Di jantung hutan misterius, terdapat sebuah kuil kuno yang tersembunyi dan dirahasiakan dari dunia luar. Konon katanya, Kuil tersebut menyimpan sebuah kekuatan dahsyat yang bisa menggemparkan dunia.
Sampai saat ini banyak yang mencari keberadaan kuil kuno tersebut, namun sedikit orang yang bisa menemukannya.
Akan tetapi, tak ada satupun yang berhasil kembali hidup-hidup setelah memasuki kuil kuno itu.
Sebenarnya, kisah apa yang tersimpan di dalam kuil kuno tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lien Machan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18
Bab 18~Menjadi buronan Kerajaan.
"Lepaskan aku! Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," cetus Zhang Yuze membela diri.
Tangan dan kakinya dirantai kuat dan dipegangi oleh dua prajurit berbadan besar agar Zhang Yuze tidak bisa kabur. Padahal itu tak berpengaruh apapun padanya sebab mudah bagi Zhang Yuze untuk memutuskan rantai besi itu.
Para prajurit istana tetap menyeretnya ke kerajaan. "Sebaiknya kau diam! Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu. Dasar bajingan kecil," sarkasnya.
Zhang Yuze bergumam. "Tidak, jika aku dipenjara maka aku tidak bisa menyembuhkan Ibu. Para prajurit ini sepertinya suruhan seseorang yang membenciku. Tapi, aku tidak pernah menyinggung keluarga Kerajaan."
Perjalanan dari hutan Huayi ke Ibukota cukup jauh dan memakan waktu lama karena harus melewati beberapa desa sebelumnya. Justru itu bisa dimanfaatkan Zhang Yuze untuk kabur dari pengawalan para prajurit kerajaan.
Zhang Yuze mengamati keadaan sekitar ketika hendak memasuki desa Xigua. Ia menentukan ke manakah arah yang aman dituju untuk rencana pelariannya.
Saat sudah menemukan jalan yang tepat, Zhang Yuze pun menarik rantai besi itu sekuat tenaga lalu memukul para prajurit tersebut sampai terjungkal.
Pertarungan pun terjadi.
Buugh ... Buugh
Duakk
Satu persatu jatuh terkena pukulan Zhang Yuze. Puas memukul dan menendang, ia gegas berbalik lalu pergi. Zhang Yuze tidak ingin terlibat lebih jauh dengan membunuh prajurit kerajaan.
Arah yang ditujunya yaitu pegunungan Pingguo. Selain jalannya yang berliku dan penuh bebatuan, pegunungan Pingguo juga adalah jalan alternatif untuk menuju desa Changming, tempat tinggal sementara ibunya.
Drap... Drap ... Drap
"Hei, jangan lari! Berhenti!" Para prajurit berlarian mengejar.
Mengandalkan otot kaki, Zhang Yuze berlari sekuat tenaga melewati pegunungan Pingguo lalu bersembunyi ke tempat yang sulit dijangkau.
Para prajurit kalang kabut mencarinya.
Setelah cukup lama akhirnya mereka kembali ke tempat semula untuk melaporkan kejadian tersebut.
"Bodoh! Begitu saja kalian tidak bisa!" bentak seorang wanita.
"Maafkan kami, Tuan Putri! Pria itu bersembunyi di pegunungan Pingguo," lapor prajurit tersebut.
Putri Xia Lan menatap tajam prajurit tersebut. "Aku tidak mau tahu, kalian harus menangkap pria itu bagaimanapun caranya!" Ia menegaskan.
Prajurit itu membungkuk hormat sebelum pergi. "Siap!"
Xia Lan mengertakkan gigi, geram karena rencananya tak berhasil. "Dia bilang pria itu bodoh dan tidak punya keahlian apapun. Apa aku salah mengira?" gumamnya kesal.
Hanya mendengar sedikit dari percakapan adiknya dengan tabib kerajaan membuat Xia Lan penasaran akan sosok Zhang Yuze. Apalagi ketika mengetahui pria itu memiliki obat-obatan berkualitas tinggi yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Rasanya Xia Lan ingin segera menangkap pria itu bagaimanapun caranya.
"Xia Lien tidak boleh menemukan pria itu lebih dulu dari aku. Pria itu harus menjadi pendukung setiaku di Istana Putri agar kedudukanku kuat,"
Sementara itu Zhang Yuze berlari dan kembali ke desa changming untuk segera menyembuhkan penyakit ibunya.
Dalam perjalanan ia terus berpikir, "Mengapa aku bisa dituduh menganiaya keluarga kerajaan? Sedangkan bersinggungan dengan mereka pun tidak?" gumamnya.
Setelah berjalan jauh, akhirnya ia pun sampai di gerbang desa Changming. Zhang Yuze mengubah ekspresinya menjadi ceria agar semua orang tak mengkhawatirkan keadaannya.
"Tuan Muda pulang! Tuan Muda pulang!" Para warga berlarian menyerukan kedatangannya.
Zhang Bai segera mengetahui kabar kepulangan cucunya dari laporan salah satu warga.
"Yuze pulang? Itu kabar baik. Xiaojin, cepat, kumpulkan para Tetua di aula kediaman Zhang. Aku ingin memamerkan keberhasilan cucuku," cetusnya girang. Pria tua itu menyeringai penuh arti sebelum menemui cucunya.
