NovelToon NovelToon
The Secret Marriage

The Secret Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Persahabatan / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Marfuah Putri

Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.

Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.

Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.

Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?

Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.

Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.

Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?

Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?

Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 Minimal Seperti Cha Eun Woo

Cantik, pintar, dan terkenal. Itulah yang orang-orang sebut saat ditanya tentangku. Gadis remaja yang kini duduk di bangku kelas XI SMA Athena, salah satu SMA terkenal di Bandung. Perlu kalian tahu, meski aku tinggal di Bandung sejak lahir tapi aku tidak memiliki darah orang Bandung sama sekali.

Ayahku adalah pegawai di sebuah perusahaan milik negara, beliau asli orang Jawa Tengah, sedangkan ibuku asli orang Surabaya. Adakah di antara kalian orang Surabaya juga? Arek-arek Suroboyo, tunjukkan pesonamu!

Namaku Adelina Putri Ningrum. Seorang selebgram kondang yang memiliki ratusan ribu followers. Tak hanya terkenal di instagram, aku pun mulai merambah dunia tiktok setelah aplikasi itu menyerang negara dengan netizen terbar-bar ini.

Tak heran jika seringkali wajahku menjadi fake photo profil seseorang. Biasanya yang melakukan itu adalah para buaya yang gagal move on. Sengaja memanas-manasi mantanya dengan memajang fotoku sebagai profilnya. Atau ketika membuka aplikasi instagram, kalian akan menemukan fotoku wara-wiri di feed instagram. Biasalah!

Meskipun selebgram terkenal dengan ratusan ribu followers, tetapi aku selalu melakukan edit video maupun fotoku secara mandiri. Aku tidak punya tim ataupun karyawan. Semua kulakukan sendiri. Untuk itulah aku tidak terlalu banyak mengambil job endorsan. Bukan tidak mau uangnya, tetapi aku tidak mau kerepotan sendiri sampai mengesampingkan pendidikanku karena terlalu sibuk membuat konten.

Bukannya tidak mau memiliki tim, hanya saja mengedit merupakan salah satu hobiku. Karena hobi inilah aku bisa terjun ke dunia ini. Dunia di mana hayalan serasa nyata. Dunia dengan tipu muslihatnya yang amat mengerikan.

"Ah ...." Aku merenggangkan otot-otot tangan yang terasa begitu pegal lantaran hampir satu jam mengedit beberapa foto dan video yang baru diambil siang tadi.

"Iya, sebentar!" teriakku ketika suara ketukan terdengar dari arah pintu kamar.

Segera aku bangkit dari meja belajar, melangkah menuju pintu kamar. Kuputar knop pintu, terlihat Bunda yang sudah berdiri di depan pintu.

"Makan malam dulu, Dek." Bunda mengingatkan.

"Iya, Bun. Bunda duluan aja nanti adek nyusul," sahutku.

Bunda tersenyum lantas kembali turun ke bawah.

Aku membereskan laptop dan juga barang-barang yang kugunakan untuk mengedit sebelum turun menyusul Bunda. Merasa meja belajar telah kembali rapi, segera aku melangkah ke luar. Menuruni tangga seraya bersenandung kecil.

"Abang mana, Bun?" tanyaku pada Bunda saat menyadari bahwa anggota keluarga tidak lengkap.

"Abang belum pulang, masih ada bimbingan skripsi. Sebentar lagi kan abangmu mau sidang," jawab Bunda.

Aku menganggukan kepala mengerti. Kemudian segera duduk di tempatku dan mengisi piring dengan nasi dan lauk-pauk buatan Bunda.

"Adek setelah lulus mau kuliah di mana?" tanya Ayah setelah selesai dengan makan malamnya.

"Belum tau, Yah. Adek kan masih kelas XI," sahutku sedikit cuek karena tahu akan kemana arah pembicaraan ayah setelah ini.

"Justru karena Adek masih kelas XI harus sudah mulai mempersiapkannya. Apa Adek masih suka foto-foto di kilogram itu?"

"Instagram, Ayah," koreksiku membenarkan lidah Ayah yang sering kepleset.

"Sama saja ada gram-gramnya," balas Ayah masih tetap ngeyel.

Untung orang tua, kalau bukan udah aku grauk pakek garpu!

"Iya, masih."

Ayah memang tidak terlalu menyukai pekerjaanku menjadi selebgram ataupun tiktokers. Katanya pekerjaan seperti itu gak ada gunanya, buang-buang waktu dan tenaga. Ayah lebih suka aku menjadi dokter atau pegawai negeri, apapun asal punya jabatan dan pangkat yang bagus.

Padahal jabatan dan pangkat nggak menjamin seseorang itu mulia. Buktinya, banyak pejabat berdasi yang justru korupsi.

"Ayah tetap ingin kamu bisa punya pekerjaan tetap dan jabatan, Dek. Contoh abangmu yang sebentar lagi masuk ke perusahaan mobil terbesar se-Asia." Sudah cukup bosan aku mendengar kalimat Ayah yang sama setiap kali kami membicarakan perihal masa depanku.

"Ayah," tegur Bunda yang merasa Ayah yang mulai kelewat batas.

Aku tak marah pada abang karena selalu menjadi kebanggaan ayah. Aku juga tak marah pada ayah yang selalu merasa aku kurang di matanya. Aku hanya tak suka jika ayah sudah membandingkanku dengan abang. Rasanya sakit, tapi tak berdarah.

