“Dikhianati suami, ditikam ibu sendiri… masihkah ada tempat bagi Andin untuk bahagia?”
Andin, seorang wanita sederhana, menikah dengan Raka—pria miskin yang dulu ia tolong di jalan. Hidup mereka memang pas-pasan, namun Andin bahagia.
Namun kebahagiaan itu berubah menjadi neraka saat ibunya, Ratna—mantan wanita malam—datang dan tinggal bersama mereka. Andin menerima ibunya dengan hati terbuka, tak tahu bahwa kehadiran itu adalah awal dari kehancurannya sendiri.
Saat Andin mengandung anak pertamanya, Raka dan Ratna diam-diam berselingkuh.
Mampukah Andin menghadapi kenyataan di depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Hari itu, lokasi syuting tampak ramai. Lampu sorot, kamera, dan kru sibuk mempersiapkan adegan besar—adegan paling penting dalam film tersebut.
Namun di balik keramaian itu, Clara berdiri di balik trailer-nya dengan wajah penuh kebencian.
Ia menatap pantulan dirinya di cermin dan bergumam pelan, “Kau pikir kau bisa mengambil tempatku, Andin? Lihat saja, satu langkah salah dan kariermu akan hancur di depan semua orang.”
Di tangannya, ia memegang selembar USB kecil—isi video editan yang telah ia siapkan dengan bantuan seseorang dari tim media. Video itu menampilkan potongan seolah-olah Andin bersikap tidak sopan kepada kru dan menyalahkan orang lain di lokasi. Tujuannya sederhana: Menjatuhkan nama Andin sebelum film dirilis.
Clara tersenyum puas. “Begitu video ini tersebar, tidak akan ada yang percaya padamu lagi.”
---
Namun tanpa ia sadari, seseorang dari tim lighting mendengar percakapan Clara dengan asistennya. Orang itu langsung mengirim pesan singkat pada seseorang yang kini menjadi sekutu diam Andin — yaitu Hans.
Malamnya, sebelum hari konferensi pers film diadakan, Hans memanggil Andin ke ruang meeting hotel tempat mereka menginap.
“Andin, aku dapat laporan dari kru,” katanya pelan.
“Clara mencoba menjatuhkanmu lewat video editan. Dia akan memutarnya besok di depan media.”
Andin menghela napas panjang. Namun alih-alih panik, wajahnya terlihat tenang.
“Jadi, dia benar-benar tidak belajar dari kesalahannya,” ucap Andin dengan suara lembut namun penuh ketegasan.
Hans menatapnya heran. “Kau tidak takut?”
Andin menggeleng.
“Tidak lagi. Aku sudah terlalu sering dijatuhkan. Kali ini, biarkan dia jatuh karena perbuatannya sendiri.”
Hans melihat senyum samar di wajah Andin—senyum yang dulu tidak pernah ada, senyum seorang wanita yang telah melewati badai dan kini tahu cara berdiri.
---
Keesokan harinya, ruangan konferensi pers dipenuhi wartawan dan kamera.
Clara duduk di barisan depan, tampil anggun dengan gaun mahalnya. Sementara Andin, mengenakan setelan putih sederhana, duduk di samping Hans dan sutradara.
"Kau akan jatuh sebelum kemenangan mu, Andin" gumamnya lirih penuh kebencian.
Ketika sesi tanya jawab dimulai, seorang wartawan tiba-tiba berdiri.
“Maaf, saya mendapat video yang katanya menunjukkan perilaku tidak profesional dari pemeran utama, Andin. Apakah kami boleh melihatnya?”
Wajah Clara berubah puas. Ia melirik pamannya yang duduk di belakang dan mengangguk kecil—semuanya sudah sesuai rencana.
Wartawan pun menayangkan video itu di layar besar ruangan.
Tapi begitu video dimulai, semua orang terpaku.
Bukan video seperti yang diharapkan Clara.
Yang muncul justru rekaman asli yang menunjukkan Clara-lah yang bersikap kasar kepada kru, membentak asisten, dan bahkan berusaha memanipulasi tim produksi agar menyingkirkan Andin.
“Ap—apa ini!?” seru Clara panik.
“Itu bukan videonya! Itu editan!”
Namun Andin berdiri dengan tenang. “Video itu berasal dari CCTV lokasi syuting. Tidak ada editan apa pun, Nona Clara. Kami hanya ingin menunjukkan siapa yang sebenarnya tidak profesional di sini.”
Suara wartawan langsung bergemuruh, kilatan kamera bertubi-tubi.
Clara pucat. Pamannya mencoba berdiri membela, tapi sutradara dengan tegas berkata,
“Mulai hari ini, Clara resmi dikeluarkan dari proyek. Dan Andin tetap menjadi pemeran utama, sesuai keputusan produser dan investor.”
Andin duduk diam, tenang, tanpa sepatah kata pun. Namun dalam hatinya, ia tahu—inilah pembalasan paling elegan. Dan Clara kalah telak oleh perbuatan kotor nya sendiri.
---
Sore itu, setelah semua wartawan pergi dan suasana mulai sepi, Hans menghampiri Andin yang berdiri di balkon hotel.
“Bagaimana kau tahu cara menghadapinya dengan begitu tenang?” tanyanya lembut.
Andin menatap langit sore yang berwarna jingga. “Karena aku sudah tahu rasa kehilangan. Setelah kehilangan segalanya, aku tak lagi takut apa pun.”
Hans memandangnya lama. “Kau bukan wanita yang sama seperti dulu.”
Andin tersenyum. “Tidak, Hans. Dulu aku hidup untuk membahagiakan orang lain. Sekarang aku hidup untuk menghargai diriku sendiri.”
Hans tersenyum samar mendengar hal itu. Dia senang melihat Andin bisa bangkit walaupun banyak orang yang ingin menjatuhkan dirinya.
---
Beberapa minggu kemudian, film itu tayang dan sukses besar.
Nama Andin melejit—tidak hanya karena pesonanya, tapi karena bakat dan keteguhan hatinya. Ia menjadi simbol wanita yang bangkit dari kehancuran.
Sementara Clara menghilang dari dunia hiburan. Semua kontraknya dibatalkan. Hidupnya runtuh dalam sekejap.
Dan di balik semua sorotan kamera, Andin berjalan di karpet merah dengan senyum lembut, menggandeng tangan Hans yang selalu ada di sisinya.
Kini, dunia benar-benar berputar ke arahnya.
.
.
.
Bersambung.