Langkah kaki Zhang Yuze terhenti saat melihat sosok yang dihormatinya. "Kakek, aku kembali!" Ia menyatukan kedua tangan sambil membungkuk.
Pria tua itu segera berhambur memeluk sang cucu sambil menepuk pundaknya. "Selamat datang Yuze, akhirnya kau kembali dengan selamat! Hahaha!" Zhang Bai tertawa lepas karena bahagia.
Rasanya sungguh lega karena kakeknya menyambut dengan hangat hingga Zhang Yuze pun ingin berbagi kisah dengan sosok yang dihormati dan dikaguminya itu.
"Yuze, mari ikut Kakek! Kita akan membahas perjalananmu bersama yang lain," ajak Zhang Bai antusias.
Dahi Zhang Yuze mengerut. "Bersama yang lain? Maksud Kakek aku harus bercerita di depan banyak orang?" Ia sungguh tak mengerti jalan pikiran kakeknya.
Apa yang sedang dipikirkan dan direncanakan kakeknya? Zhang Yuze berpikir keras.
Deg
Perasaan gelisah tiba-tiba menghampiri. Zhang Yuze merasa jika ini tak sesederhana ucapan kakeknya dan hal buruk akan terjadi setelahnya.
Namun, ia menampik bahwa Zhang Bai bukan orang yang tak tahu malu atau haus akan sesuatu.
"Yuze, aku senang kau pulang sampai hatiku ini ingin melonjak karena girang. Jika Ibumu melihatnya, mungkin ia pun akan bersikap sama sepertiku. Pada dasarnya orang tua pasti akan bahagia melihat Putranya pulang dengan selamat sampai ingin menceritakan pada seluruh Dunia. Kau mengerti 'kan maksud Kakek?!" Zhang Bai berkelit dengan wajah tetap tersenyum hangat.
Karena tak enak pada kakeknya, akhirnya Zhang Yuze pun menyetujui perkataan sang kakek dengan bercerita di depan umum.
"Baik, Kek. Tapi, aku ingin bertemu dengan Ibu dulu. Aku merindukannya," desisnya memelas.
"Tidak, kau tidak boleh bertemu Ibumu terlebih dahulu. Dia bisa menunggu selama lebih dari tiga bulan, hanya untuk beberapa saat saja masa tidak bisa?!" tolak pria tua itu.
"Tapi, Kek__"
Zhang Bai segera menarik bahu cucunya dan membawanya berjalan menuju aula kediaman Zhang.
"Semua orang sudah menunggumu, Nak. Ayolah, jangan membuat para Tetua marah!" pungkasnya.
Mau tak mau Zhang Yuze pun menuruti permintaan kakeknya.
Sesampainya di sana Zhang Yuze pun terkejut dibuatnya. Ini melebihi perkiraannya.
Bukan hanya para tetua sekte Pedang Api, namun beberapa kepala keluarga berkumpul di sana karena undangan Zhang Bai.
Entah apa yang diucapkan pria tua itu untuk membujuk mereka yang biasanya tak terlihat kini malah berkumpul menjadi satu.
Zhang Yuze melihat jika kakek pihak ibunya pun ada di sana. Dengan segera ia pun menghampiri.
"Salam hormat untuk Kakek!" Kedua tangan disatukan sambil membungkuk.
Ming Ji membalas salam cucunya lalu memeluknya penuh rindu. "Syukurlah kau kembali dengan selamat, Nak. Aku sungguh mengkhawatirkan dirimu!" bisiknya.
"Maaf membuat Anda khawatir, Kek!"
Ming Ji lekas menggelengkan kepala lalu tersenyum hangat. "Duduklah! Kau pasti lelah,"
Zhang Yuze pun mengangguk.
Tapi, tidak dengan Zhang Bai. Pria tua itu segera menarik cucunya untuk berdiri di depan aula dan menceritakan pengalaman perjalanannya.
"Coba Yuze, ceritakan pada kami semua tentang perjalananmu! Apa kau sudah menemukan Kuil Naga?" tanya Zhang Bai tanpa basa-basi.
Pertanyaan itu membuat Zhang Yuze kebingungan karena itu adalah rahasia antara dirinya dan Shizen, penunggu Kuil Naga. Tapi, tak memungkiri bahwa ia sempat ingin bercerita pada kakeknya dan melanggar janji pada Shizen.
"Umm, itu...!"
"Ayolah, Tuan Muda, jangan membuang waktu kami! Kami ingin mendengar cerita tentang Kuil Naga." Beberapa tetua dan kepala keluarga berteriak tak sabar.
Zhang Yuze pun menceritakan petualangannya mulai dari bertemu dengan beberapa kultivator hebat sampai mengalahkan monster martial tingkat tinggi. Semuanya terlihat antusias sampai mendengar kesimpulan ceritanya.
"Apa-apaan ini? Setelah semua itu kau tetap tak menemukan Kuil Naga? Ckk, membuang-buang waktu saja!"
Para tetua dan kepala keluarga itupun membubarkan diri tanpa peduli terhadap seruan Zhang Bai. Mereka mengabaikan permintaan maaf pria tua tersebut dan meninggalkannya begitu saja.
Zhang Bai terduduk lesu.
Brak ...
Pintu aula tertutup keras setelah dibanting oleh seseorang.
"Zhang Yuze, beraninya kau mempermalukan Kakekmu!"
...Bersambung ......