"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta lain Ana
"Maaf jika saya datang terlalu pagi Tuan. namun benar-benar ada hal yang sangat penting untuk di sampaikan."
Aska tahu Daniel sedang kacau ia tidak bermaksud untuk menambah beban pikiran tuannya. tapi hal ini harus segera disampaikan.
ia meletakkan sebuah berkas bermap merah di meja.
“Ada tambahan informasi tentang identitas Ana. Semalam saya dapat info dari dunia bawah.”
Daniel mengangkat kepalanya, tatapan matanya begitu dingin, dan tajam.
Namun ada sorot lelah di matanya.
“Apa lagi?” tanyanya.
Aska duduk di hadapan Daniel. sejujurnya bulu kuduknya sedikit merinding dengan tatapan dingin tuannya.
“Aku rasa ini semakin aneh, Tuan. Data Ana… bukan hanya dihilangkan, Tapi benar benar dipalsukan dengan sangat rapi. Selevel… profesional. aku rasa kecurigaan saya pada Tuan Alex Mahendra sangat berdasar.”
Daniel mengedipkan mata sekali, alisnya sedikit terangkat.
Aska melanjutkan, “Dan ada satu hal yang saya baru temukan pagi ini. Sesuatu yang mungkin menjelaskan kenapa Ana punya trauma berat… tapi tidak punya ingatan jelas.”
Daniel bersandar ke kursinya, matanya fokus menatap Aska.
“Apa itu?”
Aska menelan ludah sebelum bicara. menatap Daniel dengan ragu.
“Nama orang tua kandung Ana… tidak bisa ditemukan di data manapun. Tapi saya menemukan satu laporan kecelakaan lama, yang sempat ditutup paksa.”
Daniel menegang. kerutan di dahinya semakin terlihat jelas.
"Kecelakaan? "
“Apa keterkaitannya dengan Ana?”
Aska memutar layar tablet ke arah Daniel.
“Foto lokasi kecelakaannya… sama persis seperti yang Maaf Nyonya Alvaro alami. ”
Daniel mengerutkan kening tajam.
“Artinya…?”
Aska menjawab pelan, namun suaranya sedikit bergetar.
“Artinya… Ana benar-benar ada di kecelakaan itu. entah apa hubungannya dengan Nyonya Alvaro, tapi saya yakin ini semua berkaitan. dan hanya Tuan Alex Mahendra yang mampu menjawab semua itu. ”
Daniel membeku, matanya dingin dengan raut wajah tegang, kini amarah mulai muncul di mata gelapnya. Bertahun-tahun ia mencari keberadaan istrinya, bertahun-tahun ia menyelidiki kecelakaan di pinggir bukit yang melibatkan istrinya pada enam tahun yang lalu. Natalia mahendra, ibu dari Milo. istri yang sangat ia cintai.
"panggilkan dokter untuk kembali memeriksa gadis itu! " titah Daniel pada Aska.
"Baik tuan. "
****
Bi rina mengetuk pintu kamar Milo perlahan, ia menunggu namun tidak ada jawaban. akhirnya ia membuka pintu dan masuk. Milo masih meringkuk di ranjang dengan selimut tebalnya, bi rina tersenyum Anak majikannya sudah ia anggap seperti anak sendiri. Milo tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
“Tuan Muda… sst, bangun dulu. ini sudah siang. Sarapan sebentar lagi siap,” suara lembut Bu Rina, pembantu senior mansion, mengguncang pelan bahu Milo.
"5 menit lagi bi! " sahut milo dengan suara serak khas bangun tidur.
"den milo ini sudah siang, anda harus sekolah. Tuan Daniel pasti akan marah."
Milo meringis, mengucek mata. Rambut ikalnya berantakan seperti singa kecil bangun tidur.
Namun begitu matanya terbuka lebih lebar, hal pertama yang muncul di pikirannya bukanlah sarapan bukan juga sekolah ataupun ayahnya
Melainkan satu nama.
Ana. gadis sma kemarin pagi yang menyelamatkan dirinya.
Ia langsung duduk tegak.
“Bi Rina, Ana gimana? Aku mau ke kamarnya. Dia udah bangun belum? Dia masih sakit nggak ya?”
