Elara dan teman-temannya terlempar ke dimensi lain, dimana mereka memiliki perjanjian yang tidak bisa di tolak karena mereka akan otomatis ke tarik oleh ikatan perjanjian itu itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Matahari sudah tenggelam, namun langit semakin gelap di atas lapangan latihan. Tiba-tiba, pusaran cahaya gelap muncul di udara, memutar dengan cepat dan mengeluarkan energi yang menakutkan. Angin berputar liar, debu dan dedaunan beterbangan.
Para murid terhenti, mata mereka membelalak. "Apa itu…?" bisik Mira, menatap pusaran itu dengan takut.
Senior senior segera bersiap, energi mereka berkumpul di tangan. Profesor Lyra mengangkat tongkatnya, bersiap menangkis gelombang kegelapan. "Hati-hati! Ini bukan latihan!" teriaknya, suaranya menggema di seluruh lapangan.
Dorion berdiri dekat Mira, mengamati pusaran itu sambil menatap serius. Brian juga bersiap, meskipun wajahnya tetap datar, tapi aura energi klan iblisnya sudah memanas. Lysandra menegur Elara, "Jangan lengah, tetap fokus!"
Di tengah pusaran, terdengar suara yang bergema seperti peringatan: “Bahaya besar mendekat… siapkah kalian?”
Ketegangan meningkat, energi gelap mulai menyedot sebagian kekuatan murid dan senior. Tangan mereka terasa berat, kaki seakan tertarik ke pusat pusaran.
Tiba-tiba, langit terbuka sekejap dan muncul orang tua Arsen, Sherapina dan kaelith Noctyra, turun dengan anggun dan wibawa. Aura mereka menenangkan sebagian energi gelap yang berputar liar.
"Ini lebih berbahaya dari yang kita perkirakan," ucap Sherapina dengan suara lembut tapi tegas. "Jika energi ini tidak dihentikan, seluruh akademi bisa hancur!"
kaelith menatap putranya, Arsen, dengan tatapan serius. "Satu-satunya cara menghentikan kekacauan ini adalah ritual… pernikahan tolak bala."
Semua murid terkejut. Elara menatap Arsen, lalu Selena. "Pernikahan…?" gumam Mira.
Sherapina melanjutkan, "Ya pernikahan. Kalian harus menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan kejahatan."
Arsen tetap datar, tatapannya dingin ke arah Elara. Elara menatapnya bingung, tapi merasa energi gelap di sekitar semakin menekan.
"Selena… dia juga memiliki energi yang murni dan dapat menstabilkan ritual," ucap profesor Lyra "Jadi Arsen, kamu harus menikah dengannya. Ini demi menghentikan kekacauan."
Selena menatap Arsen dengan mata berbinar, sedikit tersenyum. "Kalau itu bisa menyelamatkan semuanya, aku siap."
Elara menggeleng, meski hatinya campur aduk. Dia menatap Arsen, yang tetap tenang, namun aura kekuatan di sekitarnya terasa menenangkan pusaran gelap.
Profesor dan senior murid menyiapkan formasi sihir. Pusaran gelap bergetar keras, menyedot energi di sekeliling. Angin berputar makin liar, cahaya gelap memantulkan bayangan menyeramkan di wajah para murid.
Sherapina dan kaelith berdiri di depan Arsen dan Selena. "Ini ritual tolak bala, kekuatan kalian harus bersatu. Cepat, sebelum energi ini memakan semuanya!"
Arsen melangkah ke depan, tangan menjulur ke Selena. Cahaya mereka mulai bersatu, energi klan iblis dan energi murni Selena berputar bersama membentuk lingkaran stabil di tengah pusaran.
Elara, Mira, Brian, Dorion, dan Lysandra menatap dari jarak aman, tegang. Energi gelap berteriak seperti makhluk hidup, tapi cahaya gabungan Arsen dan Selena mulai menekannya.
"Aku tidak percaya… tapi itu berhasil," bisik Dorion. Brian tetap diam, menatap Arsen dengan ekspresi sulit ditebak.
Pusaran gelap akhirnya mereda, langit kembali terang, dan angin berhenti berputar liar. Semua orang menghela napas lega.
Selena tersenyum tipis ke Arsen, sementara Arsen tetap datar tapi aura kekuatannya menenangkan sekitarnya. Elara menatap keduanya, campur aduk antara kagum, lega, dan sedikit cemburu.
Sherapina menepuk bahu Arsen. "Bagus. Ini baru permulaan. Ritual ini menyelamatkan akademi, tapi banyak yang harus dijaga ke depan."
