Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fitnah Lagi
Cahaya sore telah berubah menjadi temaram saat motor sport Xavier berhenti di sebuah trotoar mewah di kawasan pusat kota. Tepat di seberangnya, berdiri sebuah hotel megah bertingkat tinggi yang menyandang nama keluarga Azzura: "ZaZi Imperial Grand Hotel."
Xavier mematikan mesin motor dan menoleh ke gadis di belakangnya. "Kamu yakin mau turun di sini? Aku bisa langsung antar sampai rumah."
Azzura melepaskan helmnya, rambut panjangnya tergerai lembut dan ditiup angin malam. "Gak usah, aku sudah janjian sama Daddy di sini."
Xavier mengangguk singkat. “Baiklah. Hati-hati, Luna.”
Azzura menoleh, tersenyum sekilas. “Dan jangan muncul tiba-tiba di balkon kamarku lagi. Mommy bisa serangan jantung.”
Xavier tertawa pelan, suaranya rendah dan dalam. “No promises.”
Azzura turun dari motor dan melambaikan tangan sebelum berjalan menuju pintu masuk hotel mewah itu. Begitu memasuki lobi, suasana hangat langsung menyambutnya, lantai marmer yang mengilap, lampu gantung kristal bergemerlap, dan aroma mawar segar mengisi udara.
Zion berdiri di dekat sofa ruang tunggu, mengenakan setelan jas abu tua yang disesuaikan dengan dasinya yang gelap. Wajah tampannya langsung berubah cerah saat melihat putrinya.
“Akhirnya kau datang juga, sayang,” ucapnya dengan senyum lega.
Azzura menghampirinya dan langsung menggandeng lengan sang ayah. “Maaf telat. Tadi sempat ada kendala saat di jalan tadi, Dad.”
"Oh, kendala apa?" tanya Zion.
"Ya, biasalah Dad. Namanya juga anak muda," jawab Azzura mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Azzura tersenyum kecil, tidak mungkin bukan dia menjawab jujur. Jika di tengah jalan, mereka membantu seorang gadis yang digigit Vampir.
Zion mengangguk memahami, lalu menurunkan suaranya sedikit. “Gak, apa-apa. Lagian, Papa memang sengaja minta kamu ke sini. Klien Papa malam ini ... agak genit.”
Azzura menaikkan satu alis. “Genit?”
“Iya. Wanita dari luar negeri, punya perusahaan properti juga. Kalau Papa sendirian, nanti Mommy bisa salah paham. Jadi lebih aman kalau kamu temani,” jelas Zion sambil berjalan bersama Azzura ke arah lounge privat.
Azzura tertawa kecil. “Jadi aku ini tameng dari kecemburuan Mommy?”
“Bisa dibilang begitu,” jawab Zion ringan. “Lagipula, kamu tetap anak pemilik hotel ini. Sekalian belajar diplomasi bisnis.”
Azzura memutar bola matanya dramatis. “Kenapa ketemuannya harus malam sih?”
“Karena penerbangannya baru mendarat sore tadi, dan besok pagi dia langsung balik ke negara asalnya. Jadi ... ya hanya malam ini.”
“Baiklah ... asal nanti pulangnya dibelikan es krim,” goda Azzura sambil menyenggol lengan ayahnya.
Zion terkekeh. “Deal.”
Keduanya berjalan berdampingan melewati koridor hotel menuju ruang VIP. Dari kejauhan, staf hotel yang melihat mereka langsung menunduk hormat, menghormati dua orang penting dalam dinasti bisnis keluarga Zion.
Dari kejauhan, di seberang jalan hotel mewah yang megah berdiri, seorang gadis berambut panjang cokelat kemerahan tengah bersembunyi di balik mobil hitam yang diparkir.
Tangannya dari tadi, sigap mengangkat ponsel, memotret momen ketika Azzura turun dari motor sport dan memasuki lobi hotel sambil menggandeng mesra lengan seorang pria dewasa yang tak lain adalah Zion Azlan, sang pemilik hotel.
Cekrek!
Cekrek!
Beberapa detik kemudian, dia beralih ke mode video. Jemarinya yang dicat merah muda menekan tombol rekam, merekam jelas interaksi hangat antara Azzura dan pria paruh baya tersebut.
Senyum licik muncul di wajah Rica.
"Jadi … ternyata benar," gumamnya, suaranya penuh racun iri. "Dia memang punya sugar daddy."
