Dulu, Kodasih adalah perempuan cantik yang hidup dalam kemewahan dan cinta. Namun segalanya telah lenyap. Kekasih meninggal, wajahnya hancur, dan seluruh harta peninggalan diambil alih oleh negara.
Dengan iklas hati Kodasih menerima kenyataan dan terus berusaha menjadi orang baik..
Namun waktu terus berjalan. Zaman berubah, dan orang orang yang dulu mengasihinya, setia menemani dalam suka dan duka, telah pergi.
Kini ia hidup dalam bayang bayang penderitaan, yang dipenuhi kenangan masa silam.
Kodasih menua dan terlupakan..
Sampai suatu malam...
“Mbah Ranti... aku akan ke rumah Mbah Ranti...” bisik lirih Kodasih dengan bibir gemetar..
Mbah Ranti adalah dukun tua dari masa silam, penjaga ilmu hitam yang mampu membangkitkan apa pun yang telah hilang: kecantikan, harta, cinta... bahkan kehidupan abadi.
Namun setiap keajaiban menuntut tumbal..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21.
“KITO SEDOYO NGERTI ONO SING ORA BENER!”
“NYI! METU! OJO DIJUPUK JIN!”
(Kita semua tahu ada sesuatu yang tidak benar!)
(Nyi! Keluar! Jangan diambil jin!”)
Kodasih terperanjat. Wajah nya pucat. Ia tahu jika warga masuk… mereka mungkin akan dibunuh makhluk itu. Akan tetapi , Jika ia dibiarkan… ia sendiri yang akan hilang.
Bayangan itu tertawa panjang, bergetar dari bawah lantai.
“Ha.... ha... ha... ha. “
“Nah… panganan teka dhewe…”
(Nah… makanan datang sendiri…)
Kodasih menjerit:
“TIDAAAK!! JANGAN APA APAKAN MEREKA!!!”
Namun bayangan itu perlahan menempel di seluruh punggungnya… membentuk siluet makhluk yang siap mengambil alih tubuh nya dan akan menerkam siapa pun yang membuka pintu joglo.
Di luar kerumunan warga semakin ramai di depan joglo Kodasih. Teriakan ketakutan dan marah bercampur jadi satu. Obor obor bergetar tertiup angin yang entah datang dari arah mana.
Tombak, golok, kayu panjang dan senjata lainnya telah siap di tangan mereka.
Seorang laki laki tertua, memakai kain sarung dan baju koko berdiri paling depan, memegang obor dan keris kecil sebagai tameng seadanya.
“Dasih!! METU!!”
(Dasih! Keluar!)
Di dalam joglo, Kodasih berlutut. Nafas nya tercekat.
Bayangan hitam di belakangnya sudah melengkung, membesar, seakan bersiap menyergap.
“Jangan…” suara Kodasih bergetar.
“Jangan sakiti mereka… tolong…”
Bayangan itu hanya mencakar cakar lantai, menciptakan suara krek krek krek yang memantul ke seluruh rumah joglo.
“Mangan wong wong kuwi masalah sepele.. Sat… sat… rampung.”
(Memangsa orang orang itu masalah mudah.. Sebentar saja selesai.)
Kodasih menjerit, memukul lantai untuk menahan kesadaran.
Sedangkan di luar warga tidak tahu ada yang siap siaga menunggu mereka di dalam. Makluk gaib dalam sosok bayangan yang siap menyantap...
Dengan satu aba aba, lima pemuda sekaligus berlari ke depan pintu.
DUUUKK!!
Pintu tidak terbuka, tapi daun pintu bergetar kuat.
Bayangan di belakang Kodasih menarik napas panjang, seperti makhluk yang baru mencium aroma darah segar.
“He... he... he.. he..h…” tawanya bahagia...
DUAAAKK!!
Hantaman kedua lebih keras.
Atap joglo ikut bergoyang.
Kodasih menutup wajahnya.
“Jangan… jangan buka pintunya…” teriak Kodasih sekuat tenaga..
“KE LUAR.. NYI KODASIH!! KITA BANTU KO—”
DUUURRRRRAAAKKK!! BRRRAAWWKKKK!!!
Pintu joglo jebol.
Warga menyeruak masuk.
Obor obor mereka menyinari bagian dalam joglo yang remuk… dan sosok Kodasih duduk di lantai sambil memegangi kepalanya.
Laki laki tertua maju.
“Dasih… astaghfirullah… apa yang sudah terjadi?!”
Namun tepat ketika warga melihat Kodasih…
Bayangan di belakangnya berdiri tegak. Tampak nyata.. Tampak hidup.... Lebih tinggi dari manusia mana pun di ruangan. Sesaat muncul kepala nya yang terbalik. Mulutnya menganga seperti sobekan kain. Tulangnya mencuat keluar dari dada dan punggungnya. Lengan panjangnya bengkok seperti ranting kering. Dan matanya merah menyala.
Seorang warga langsung jatuh terduduk.
“Gustiiiiii…!!”
“Setan apa iku…!?”
Pemuda Gino mengangkat obor, sambil berteriak, “HINDARI DIA!! HINDARIIi... Di.. ”
Akan tetapi belum selesai pemuda Gino bicara. Bayangan itu melesat seperti panah.
Tubuh Kodasih tetap diam, tapi bayangan bergerak memanjang ke arah Gino dan...
