NovelToon NovelToon
The Price Of Affair

The Price Of Affair

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pelakor / Suami Tak Berguna
Popularitas:9.4k
Nilai: 4.9
Nama Author: Maple_Latte

Sinopsis

Arumi Nadine, seorang wanita cerdas dan lembut, menjalani rumah tangga yang dia yakini bahagia bersama Hans, pria yang selama ini ia percayai sepenuh hati. Namun segalanya runtuh ketika Arumi memergoki suaminya berselingkuh.

Namun setelah perceraiannya dengan Hans, takdir justru mempertemukannya dengan seorang pria asing dalam situasi yang tidak terduga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 18

Di dalam ruang periksa, Arumi duduk di depan meja dokter dengan wajah lelah. Matanya tampak kosong, tubuhnya sedikit membungkuk.

Dokter meletakkan hasil pemeriksaan di atas meja sambil menatap Arumi dan Hilda dengan tenang.

“Bu Arumi, dari hasil yang kami dapat, kondisi Ibu saat ini menunjukkan gejala maag berat. Dinding lambung mengalami iritasi cukup serius akibat produksi asam lambung yang berlebihan.”

Arumi mengernyit, pelan bertanya, “Apa karena saya sering mual dan pusing belakangan ini?”

Dokter mengangguk. “Itu salah satu dampaknya. Gejala lain seperti perut perih, kembung, mual, bahkan kadang sesak bisa terjadi jika maag tidak ditangani. Dari keterangan yang Ibu berikan, kemungkinan besar penyebab utamanya adalah stres berkepanjangan dan pola makan yang tidak teratur.”

Hilda menimpali, “Akhir-akhir ini dia memang susah makan, bahkan kadang nggak makan sama sekali.”

“Kalau seperti itu, wajar jika lambungnya bereaksi. Lambung tidak boleh dibiarkan kosong terlalu lama, apalagi dalam kondisi tertekan secara emosional,” jelas dokter. “Saya akan berikan resep obat untuk mengurangi produksi asam lambung dan melindungi dinding lambung. Tapi yang lebih penting adalah perbaikan gaya hidup.”

Arumi diam. Tubuhnya terasa lelah, bukan hanya karena sakit, tapi juga karena beban yang menumpuk dalam pikirannya selama ini.

“Usahakan makan teratur, walau sedikit. Hindari makanan pedas, asam, kopi, dan jangan tidur dalam keadaan perut kosong. Ibu juga butuh istirahat cukup, dan… yang paling penting, jauhkan pikiran dari hal-hal yang terlalu menguras emosi.”

“Terima kasih, Dok,” ucap Arumi pelan.

Begitu keluar dari ruang dokter, Hilda langsung menggandeng tangan Arumi.

“Kita mampir makan dulu ya,” ajak Hilda sambil melirik Arumi yang berjalan pelan di sampingnya.

Arumi menggeleng lemah. “Nggak usah, Hil… Aku mau langsung pulang ke apartemen aja.”

Nada suaranya terdengar lelah, bahkan langkahnya pun tak sekuat biasanya. Hilda meraih lengannya dengan lembut, menghentikan langkah mereka di depan mobil.

“Rum… kamu harus makan. Kamu denger sendiri tadi kata dokter, maag kamu bisa makin parah kalau perut terus kosong.”

Arumi terdiam sesaat, menatap kosong ke arah langit mendung yang mulai menggantung di atas kota. Rasanya seperti dirinya pun ikut kelabu, sepi, hampa, dan dingin.

“Aku tahu, Hil. Tapi aku nggak punya nafsu makan. Setiap kali coba makan, mualnya langsung datang.”

Hilda menatap sahabatnya prihatin, lalu meraih bahu Arumi dan menuntunnya perlahan masuk ke dalam mobil.

“Gini aja, kita nggak perlu makan di luar. Aku beliin bubur hangat aja, kita bungkus, terus makan bareng di apartemen kamu. Setidaknya ada yang masuk ke perut kamu. Please…”

Arumi akhirnya mengangguk kecil.

