NovelToon NovelToon
Jangan Panggil Ibukku Wanita Gila

Jangan Panggil Ibukku Wanita Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Selingkuh
Popularitas:39.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ayumarhumah

Ardina Larasati, sosok gadis cantik yang menjadi kembang desa di kampung Pesisir. Kecantikannya membuat seorang Regi Sunandar yang merupakan anak pengepul ikan di kampung itu jatuh hati dengannya.

Pada suatu hari mereka berdua menjalin cinta hingga kebablasan, Ardina hamil, namun bukannya tanggung jawab Regi malah kabur ke kota.

Hingga pada akhirnya sahabat kecil Ardina yang bernama Hakim menawarkan diri untuk menikahi dan menerima Ardina apa adanya.

Pernikahan mereka berlangsung hingga 9 tahun, namun di usia yang terbilang cukup lama Hakim berkhianat, dan memutuskan untuk pergi dari kehidupan Ardina, dan hal itu benar-benar membuat Ardina mengalami gangguan mental, hingga membuat sang anak yang waktu itu berusia 12 tahun harus merawat dirinya yang setiap hari nyaris bertindak di luar kendali.

Mampukah anak sekecil Dona menjaga dan merawat ibunya?

Nantikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Pagi itu, Ardina sedang duduk sambil menatap halaman RSJ dengan tatapan nanar, udara pagi terasa sejuk, burung-burung kecil nampak berterbangan dengan bebas, berbeda dengan dirinya.

Sejak pertemuan dengan Regi dan Dona kemarin, ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Bukan sedih. Bukan marah, tapi aneh.

Perawat mengganti seprai dengan gerakan yang terlalu cepat, seolah menghindar bertatapan mata dengannya, Ardina sempat heran, namun ia berusaha untuk menahan rasa penasarannya itu.

“Jadwal terapi hari ini dipindah ya, Bu Ardina,” kata suster itu sambil tersenyum, senyum yang terlalu rapi.

“Dipindah ke kapan?” tanya Ardina pelan.

“Belum tahu. Menunggu instruksi dokter.”

Ardina mengangguk. Tapi matanya tidak lagi kosong seperti dulu. Ia memperhatikan, biasanya jadwal terapinya tidak pernah digantung seperti ini, semua terasa ganjal, obat yang datang lebih cepat tidak seperti biasanya.

Ardina menatap pil putih di telapak tangannya. “Bukannya ini malam?” tanyanya.

Suster Maya terdiam sepersekian detik. Sangat singkat, hampir tak terlihat.

“Iya… tapi ada penyesuaian dosis.”

“Dosis saya naik?” Ardina mengangkat kepala.

“Tidak juga,” jawab suster itu cepat. “Hanya… berjaga-jaga.”

Ardina menelan ludah. Kata berjaga-jaga itu familiar.

Dulu, setiap kali ia mulai tenang, kata itu selalu muncul lalu tubuhnya kembali tumpul, pikirannya kembali kabur.

Ia mengangguk, tapi tidak langsung menelan obat itu, entah kenapa firasatnya lebih bekerja dari yang ia pikir, wanita itu mulai memuntahkan obat tadi di kamar mandi RSJ.

☘️☘️☘️☘️☘️

Sore harinya, pintu RSJ masih tertutup tidak seperti biasanya Ardina mencoba keluar ke taman kecil RSJ. Biasanya ia diizinkan duduk di bangku batu selama tiga puluh menit.

Hari itu, pintu besi tak dibuka, namun tangannya mencoba untuk meraih engsel untuk membuka.

“Maaf Bu, hari ini akses taman dibatasi,” ujar perawat lain.

“Kenapa?”

“Instruksi.”

Satu kata itu lagi, Ardina tersenyum kecil. Senyum yang tidak sampai ke mata.

“Apakah saya membahayakan diri saya?” tanyanya tenang.

Perawat itu gelagapan. “Bukan begitu, Bu.”

“Apakah saya membahayakan orang lain?”

“Tidak.”

“Lalu kenapa saya dibatasi?”

Tak ada jawaban, disitulah dia tahu, dengan kesadaran yang perlahan mulai menyala, Ardina masuk kembali ke dalam kamarnya, tangannya mulai menggenggam buku gambar kecil pemberian anaknya kemarin.

"Aku harus tetap sembuh, aku tahu ada yang menekan rumah sakit ini," ucapnya penuh tekad.

