebagai ninja perasa.

"Tiga: Nampan hanya akan diangkat oleh 'Utusan Kuliner' yang ditunjuk, yang tugasnya hanya mengantar, tidak memasak. Dengan begitu, kita memutus rantai kontaminasi potensial."

Seorang pelayan muda yang terkenal kikuk dan tidak bisa membedakan jahe dari lengkuas didorong maju. Wajahnya pucat pasi, seolah baru saja dinobatkan menjadi pembawa bom.

"Dia tidak akan tahu bedanya kaldu ayam dan air cucian beras," bisik seorang koki tua di samping Han Qiu, suaranya bergetar.

"Ini gila."

"Ini bukan gila," balas Han Qiu dalam bisikan yang sama, matanya terpaku pada Gao.

"Ini adalah tirani yang sangat, sangat terorganisasi dengan baik."

Hari itu berjalan seperti mimpi buruk yang lambat. Setiap gerakan diawasi. Han Qiu merasa seperti sedang melakukan operasi otak dengan sepasang sumpit di bawah tatapan tim SWAT. Ia melihat bubur untuk Kaisar disiapkan,bubur putih, hambar, dan menyedihkan seperti biasa—lalu ditempatkan dengan khidmat di Zona Transfer Steril.

Utusan Kuliner yang malang itu kemudian mengangkatnya dengan tangan gemetar dan membawanya pergi, dikawal oleh dua kasim seolah ia membawa segel kekaisaran.

Hasilnya bisa ditebak. Sore harinya, mangkuk itu kembali, nyaris penuh. Laporan dari Kasim Li, yang ia sampaikan dengan kedipan mata putus asa, sangat singkat:

"Yang Mulia hanya menatapnya, menghela napas, lalu kembali menatap jendela."

Tidak lagi ada aroma, Kemurnian telah dipulihkan. Dan sang Kaisar kembali ke jalan tol menuju kelaparan.

Namun, bagi Chef Gao, itu belum cukup. Satu lagi kejadian yang baru saja terjadi, yang berarti sistemnya memiliki celah. Ia tidak bisa mentolerir celah. Malam itu, tepat sebelum jam kerja berakhir, ia mengumpulkan semua staf dapur sekali lagi.

Wajahnya menunjukkan ekspresi seseorang yang baru saja menemukan pencerahan yang mengerikan.

"Aku telah merenung," mulainya, suaranya pelan dan berbahaya.

"Aku telah mengidentifikasi akar dari segala potensi kekacauan. Sumber dari semua godaan. Pintu gerbang menuju vulgaritas rasa."

Ia berhenti, membiarkan ketegangan menggantung di udara seperti bau masakan gosong. Kemudian, dengan satu gerakan dramatis, ia menunjuk ke rak-rak di dinding tempat guci-guci bumbu dasar disimpan.

"Mereka," katanya, seolah menuduh sekelompok penjahat perang.

"Garam. Gula. Cuka. Kecap. Lada. Jahe kering. Bunga lawang. Mereka adalah para pemberontak. Mereka berbisik di lidah, memicu hasrat yang tidak murni, dan menutupi kebenaran esensial dari bahan itu sendiri."

Han Qiu menatapnya tak percaya. Wanita ini benar-benar sudah sinting. Dia baru saja mendeklarasikan perang terhadap tabel periodik rasa.

"Mulai besok," lanjut Gao, matanya berkilat-kilat dengan semangat seorang fanatik,

"semua agen kekacauan ini akan diamankan."

Dua kasim kekar masuk, membawa sebuah peti kayu besar yang kosong. Atas perintah Gao, mereka mulai menurunkan semua guci bumbu dari rak. Para koki hanya bisa menatap dengan ngeri, seolah menyaksikan perpustakaan mereka dibakar di depan mata mereka.

Guci berisi garam adalah elemen paling dasar dari kehidupan dan kini diangkat seolah itu adalah racun. Botol cuka hitam yang wangi diperlakukan seperti limbah berbahaya.