Mobil mereka pun melaju perlahan meninggalkan rumah sakit. Di sepanjang perjalanan, Arumi menatap ke luar jendela, membiarkan pikirannya melayang. Tentang sakitnya, tentang rumah yang kini terasa hampa, dan tentang Hansel, pria yang pernah ia percaya sepenuh hati, tapi kini bahkan bayangannya pun membuat perutnya melilit.

****

Sesampainya di lobi apartemen, Arumi dan Hilda keluar dari lift dengan langkah pelan. Tubuh Arumi masih terasa lelah, wajahnya pucat, dan matanya tampak sayu. Namun pandangan terarah pada seseorang yang berdiri di depan pintu apartemennya. Sosok yang sangat dikenalnya.

Nayla berdiri cepat, menghampiri mereka dengan wajah cemas. “Rum, Akhirnya kamu datang juga! Aku udah nunggu dari tadi.”

“Mau apa kamu ke sini?” sergah Hilda, berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam menusuk ke arah Nayla.

Nayla menarik napas panjang, mencoba menahan gejolak hatinya. “Aku mau bicara dengan Arumi.”

“Bicara? Bicara apalagi? Setelah semua yang kamu lakukan?” nada suara Hilda meninggi, penuh amarah dan ketidaksabaran.

Nayla menatap balik, tak gentar. “Ini urusan antara aku dan Arumi. Bukan kamu. Jangan ikut campur, Hil.”

"“Apa?!” Hilda nyaris berteriak, wajahnya merah karena emosi. “Kamu.”

“Sudah, Hil.” Arumi memotong cepat, nadanya tenang tapi tegas. Ia menatap sahabatnya dengan mata lelah. “Biar aja. Aku mau dengar, dia mau bilang apa.”

Hilda membuka mulut, ingin membantah, namun melihat sorot mata Arumi yang tak bisa diganggu gugat, ia mengurungkan niatnya.

"Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Arumi pelan. Wajahnya tampak pucat, sorot matanya redup tapi tetap tenang.

Nayla menggenggam jemarinya sendiri, lalu mengangkat kepala, menatap Arumi lurus-lurus.

"Kapan kamu akan bercerai dengan Hansel?"

Sekejap, suasana membeku. Pertanyaan itu menghantam seperti tamparan keras di tengah keheningan.

Hilda yang baru saja berdiri beberapa langkah dari mereka, spontan menoleh tajam.

"Apa?!" serunya tak percaya.

Arumi mematung. Ia butuh beberapa detik untuk benar-benar memahami apa yang baru saja didengarnya. Ia sempat berpikir Nayla datang untuk menjelaskan, mungkin meminta maaf, atau mengakui kesalahan yang telah menghancurkan rumah tangganya.

Tapi ternyata, tidak. Nayla datang justru menanyakan kapan dia akan bercerai, seolah status istri itu bisa dia serahkan begitu saja.

“Apa kamu nggak merasa bersalah, sedikit pun?” tanya Arumi, suaranya serak, nyaris berbisik.

Nayla mengangkat dagunya, tanpa ragu, tanpa penyesalan. “Untuk apa? Aku nggak merasa bersalah. Aku mencintai Hansel, dan Hansel mencintai aku. Nggak ada yang salah dengan itu.”

Ucapan itu menusuk lebih dalam dari pisau mana pun.

Arumi menatapnya lama, sebelum akhirnya tersenyum, sebuah senyum kecut yang menyembunyikan ribuan luka yang belum sembuh.

“Apa kamu nggak punya malu?!” bentak Hilda, matanya menyala penuh kemarahan. Suaranya menggema tajam.

Ia maju selangkah, menatap Nayla seolah ingin menamparnya kapan saja.

“Setelah tidur dengan suami sahabat sendiri, kamu masih bisa berdiri di sini, bicara tanpa rasa bersalah?! Kamu benar-benar, menjijikkan!”

Nayla menegang, tapi tetap bertahan dengan sikap angkuhnya. “Aku hanya jujur, Hil. Aku dan Hansel saling mencintai. Apa itu salah?”