☘️☘️☘️☘️☘️

Malam menjelang. Ardina duduk di ranjang, menatap pantulan dirinya di kaca jendela.

Ia tidak lagi melihat perempuan linglung yang berteriak memanggil nama lelaki yang meninggalkannya.

Ia melihat dirinya sebagai seorang ibu.

Dan seorang perempuan yang tidak ingin anaknya dirampas dengan cara yang rapi dan legal.

“Jadi begini caranya…” bisiknya.

Bukan dengan teriakan, bukan dengan tangisan, tapi dengan menahan orang yang sudah hampir pulih, sampai dunia percaya ia belum layak keluar, dan hal itu benar-benar membuatnya sadar, jika kekuasaan mampu membeli segalanya.

"Ya Allah ... tolong aku, bantu aku, kuatkan mental ku dan jangan kau jatuhkan lagi mentalku, aku benar-benar ingin sembuh demi diriku sendiri dan juga demi anakku," pintanya di dalam doa.

Malam semakin larut lampu lorong dipadamkan satu per satu.Suara langkah perawat menyusuri bangsal terdengar berlalu lalang, dan hal itu sudah terbiasa bagi Ardina.

Ardina memejamkan mata, bukan untuk tidur, melainkan untuk mengingat, tatapan yang menghindar di pagi tadi, obat yang datang terlalu cepat, pintu yang tiba-tiba tertutup, semuanya terus mengiang di kepalanya.

Namun ada satu hal yang menguatkannya sampai detik ini, senyum polos anaknya, yang menuntunnya harus kuat, dan bangkit.

Ketika ia kembali membuka mata, cahaya pagi telah menggantikan lampu neon semalam.

☘️☘️☘️☘️☘️

Keesokan harinya, Dr. Rendra datang lebih lambat dari biasanya, ia terlihat tergesa-gesa ketika berjalan dihadapan Ardina.

“Dok,” Ardina menyapanya duluan.

Dr. Rendra berhenti. “Ya?”

“Apa saya terlihat memburuk?”

Dokter itu terdiam. Terlalu lama untuk sebuah jawaban sederhana.

“Saya stabil,” lanjut Ardina. “Saya sadar. Saya ingat anak saya. Saya tahu siapa yang menyakiti saya.”

Ia menatap mata sang dokter. “Tapi kenapa saya diperlakukan seperti orang yang akan kambuh?”

Dr. Rendra menarik napas dalam. “Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan.”

“Faktor medis?” Ardina menekan.

Dokter itu menghindari tatapannya.Ardina tersenyum lirih. “Kalau bukan medis… berarti bukan tentang saya.”

Ia menunduk, lalu berkata pelan tapi jelas. “Dok, saya tidak gila. Saya hanya tidak punya kuasa.”

Kalimat itu membuat Dr. Rendra membeku, di tempat, entah kenapa ia bertekad tanpa harus berteriak, demi pasien yang ada dihadapannya itu, Dr Rendra melanjutkan kembali perjalanannya tanpa menatap Ardina, namun di dalam benaknya ucapan Ardina tidak bisa ia diamkan begitu saja.

Setelah percakapan singkat itu, Ardina kembali ke kamarnya ia menulis sesuatu di buku kecilnya bukan curhatan, bukan puisi, namun ia menulis. Tentang dirinya.

Nama. Tanggal. Perubahan.

Ia mulai mencatat segalanya. Karena ia tahu, jika ia ingin pulang ke anaknya, ia harus sembuh tanpa terlihat terlalu sembuh.

Karena di luar sana, seseorang sedang berharap ia tetap di balik tembok ini selamanya.

,☘️☘️☘️☘️☘️

Sejak hari itu, Ardina berhenti bertanya.

Ia kembali menunduk setiap kali obat diberikan. Menelan pil tanpa protes. Berbicara seperlunya. Jika dulu matanya mulai jernih, kini ia sengaja membuatnya kembali redup.

“Bu Ardina terlihat lebih pasif hari ini,” ujar salah satu perawat pada dokter jaga.

“Bagus,” jawab dokter itu singkat. “Berarti obat bekerja.”

Tak ada yang tahu, setiap kali pil itu menyentuh lidahnya, Ardina menyembunyikan sebagian di balik pipi, lalu membuangnya diam-diam di kamar mandi. Bukan karena ia ingin melawan, melainkan karena ia tak ingin kembali hilang.