BRAAAK!!
Obor Gino padam seketika. Tubuh Gino terhempas ke dinding, terlempar dua meter, menabrak rak kayu hingga pingsan. Darah segar keluar dari telinga nya.
Seluruh ruangan langsung kacau.
Seorang pemuda lain menjerit, “ITU BUKAN BAYANGAN MANUSIAAA!!”
Orang orang mundur, beberapa melemparkan tombak, dan ada tombak yang menembus tubuh bayangan, tombak jatuh ke lantai.
Namun bayangan itu tidak terpengaruh, Seolah benda itu… tidak sepenuhnya ada. Tetapi ada luka panjang muncul di dinding kayu, dicakar oleh sesuatu yang tak terlihat.
Tubuh laki laki tertua gemetar, tapi berusaha mengangkat keris kecilnya. .
“Nyi Kodasih!! Apa itu roh sing metu saka kendimu!?” ucap nya sambil mengarahkan keris ke bayangan
Kodasih menangis, menggigil hebat. “Aku tidak bbi… aku tidak bisa kendalikan dia…”
Bayangan itu merayap naik ke langit langit joglo. Tubuhnya menyatu dengan kegelapan, lalu turun di belakang laki laki tertua itu ... tanpa suara.
Seorang warga ada yang melihatnya langsung menjerit:
“Mbah.. !! NENG MBURIMUUU!!”
(Mbah...!! Di belakangmu!!)
Namun terlambat...
CRAAAAKK!!
Tangan panjang bayangan mencengkeram bahu laki laki tua itu.. Bahunya patah dalam sekejap, tubuhnya terpelanting ke lantai.
Warga semakin histeris.
“Ayo METUUUU!! LARI!!!”
“Setan iku ora iso dilawan!!”
(Ayo keluar lari! Setan itu tak bisa dilawan!)
Mereka berhamburan keluar, berebut melewati pintu yang serasa menjadi lebih sempit.
Namun bayangan itu, seperti anjiing pemburu... memanjang, merayap seperti tinta hitam mengejar mereka.
Seorang pemuda terjatuh tengkurap di serambi...
Bayangan mengangkatnya dari belakang. Dua kaki pemuda itu diangkat , dan menggantungnya secara terbalik.
Pemuda itu berteriak histeris.
“JANGAN!! JANGAAAANNN!!”
“TOLOONNNGGGG... TOOOLLLOOONNNG...” teriak pemuda itu..
Bayangan mendekatkan wajahnya ke wajah pemuda itu, tanpa suara. Mulutnya sudah mengangga... siap mengisap daarah segar di dalam tubuh pemuda itu..
Namun ketika makhluk itu hendak merobek lehernya....
Tiba tiba tubuh Kodasih berdiri. Mata Kodasih tak lagi hitam penuh, hanya setengahnya. Ia mengangkat kedua tangannya dan berteriak:
“CUKUUUP!!!”
Suara itu memecahkan udara, bergema seperti ribuan bisikan sekaligus.
Bayangan itu berhenti.
Kepalanya menoleh perlahan ke Kodasih.
Tubuh pemuda itu dijatuhkan, mengguling keluar dari serambi...
Bayangan itu mendesis.
“Kowe… ora iso mréntah aku maneh…”
(Kau… tak bisa mengendalikan aku lagi…)
Kodasih menggertakkan gigi.
“Tapi… mereka tidak boleh kau sentuh…! Mereka orang dusunku!!”
Bayangan itu melengkung naik, kembali menempel di dinding seperti noda darah raksasa.
“Wong wong kuwi… wedi karo kowe. Dadi aku sing ngayomi kowe…”
(Orang orang itu takut padamu. Jadi aku yang melindungimu.)
Kodasih menggeleng keras.
“Bukan begitu… bukan seperti ini…!”
Bayangan itu tertawa panjang... “Ha.... ha.... ha... ha... ha....”
Suara yang membuat jantung warga yang masih sadar bergetar.
“Ngayomi kowe… tegese mateni sopo wae sing nyedhak…”
(Melindungi kau… artinya membunuh siapa pun yang mendekat.)
Kodasih hampir runtuh, lutut gemetar. Tapi ia berusaha berdiri lagi.
“Jangan… jangan bunuh mereka. Ambil aku, jangan mereka!”
Bayangan itu menghilang sekejap.
Lalu muncul tepat di belakang Kodasih, lebih besar dari sebelumnya. Tangan hitam panjang itu memeluk tubuh Kodasih seperti bayangan ingin menyatu sepenuhnya.
“Dasiiih… aku mung ngenteni wektu pas…”
(Dasih...Aku hanya menunggu waktu yang pas…)
“Nek aku wes njupuk awakmu… wong wong kuwi kabeh bakal meneng.”
(Kalau aku sudah mengambil tubuhmu… mereka semua akan diam.)
Warga di luar hanya mendengar jeritan Kodasih:
“TIDAAAAAAK!!!”
Dan pintu joglo menutup sendiri dengan dentuman keras.
yakinlah bahwa setial karya mu akan jadi
pelajaran di ambil.sisi baik nua dan di ingat sisi buruk nya
mksh mbk yu dah bikin karya yg kuar biasa
"Angin kotor " aku bacanya "Angin kolor" 🤣🤣🤣 mungkin karena belum tidur semalaman jd bliur mataku 🤣🤣🤣🤣