"Adek tau, Yah. Adek akan berusaha sebaik mungkin untuk bisa masuk ke ITB dan jadi seperti yang Ayah mau," ucapku kemudian bangkit dan berlalu meninggalkan meja makan.

"Dek!"

Panggilan Bunda tak kuhiraukan. Aku tetap melangkah menaiki tangga menuju kamar. Aku merasa ... entah. Sepertinya apapun yang kulakukan selalu saja salah di mata Ayah.

Aku merebahkan tubuh di kasur. Menatap sekeliling langit-langit kamar yang berwarna pink soft, warna favoritku. Saking sukanya dengan warna ini, seluruh kamarku bernuansa pink soft. Mulai dari cat dinding sampai pernak-pernik.

Entah, aku suka saja dengan warna ini. Terlihat cerah dan menenangkan, mengingatkanku pada strawberry cake favoritku setiap kali melihatnya.

Tok! Tok!

"Dek, bunda masuk, ya?" Suara Bunda terdengar dari luar kamar.

"Iya, Bun. Masuk aja pintunya gak dikunci kok," sahutku.

Pintu terbuka, munculah Bunda membawa segelas susu coklat dan toples berisi camilan yang dibuatnya siang tadi. Bunda meletakkannya di atas nakas lalu duduk di tepi ranjang. Aku beringsut dari tidur lalu duduk di samping Bunda.

Jemari Bunda terulur untuk mengelus suraiku dengan sangat lembut. Aku merebahkan kepala di pangkuan wanita yang telah melahirkanku itu. Menikmati elusan lembut Bunda.

"Ucapan ayah jangan kamu masukin ke hati, ya. Ayah nggak bersungguh-sungguh dengan kata-katanya."

"Aku tahu, Bun. Wajar ayah seperti itu, ayah cuma mau yang terbaik kan buat aku." Aku tahu yang terbaik memang kadang menyakitkan.

"Iya, Sayang," jawab Bunda kemudian mengecup keningku.

Aku bangkit dari pangkuan Bunda. Menatap Bunda yang kini telah berdiri.

"Adek buruan tidur, jangan begadang. Bunda turun dulu," pamit Bunda.

Aku tersenyum kemudian mengantarnya sampai ke depan pintu. Setelah Bunda pergi, aku menutup rapat pintu kamar lalu menguncinya.

Ah, menjadi anak bungsu memang tak selalu menyenangkan. Jangan kalian kira anak bungsu itu enak. Kalau nggak jadi babu abang, ya begini, dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan lebih berhasil.

Aku tidak ingin menyalahkan ayah karena selalu membandingkanku dengan abang yang sudah pasti berbeda. Dilihat dari jenis kelamin saja sudah jelas sangat berbeda, apalagi dengan sifatnya.

Aku kembali menaiki ranjang, meraih hapeku di atas nakas. Aku bukan tipe orang yang akan terus memikirkan sesuatu secara mendalam. Bagiku, itu hanya membuatku merasa semakin sakit dan berujung menyakiti diri sendiri.

Aku lebih memilih menyibukkan diri dengan hal-hal yang membuat senang. Misalnya dengan menatap foto-foto yang terpampang di dinding instagramku.

Aku kembali akan mengunggah sebuah foto yang kuambil siang tadi bersama kedua sahabatku, Raina dan Senja. Aku mengunggahnya tak lupa memberikan caption untuk mempermanis unggahan.

"Smile first, deal with everything else later." tulisku dalam caption di bawah foto.

Tak butuh waktu lama, foto yang baru kuunggah beberapa detik itu langsung banjir love dan komen. Sebagian besar dari teman-teman sekolah yang mengenalku sebagai selebgram. Aku menscroll satu per satu komenan itu, sesekali membalasnya sebagai tanda ramah tamah.

Kebanyakan komenan itu memuji parasku yang cantik, mata beloku yang indah ataupun rambut panjangku yang tergerai. Jah, coba saja kalau mereka melihatku tengah bangun tidur, aku yakin mereka tidak akan lagi mengatakan kata-kata itu.

Mereka tidak tahu saja berapa kali aku mengedit foto ini agar tampak sempurna. Maka dari itu, sebagai pelaku dunia yang penuh kepalsuan ini aku tidak pernah percaya begitu saja dengan apa yang disajikan media online. Saat ini banyak orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapat cuan, termasuk membuat berita hoax.

Selesai membalas komen-komen dari para fans, aku kembali berselancar di aplikasi itu. Keahlianku sebagai stalkers handal tiba-tiba muncul begitu saja. Aku mengetikan nama salah satu kandidat calon suamiku di kolom pencarian. Siapa lagi kalau bukan Cha Eun-woo.

Sejak ia membintangi drama korea True Beauty yang sukses membuat namanya melejit, aku mulai menargetkannya sebagai patokan calon suamiku nanti. Minimal ia harus memiliki wajah seperti Cha Eun-woo. Tidak ketinggian bukan standarku?

Disela kegiatan stalkersku, muncul sebuah akun yang menarik perhatianku. Profil dari orang itu mirip sekali dengan calon suamiku-- Cha Eun-Woo. Karena rasa penasaran, aku pun membuka profilnya. Tetapi, tak ada satu pun unggahan di akun tersebut. Sok misterius sekali! pikirku.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!