Dia memperbesar gambar wajah Zion di dalam video. Wajah pria dewasa yang rupawan, berwibawa, dengan jas mahal dan aura penguasa siapa pun yang melihatnya bisa tahu dia bukan pria biasa.
Namun, Rica menyipitkan mata. Beberapa detik kemudian, bibirnya melengkung semakin tajam.
“Dan yang lebih gila lagi,” katanya pada dirinya sendiri, suaranya penuh kemenangan. “Sugar daddynya adalah Zion Azlan! Pemilik kampus Asteria dan jaringan hotel internasional?! Serta pengusaha yang terkenal se-asia.”
Dia menoleh ke sahabatnya, Mona, yang sejak tadi berdiri di samping dengan wajah penasaran. Rica menunjukkan video itu sambil berbisik cepat, “Lihat ini. Malam ini, kita unggah. Sekali dia dijadikan bahan omongan lagi, habislah dia.”
Nadine menelan ludah. “Tapi ... Rica, kalau benar itu Tuan Zion ... berarti—”
“Berarti apa?” potong Rica cepat. “Berarti dia licik! Selama ini berpura-pura miskin, padahal ternyata dia peliharaan orang tua! Jelas-jelas dia gak pantas dapet perhatian semua orang.”
Mona tampak ragu. Tapi Rica? Dia sudah tak peduli. Rasa cemburunya pada kecantikan Azzura, pada cara Kenzo melirik gadis itu, bahkan bagaimana Xavier Valens sendiri melindungi Azzura, membakar hatinya.
Dia menatap layar ponselnya sekali lagi, bibirnya melengkung penuh dendam.
“Besok, semua orang akan tahu siapa Azzura yang sebenarnya,” desisnya, penuh kebencian. “Dan kali ini, dia gak akan bisa selamat. Dan lebih bagus lagi, jika Nyonya Zanaya tahu hal ini.”
***
Pagi itu, aroma wangi kopi dan roti panggang memenuhi ruang makan keluarga Azlan. Di meja panjang dari marmer putih itu, Azzura duduk santai menikmati sarapan dengan rambut diikat rapi dan pakaian semi formal.
Zanaya duduk di ujung meja, sedang membuka pesan masuk di ponselnya, sementara Zion dan Zorion membaca berita dari tablet masing-masing.
Namun suasana damai itu tak bertahan lama.
Zanaya tiba-tiba meletakkan ponsel dengan suara cukup keras, menatap putrinya dengan ekspresi serius. “Mommy baru saja dapat telepon dari pihak kampus.”
Azzura mengangkat wajahnya, mengunyah pelan. “Tentang apa?”
Zanaya menyilangkan tangan di depan dada. “Tentangmu yang menghajar beberapa pemuda di kantin kampus.”
Zion dan Zorion serempak mendongak. Zorion meletakkan sendoknya. Zion memicingkan mata.
Azzura menghela napas, lalu mengangguk santai. “Iya, benar. Mereka melecehkan aku.”
“Apa?!” Zion langsung berdiri. “Siapa mereka?”
Zorion juga sudah memasang wajah serius. “Kau baik-baik saja?”
Azzura mengangguk, menatap sang ayah dan kakaknya. “Aku baik, Dad, Kak Ion. Mereka menyentuhku tanpa izin dan menghinaku. Aku cuma membela diri. Di sana juga ada Sania yang membantuku menghajar mereka.”
Zion menepuk meja ringan. “Berani-beraninya anak itu! Siapa nama mereka? Biar Papa yang urus!”
Zorion bersuara rendah, namun tajam. “Aku bisa kirim orang untuk pastikan mereka belajar cara menghormati perempuan.”
Namun sebelum dua lelaki itu bertindak lebih jauh, Zanaya mengangkat tangannya menghentikan mereka.
“Tidak. Kali ini biar Mommy yang urus.” Zanaya berdiri anggun, namun sorot matanya tajam. “Sudah terlalu lama mereka seenaknya memperlakukan Azzura. Aku akan bicara langsung ke pihak kampus. Katanya, pemuda itu anak salah satu pejabat tinggi.”
Zion mengangkat alis. “Kamu yakin, Sayang?”
Zanaya tersenyum tipis, tapi berbahaya. “Yakin. Mereka harus tahu siapa ibunya Azzura.”
Azzura tersenyum kecil melihat sang Mommy begitu percaya diri.