Waren Wiratama, 25 tahun adalah seorang pencuri profesional di kehidupan modern. Dia dikhianati sahabatnya Reza, ketika mencuri berlian di sebuah museum langka. Ketika dia di habisi, ledakan itu memicu reaksi sebuah batu permata langka. Yang melemparkannya ke 1000 tahun sebelumnya. Kerajaan Suranegara. Waren berpindah ke tubuh seorang pemuda bodoh berusia 18 tahun. Bernama Wiratama, yang seluruh keluarganya dihabisi oleh kerajaan karena dituduh berkhianat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 16
Empat hari perjalanan menuju ke desa Pacang Jati. Desa yang dikenal tandus. Tidak ada orang yang bisa bertahan lebih dari satu tahun di tempat itu. Meski ada sumber air, tapi daerah itu dekat dengan lautan. Aroma asin, tidak banyak yang bisa menggunakan air disana. Benar-benar sebuah desa yang tidak akan pernah menjadi tempat tinggal yang layak.
Ketika mereka melanjutkan perjalan, meninggalkan desa terpencil di pinggir hutan. Tiba-tiba saja mereka mendengar suara derap kuda yang terdengar begitu cepat mendekati mereka.
"Waspada!" ujar kepala prajurit Arga.
Kepala prajurit Arga berdiri di depan nyonya Wulandari dan yang lain. Sementara Santo dan Badrun memilih menjaga Cikar mereka. Para penduduk desa tadi memberikan beberapa bahan makanan bahkan peralatan masak pada mereka. Setidaknya mereka masih harus menempuh perjalanan penuh dari 5 hari lagi.
Dan tak lama suara ringikan kuda terdengar semakin mendekat. Dari seragam yang mereka kenakan. Itu adalah pengawas kerajaan Suranegara.
"Kepala prajurit Arga!" ujar salah satu prajurit yang berada di atas kuda.
Kepala prajurit Arga maju. Tapi dia tidak kenal dengan pembawa pesan itu.
"Aku adalah kepala prajurit Arga, yang bertugas mengawal pada tahanan pengasingan menuju ke desa Pacang Jati!" dia memperkenalkan dirinya.
Pria yang berada di atas kuda. Segera turun dari kudanya. Memberikan sebuah surat perintah pada kepala prajurit Arga.
"Akan ada rombongan lain yang diasingkan ke desa Pacang Jati. Para pengkhianat dari perbatasan timur. Tiga orang pria, dan dua orang wanita keluarga Hambali. Mereka akan di kawal oleh kepala prajurit Waluya dan lima anak buahnya. Kalian harus menunggu mereka disini. Mereka tidak membawa ransum, karena perbekalan mereka baru saja dicuri oleh perampok. Tunggu mereka. Paham!" kata pria yang bahkan tidak menyebutkan siapa namanya pada kepala prajurit Arga itu.
Warren melihat ke arah pria itu. Sepertinya jabatannya cukup tinggi. Terlihat dari pedang yang ada di tangannya. Pedang dengan tingkatan prajurit level 6. Bahkan lebih tinggi dari kepala prajurit Arga yang hanya level 5. Mungkin karena itu, pria itu bicara dengan begitu arogannya pada kepala prajurit Arga. Bahkan sampai mengangkat dagunya cukup tinggi.
Kepala prajurit Arga sendiri mendengus pelan. Hanya 5 orang tahanan saja, prajurit yang mengawal ada 6 orang. Tapi, kepala prajurit Arga tidak menunjukkan kalau dia merasa tersinggung atau tidak senang. Dengan cepat, dia menerima surat keputusan raja itu dan memberi salam dengan sopan.
"Ingat, jangan tinggalkan tempat ini sebelum mereka datang!"
Pria itu langsung pergi begitu saja dengan. kudanya. Juga diikuti oleh tiga orang anak buahnya yang lain juga naik kuda.
Simin menghampiri kepala prajurit Arga.
"Kepala prajurit, kenapa mereka bisa di rampok. Bukannya prajurit yang mengawal mereka ada 6 orang. Dan kalau mereka semua selamat, kenapa hanya perbekalan yang dirampok?" tanya Simin tak mengerti.
"Iya, lalu bagaimana mereka memberitahu istana, kalau mereka dirampok. Apa ada prajurit yang berlari ke istana, hebat sekali. Perjalanan dari sini ke istana saja 4 hari. Apa mereka lari sepanjang jalan?" tanya Badrun.
Semua pertanyaan dari bawahannya itu sangat masuk akal bagi kepala prajurit Arga. Pada akhirnya, dengan berat hati dia harus bicara jujur pada bawahannya.
Kepala prajurit Arga menepuk bahu Simin dan Badrun yang ada di hadapannya bergantian.