Ia tahu, sedikit saja ia terlihat terlalu sadar, dosis itu akan dinaikkan. Dan ia tak mau kehilangan satu-satunya hal yang baru saja ia dapatkan kembali yaitu kejernihan pikirannya.

Di saat perawat dan dokter mulai menghilang dari hadapannya dari sinilah, Ardina mulai memuntahkan pilnya di kamar mandi, lalu berkumur untuk menghilangkan rasa obat itu dari mulutnya.

"Jangan pikir aku akan menurut begitu saja, aku sudah paham dengan taktik kalian," ucapnya sambil menatap wajah dirinya dari pantulan kaca.

Ardina keluar dari kamar mandi, dengan setelan awal, wajah yang menunduk dan tatapan kosong, dengan itu ia bisa mengelabuhi petugas RSJ.

Hari ini jadwal Dr Rendra kosong, padahal ada keinginan yang belum sempat ia ucapkan.

"Sepertinya pagi ini aku harus menahan dulu keinginanku untuk bertemu dengan Mas Regi," ucapnya dengan senyum tipis seolah kesabaran mulai ia perankan.

Bersambung ...

Selamat Sore semoga suka ya

1
Wanita Aries
hadehh hakim nihhh dasar bebal
Sugiharti Rusli
padahal secara tidak langsung Dona juga membantu papanya membuat strategi agar si Hakim berhenti juga menerornya yang sekarang sengaja disasarkan kepada Dina calon istrinya,,,
Sugiharti Rusli
kamu sangat beruntung Regi, karena Dona tahu apa yang harus dilakukan demi menolong sang ibu dari keterpurukan yang sama dari orang yang sama di masa lalu yah,,,
Sugiharti Rusli
dan setelah cukup mengumpulkan bukti, dia bicara kepada papanya agar bisa bertindak dan memberikan pengamanan terhadap ibu dan dirinya,,,
Sugiharti Rusli
karena pengalaman masa lalu yang membuat Dona bertindak di luar usianya yang masih sangat muda sih,,,
Sugiharti Rusli
ternyata Dona memang sudah bersikap dewasa dalam menghadapi teror terhadap sang ibu yah,,,
Iccha Risa
bahwa Dona punya ingatan tentang luka dan punya bukti menghentikan perbuatan hakim yg merusak mental ibunya, kebahagian belum benar2 hinggap ke mereka
kaylla salsabella
alhamdulillah akhirnya dona jujur sama Regi
Lisa
Hakim ini egois banget g mikir kalau dia udh bikin Dina terpuruk..sekarang dtg² mau mempengaruhi Dina lg..liat aj Dona yg akan melawanmu..
muthia
semangat Dona buat hakim g bs berkutik dan persatukan ibu dan papamu dalam ikatan suci pernikahan 🙏🥰
I Love you,
kasian Dona jgn ok,ntar mental nya keganggu
kaylla salsabella
ku tunggu kehancuran mu kim... hakim
Wanita Aries
dasarr hakimm sinting.. masih nanya 3 thn apa gk cari tau. trllu sombong merasa gk pny kesalahan
ari sachio
ayo don...nanti siang pulang sekolah labrak si hakim....ak ikutttt....💪💪💪💪
Kasih Bonda
next Thor semangat
Iccha Risa
Hakim ternyata tidak tau apa2 tentang Dina setelah kepergiannya.. salah sasaran kalo kamu lakuin itu, buat malu tau ga... liat layar belakangnya dulu doong, Dona jadi saksi rasa sakit ibunya padamu, cemoohan yg mereka terima karenamu
Sugiharti Rusli
semoga apa yang nanti akan Dona perbuat terhadap kamu, bisa membuka mata hati kamu Hakim kalo seorang anak bisa melindungi ortunya dari serangan apapun
Sugiharti Rusli
padahal peran Dona sangat besar dalam kesembuhan ibunya dan bersatunya kembali kedua ortu kandungnya sekarang dan nanti dalam ikatan yang sah,,,
Sugiharti Rusli
dia hanya berpikir apa yang bisa dilakukan oleh mantan anak sambungnya sekarang, hanya anak kecil yang ga tahu apa",,,
Sugiharti Rusli
sepertinya si Hakim tidak pernah menganggap seorang anak kecil yang dulu menjadi saksi keterpurukan sang ibu di masa lalu yah,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!