Bu Rina tersenyum kecil. sejujurnya ia merasa sedikit heran dengan anak majikannya. tidak seperti biasanya Milo bersikap akrab pada orang yang baru di kenal. karena Milo adalah tipe anak pendiam yang kasar juga sering mengeluarkan kata-kata pedas pada orang lain.
“Sudah, Sayang. Dokter tadi pagi datang memeriksa. Infusnya sudah dilepas, demamnya juga sudah turun. Dia hanya perlu banyak istirahat.”
Milo langsung turun dari tempat tidur tanpa peduli wajahnya masih kusut, bahkan ia belum sempat cuci muka sama sekali.
“Aku mau lihat Ana dulu Bi.”
Bu Rina mengangguk, mempersilakan.
“Tapi pelan-pelan, ya den. Jangan lari-larian nanti jatuh. ingat jangan mengagetkan non Ana atau mengganggunya.”
Ana duduk bersandar di kepala ranjang, wajahnya masih pucat namun sedikit lebih segar, rona kemerahan sudah mulai muncul di pipinya, membuat dia semakin manis.
Tangannya memegangi selimut erat mungkin karena kamar yang asing, atau rasa takut yang belum hilang dari ingatan mimpinya semalam.
Dokter baru saja merapikan alat medis, melepaskan jarum infus dari tangan mungil Ana.
“Kondisinya kamu sudah mulai membaik. Pastikan kamu makan dengan teratur, dan jangan stres dulu. Trauma kemarin sepertinya membuat demamnya naik,” ujar dokter
Setelah dokter pergi, pintu tiba-tiba terbuka dengan cepat.
Milo muncul dengan wajah khas bangun tidurnya.
Wajahnya panik seperti anak kecil kehilangan boneka kesayangannya.
“Anaaa!”
Ana tersentak sedikit kaget, namun bibirnya tersenyum manis menyambut kedatangan Milo.
“M-Milo?”
Milo segera menghampiri Ana, dan menaiki ranjang, memeriksa Ana dari atas sampai bawah, seperti memastikan ia tidak retak sedikit pun.
“Kamu beneran nggak apa-apa? Kepala kamu masih pusing? Masih demam? Kamu tadi mimpi buruk lagi nggak?”
pertanyaannya Bertubi-tubi. Tanpa jeda.
Ana berkedip bingung, lalu tersenyum tipis senyum yang lemah tapi begitu tulus.
“Aku sudah lebih baik… terima kasih sudah khawatir.”
Milo mengembungkan pipinya, seperti menahan emosi antara marah dan takut.
“Kamu bikin aku takut. Aku pikir kamu bakal… bakal…”
Suara Milo melemah, seperti bocah yang ingin menangis.
Ana terkejut tidak menyangka Milo sedekat itu dengannya dalam waktu singkat.
Ia menepuk kepala Milo pelan.
“Aku masih di sini, Milo.”
Milo memeluk lengan Ana sebentar, cepat, lalu melepasnya lagi karena malu.
“Janji jangan sakit lagi, ya?”
Ana mengangguk pelan.
“Janji.”
Revan baru saja turun dari lantai atas, ia hendak melihat persiapan sarapan pagi ini, juga memastikan Milo makan dengan baik. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat pintu kamar Ana sedikit terbuka.
Dari celah sempit itu, ia bisa melihat Milo duduk di pinggir ranjang, wajahnya sangat khawatir.
Dan di ranjang itu—Ana terduduk dengan lemah namun wajahnya sudha jauh lebih segar.
Gadis asing yang entah kenapa langsung membuat Revan ingin tahu lebih banyak tentang dirinya.
Revan menundukkan badan, mendekat tanpa suara. matanya mengawasi sekitar dengan teliti memastikan tidak ada orang lain yang melihat dirinya mengendsp-engdap.
Ia tidak biasanya kepo seperti inj, tapi ada sesuatu pada Ana yang membuat rasa ingin tahunya menggelitik. hatinya seolah berkata ada yang spesial dari gadis SMA itu. entah apa itu, dia sendiri juga bingung dengan perasaannya.
Dari celah pintu, ia melihat Ana tersenyum lemah pada Milo.
Senyum itu…
senyum yang Manis. Lembut. Dan… entah kenapa terasa menghangatkan dadanya.
Revan mengerutkan kening, tidak mengerti dengan dirinya sendiri.
“apa bagusnya dia sampai Milo sepeduli itu? aku tidak melihat kelebihannya.” gumamnya lirih.