"Kita harus selalu waspada. Aku bahkan belum pernah mendengar hal seperti ini selama jadi prajurit. Mungkin, sebenarnya pihak kerajaan tidak pernah berniat untuk kita sampai ke desa Pacang Jati, lalu kembali lagi ke istana" ujar kepala prajurit Arga.
Wajah Simin, Badrun dan Santo yang fokus menjaga Cikar menjadi pucat. Namun Warren yang mendengar ucapan kepala prajurit Arga segera menganggukkan kepalanya setuju dengan apa yang baru saja di katakan oleh kepala prajurit Arga itu.
Pihak istana, terutama raja Darmawangsa sepertinya memang tidak ingin para prajurit ini juga kembali ke istana. Atau bahkan mereka mengharapkan, rombongan ini tidak akan sampai desa Pacang Jati.
"Kenapa manggut-manggut?" tanya Ken Sulastri pada Warren, "apa kamu paham, apa yang sedang mereka bicarakan?" tanyanya lagi.
Warren segera tersenyum. Mengeluarkan senyuman andalannya yang bukannya terlihat gemas tapi malah membuat orang yang melihatnya emosi. Cenderung ke arah sana pokoknya.
"Kakak, aku mendengar suara nyanyian. Bagus sekali. Aku manggut-manggut karena suara wanita itu merdu sekali"
Ken Sulastri langsung menutup kedua telinga dengan kedua tangannya.
"Wira, jangan menakutiku!" ujar Ken Sulastri yang seluruh tubuhnya tiba-tiba merinding.
"Aku tidak bohong, katanya begini 'kembalikan anakku, kembalikan!' begitu kak"
Ken Sulastri segera menjauh dari Warren. Dan mendekat ke arah Ratna Antika.
"Ada apa Dinda?" tanya Ratna bingung.
"Yunda, Wira mengarang cerita menyeramkan!" kata Ken Sulastri.
"Wira! jangan menakuti kakak iparmu!" tegur nyonya Wulandari.
Warren malah terkekeh.
"Ha ha ha"
Kepala prajurit Arga yang melihat hal itu hanya bisa menghela nafas panjang. Menunggu di tempat terbuka begini, dengan banyak perbekalan di Cikar. Sungguh sangat berbahaya. Tapi mau bagaimana lagi. Itu adalah perintah raja.
Sementara itu di kerajaan. Raja Darmawangsa juga masih tidak bisa tidur nyenyak setiap malamnya. Mengetahui masih ada keturunan laki-laki dari Kusumanegara yang masih hidup. Dia sangat takut mimpinya itu menjadi kenyataan. Dia akan kehilangan kekuasaan karena keturunan Kusumanegara itu akan menghabisinya.
"Gusti prabu. Rapat pagi sudah di bubarkan. Gusti prabu ingin kembali ke istana atau mengunjungi tempat lain?" tanya penasehat Bimantoro.
"Apa sudah ada kabar dari Sariman?" tanya raja Darmawangsa.
"Ampun Gusti prabu, belum ada kabar. Semua prajurit tingkat 5 yang dia bawa juga belum ada yang kembali!" jawab penasehat Bimantoro.
Raja Darmawangsa mengeram marah.
"Tidak berguna!" geramnya.
"Ampun Gusti prabu, tapi hamba sudah mengirimkan beberapa pembunuh bayaran terbaik. Menyamar menjadi tahanan pengasingan juga. Sebentar lagi, Gusti prabu pasti akan mendengarkan kabar baik. Kalau semua keluarga Kusumanegara itu sudah binasa" ujar pria tua berjanggut putih yang sepertinya memang suka menjilatt dan cari muka itu.
Raja Darmawangsa mengangguk satu kali.
"Aku ingin apa yang kamu kata itu benar-benar menjadi kenyataan. Bukan sekedar omong kosong. Sudah dua hari. Sariman itu bahkan tidak ada jejaknya. Jika kali ini kamu juga gagal. Aku akan menghukummu!"
"Ampun Gusti prabu, hamba janji tidak akan gagal!" ujar penasehat Bimantoro dengan tangan yang sedikit gemetaran.
Mungkin sebenarnya dia tidak terlalu yakin. Tapi dia juga tidak mau dihukum.
Sungguh raja yang kejam. Baik itu orang yang bekerja untuknya. Atau yang menentangnya. Sama sekali tidak akan lolos dari kekejamannya. Sungguh kejam, serakah dan egois. Jika raja seperti itu terus menjadi penguasa. Maka sepertinya hanya tinggal menunggu waktu saja bagi kehancuran kerajaan Suranegara.
***
Bersambung...
lanjutkan di tunggu up berikut nya