"Chef Gao, mohon ampun," Koki Zhang yang tua akhirnya memberanikan diri, suaranya gemetar.

"Tanpa garam... bagaimana kami bisa memasak untuk para pelayan dan penjaga? Makanan mereka..."

"Akan menjadi murni," potong Gao, dingin.

"Mereka akan belajar menghargai rasa asli dari nasi dan sayuran. Ini bukan hanya kebijakan kuliner. Ini adalah pendidikan spiritual."

Pendidikan spiritual, kepalaku! jerit Han Qiu dalam hati.

Ini adalah penyiksaan kuliner massal!

Satu per satu, bumbu-bumbu itu dimasukkan ke dalam peti. Suara denting porselen yang beradu terdengar seperti tangisan pilu. Itu adalah pemakaman untuk semua harapan. Han Qiu melihat masa depannya terbentang di hadapannya: dunia tanpa rasa gurih, tanpa rasa manis, tanpa kehangatan rempah.

Hanya kehampaan putih yang tak berkesudahan.

Setelah peti itu penuh, Gao memerintahkan para kasim untuk membawanya. Ia memimpin prosesi itu sendiri, berjalan angkuh melewati barisan koki yang tertunduk lesu. Mereka menuju ke sebuah gudang kecil di ujung koridor dapur, sebuah ruangan yang dulunya digunakan untuk menyimpan peralatan rusak.

Sebuah gembok besi baru yang besar telah dipasang di pintunya.

Dengan gerakan teratur, Gao mengawasi peti itu dimasukkan ke dalam. Ia kemudian menutup pintu kayu yang tebal itu. Bunyi deritnya terdengar seperti erangan.

"Tempat ini," katanya kepada semua orang yang berkumpul,

"adalah Gudang Penyimpanan Kemurnian. Tidak ada yang bisa membukanya kecuali aku."

Ia mengeluarkan sebuah kunci perunggu dari balik jubahnya. Kunci itu berdesain rumit, satu-satunya di seluruh istana. Ia memasukkannya ke dalam lubang gembok.

KLAK.

Suara logam yang mengunci itu bergema di koridor yang sunyi, terdengar lebih final daripada vonis mati. Itu adalah suara harapan yang dipadamkan. Suara kemenangan mutlak bagi tirani.

Chef Gao menarik kunci itu, menggenggamnya erat di telapak tangannya. Ia kemudian berbalik, wajahnya tanpa ekspresi tetapi matanya menyala dengan kemenangan yang dingin dan mematikan. Tatapannya menyapu kerumunan, berhenti sejenak pada Koki Zhang yang putus asa, lalu pada Kasim Li yang pucat, dan akhirnya, matanya terkunci pada Han Qiu.

Sebuah senyum tipis, setipis goresan pisau, tersungging di bibirnya. Ia tidak mengatakan apa-apa. Ia tidak perlu. Matanya sudah mengatakan semuanya.

Sekarang coba kau buat 'kisah' dari air putih, pelayan kecil.

Gao berbalik dan berjalan pergi, langkahnya mantap dan tanpa suara.

Han Qiu hanya bisa berdiri di sana, membeku. Ia menatap pintu yang terkunci itu, pintu yang kini menjadi penjara bagi semua rasa di dunia. Rencananya tidak hanya gagal; seluruh persenjataannya telah dilucuti dan dikubur hidup-hidup.

Bagaimana ia bisa melawan kehampaan dengan kehampaan? Bagaimana ia bisa membangunkan naga yang kelaparan jika satu-satunya yang bisa ia tawarkan hanyalah... angin?

Di balik pintu terkutuk itu bukan hanya ada garam dan gula. Di sana ada Sate. Ada Nasi Goreng. Ada Bakso. Ada semua keajaiban yang bisa menyelamatkan seorang kaisar dan sebuah kekaisaran. Dan kuncinya... kuncinya ada di tangan iblis itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!