“Salah?! Kamu pikir cinta itu pembenaran buat mengkhianati orang lain? Kamu merusak rumah tangga orang, Nayla! Kamu hancurkan hidup sahabatmu sendiri, dan sekarang kamu berdiri di sini, seolah dengan pembenaran yang salah!”

Arumi menunduk, menggenggam erat ujung bajunya sendiri. Hatinya terasa dicekik, tapi ia diam.

Hilda mendengus, wajahnya merah padam. “Kalau kamu masih punya sisa harga diri, kamu nggak akan muncul di sini dengan menanyakan kapan Arumi akan bercerai!”

"Apa ini wujud kamu yang sebenarnya?" Tanya Arumi.

"Bertahun-tahun kita kenal, ternyata aku baru tahu, semurahan itu kamu." Tambahknya lagi.

“Apa ini wujud kamu yang sebenarnya?” tanya Arumi pelan, tapi setiap katanya menampar keras. Tatapannya tajam menusuk Nayla, seperti melihat orang asing yang tak pernah ia kenal sebelumnya.

“Bertahun-tahun kita bersahabat… ternyata aku baru tahu, semurahan itu kamu.”

Nayla terdiam. Wajahnya mengeras, tapi matanya berkedip gelisah, seperti baru sadar bahwa kata-kata Arumi jauh lebih menyakitkan daripada teriakan.

“Aku nggak semurah itu, Rum. Aku cuma mencintai orang yang kebetulan adalah suamimu.”

Arumi mengangguk pelan, bibirnya melengkung tipis, senyum yang nyaris seperti ejekan pada diri sendiri. “Kebetulan? Lucu. Jadi kamu kebetulan tidur dengan suami sahabatmu? Kebetulan bohong setiap kali kita ketemu? Kebetulan menusuk dari belakang sambil pura-pura peduli, dan kebetulan Menikah, begitu maksud kami?!"

******

Support author dengan like, komen dan subscribe cerita ini ya, biar author semangat up-nya. Terima kasih......

1
Cucu Siti Hodijah
arumi bodoh, selingkuh itu penyakit pasti bakal diulang lg
ima s
bagus
Hanny
Aduhhhhhh seru thor. nex thor
Nurul Boed
Jangan² hansel yang mandul 🧐🧐
Waryu Rahman
betul kk..aku juga pas baca kok nyambung nya ke KAI.. GK cocok kayanya
Maple latte: Terima kasih atas pengertiannya kak❤️❤️❤️
total 1 replies
Yunita aristya
padahal sudah cocok Lo kak😁
Maple latte: Maaf karna mengecewakan ya kak🙏🙏🙏
total 1 replies
WOelan WoeLin
mungkin cerita KAI bisa dipisah jadi cerita sendiri
smangat terus thor 💪💪💪
Maple latte: Terima kasih atas pengertiannya kak ❤️❤️❤️❤️
Ben Aben: Setuju kak
total 2 replies
Nana Colen
nah betul orang seperti harus digituin 🤣🤣🤣
Yunita aristya
ternyata Maya meninggal
Eris Fitriana
Arumi ajakin jdi model aja Hil... biar Arumi jadi bintang yang terang... dan nanti ketemu pagi sama Kai...🤩🤩😍😍
Eris Fitriana
Aaah sukanyaa ternyata ada Irish, Ethan dan Kai... Wiiih Arumi calon nyonya Kai dong... mantaf Thor lanjuuuttttt...😍😍😘😘
WOelan WoeLin
next kak
Nurul Boed: Good Arumi,, Cukup sekali mengalah 😍😍
total 1 replies
Nurul Boed
wah wah ternyata masih ada hubungan dngn novel sebelumnya,, wah kirain sma maya

gpp lah lepas dari hansel
ketemu kai... Arumi menang banyakkkkk 😍😍😍😍
Yunita aristya
kirain kai sama Maya , wah gimana nasib Maya sama Nita thor
WOelan WoeLin
lanjut thor 💪💪💪
Waryu Rahman
part nya kurang panjang
WOelan WoeLin
lagi kak
Hanny Bund
kok dobel Thor part ini
WOelan WoeLin
lagi kak
WOelan WoeLin
next kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!