Mira memeluk Elara, "Kau baik-baik saja kan?"
Elara mengangguk, sambil menatap Arsen dan Selena dari kejauhan. "Ya… tapi ini baru permulaan yang aneh."
Setelah pusaran gelap mereda, lapangan latihan terasa hening. Para murid menatap ke arah Arsen dan Selena, yang berdiri berdampingan, aura mereka bercampur menjadi satu lingkaran cahaya lembut.
Elara menunduk, masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Pikirannya berkecamuk: “Jadi dia… Arsen benar-benar menikah dengan Selena… dan aku hanya… menyaksikan?”
Mira menepuk bahunya, “Hei, jangan terlalu larut. Kita masih punya banyak hal yang harus dipelajari di akademi ini. Lagipula, kau masih harus berlatih!”
Elara menghela napas, matanya menatap Arsen yang berdiri tenang di samping Selena. Ada aura dingin tapi kuat dari Arsen yang membuat orang-orang di sekitarnya otomatis menjauh. Brian berdiri tak jauh, tangannya disilangkan, matanya mengamati Elara dengan campuran kekesalan dan rasa penasaran. Lysandra terlihat merengut, jelas kesal karena Elara tapi sekarang juga dia harus menghadapi suaminya .
Dorion, yang ikut menonton dari jarak agak jauh, hanya menggeleng. “Kau memang bikin semua orang repot, Elara.” bisiknya, tapi ada nada geli di balik komentar itu.
Profesor Lyra kemudian memanggil semua murid. “Setelah insiden ini, kalian harus menenangkan diri dan memulihkan energi. Para senior, pastikan murid-murid kalian aman. Dan kalian…” matanya menatap Arsen dan Selena, “…jangan lengah.”
Selena menoleh ke Arsen, tersenyum tipis. “Kau baik-baik saja?”
Arsen menatapnya datar, tapi ada sedikit hangat di tatapannya yang hanya bisa dirasakan Selena. “Ya.”
Elara menatapnya dari kejauhan, rasa penasaran bercampur cemburu: “Kenapa dia bisa tetap tenang? Dan kenapa Selena terlihat berbeda?
Brian yang berdiri di dekatnya, menepuk bahunya dengan kasar. “Berhenti bengong. Kau cuma bikin semua orang repot tadi. Aku tidak mau lagi melihatmu ikut campur.”
Elara menatap Brian, setengah kesal, setengah tertawa, “Oh ya? Aku cuma menahan diri. Lagipula, siapa yang mau ikut ritual bodoh itu?”
Lysandra, yang duduk di batu tak jauh, menambahkan dengan nada sarkastik, “Bodoh atau tidak, kau jelas menarik perhatian yang lainya. Jangan kira kau bisa santai-santai terus.”
Dorion melirik Elara, “Kalau kau mau, aku bisa bantu biar tidak terlalu repot.”
Elara menatapnya dengan tatapan nakal, “Hah, siapa yang mau bantuanmu?” tapi terdengar ada nada lucu di suaranya.
Setelah itu, murid-murid perlahan mulai meninggalkan lapangan latihan. Para senior memandu mereka kembali ke asrama masing-masing. Arsen dan Selena berjalan lebih dulu, aura mereka masih memancarkan energi ritual tolak bala, sementara Elara berjalan dengan Mira di belakang, hati masih campur aduk.
Elara menoleh ke arah Arsen yang berjalan menjauh: “Kenapa aku masih penasaran sama dia?” gumamnya pelan. Mira hanya tersenyum tipis, menepuk bahunya lagi, “Karena kau memang Elara Sheraphine, selalu bikin masalah dan penasaran.”
Brian dan Lysandra juga berjalan di belakang mereka. Brian menatap Elara, ada campuran rasa kesal dan penasaran yang jelas terlihat, sedangkan Lysandra tampak kesal tapi juga sedikit cemburu dengan Arsen dan Selena.
Di malam hari, ketika semua murid sudah kembali ke asrama, Arsen duduk sendiri di aula klan iblis. Aura dinginnya menyebar di ruangan, namun pandangannya kosong, seolah memikirkan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan.
Elara, dari jendela kamarnya, melihat Arsen dan berpikir, “Kenapa aku selalu merasa ada yang aneh dengan dia… dan kenapa semua ini terjadi dengan tiba-tiba?
Di luar, pusaran gelap memang telah hilang, tapi aura ketegangan masih terasa, menandakan bahwa ini baru permulaan konflik antara kekuatan gelap, ritual, dan dinamika antara klan.