Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.
Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.
Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Dunia yang tak pernah ia tahu sebelumnya.
Mulai saat itu, dunianya pun berubah.
(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Aku duduk sendirian di kelas. Merenungi nasib yang nahas ini. Teman yang kupikir akan ada di waktu-waktu seperti ini, justru lenyap entah kemana.
Mereka bahkan mengeluarkan sumpah serapah terhadapku yang tak tahu apa-apa. Wajarnya, aku tak lagi menganggap mereka seorang teman, tapi aku hanyalah manusia biasa, yang berharap kesalahpahaman kecil ini berakhir dan kami kembali seperti sedia kala.
Aku bahkan tidak mengerti apa yang harus kujelaskan kepada mereka. Yang bisa kulakukan hanyalah menikmati waktuku saat ini. Seorang diri.
Aku sudah mencoba mencari teman baru, bahkan dari kelas lain, tapi hasilnya nihil. Tak hanya gadis di kelasku, semua gadis di sekolah pun sama.
Aku seolah dianggap arwah yang sedang gentayangan. Dengan gadis manapun aku bertemu, mereka sering kali menghindar.
Aku sudah lelah. Mau tidak mau, aku harus menikmati kesendirian ini.
Anehnya aku malah menemukan banyak hal yang bisa dilakukan. Salah satunya, membaca.
Membaca ternyata lebih seru daripada yang kubayangkan. Karena gabut ketika jam istirahat, kuputuskan untuk membaca novel milik ibu yang berdebu dalam lemari.
Ternyata mengasyikkan juga. Walaupun seringkali ada bahasa yang tak kupaham, kata itu kucari dalam kamus bahasa Indonesia yang dulu hanya jadi pajangan.
Bahkan, kamus itu tak pernah kusentuh sedikitpun sejak dibeli. Seluruh halamannya saja masih kinclong, tak ada lecek sedikit pun.
Kupikir orang Indonesia, mana butuh kamus bahasa Indonesia? Ternyata pertanyaan itu terjawab sekarang.
Sembari menikmati rasa asin manis dari makanan ringan, mataku tak luput dari kumpulan kalimat. Menikmati keindahan sastra yang ternyata begitu indah dan dalam.
Baiklah, lain kali, ketika weekend tiba, aku akan mencoba berburu buku.
Untungnya, hal itu cuma terjadi di sekolah. Aku masih punya Viola dan Anna. Yang bisa kutemui saat di Bongori.
Kembali ke rutinitas harianku. Berlatih membawakan sebuah lagu lama yang pernah dibawakan oleh pendahuluku, shapeless judulnya.
Aku suka isi dari lagu ini. Entah mengapa mengingatkanku dengan perasaan yang mendalam tentang cinta. Koreografinya pun tak terlalu susah karena lagunya bertempo sedang.
Ketika waktu menjelang malam. Di mana jam latihan seharusnya telah usai, namun kami masih membentuk barisan dengan ditemani Miss Myeong.
Jika sudah dikumpulkan seperti ini, pasti ada hal penting yang akan disampaikan. Terlebih kehadiran Miss Myeong, yang memiliki banyak makna yang tersurat, juga membuat atmosfir semakin berat.
"Sudah 2 bulan kalian di sini, bagaimana?"
"Lumayan, Miss."
"Senang, walaupun capek."
Berbagai macam jawaban diutarakan. Aku hanya diam. Dua bulan. Mungkin sebentar bagi kebanyakan orang. Tapi bagiku, waktu itu cukup panjang karena banyak hal yang terjadi dalam rentang waktu itu.
"Baiklah, kalau mendengar jawaban positif dari kalian, aku turut merasa senang."
Senyum tipis merekah dari bibirnya. Meski tipis, tak mengurangi keelokannya.
"Kalau begitu, besok kalian akan tampil perdana di acara kita sendiri."
"Hah?! Besok?"
Suara kaget barusan terdengar kompak. Bagaimana pun juga, besok itu tinggal beberapa jam saja.
"Iya, besok," tegasnya. "Lagunya shapeless, harusnya kalian sudah menguasainya 'kan?"
Syukurlah, lagu yang baru kupelajari. Setidaknya lagu itu masih segar dalam ingatan.
"Jangan lupa, besok datang ke sini jam dua siang, dan jangan terlambat!"
"Baik, Miss." Sahut kami serempak.
...----------------...
Tubuhku terasa prima, walau malamnya sedikit susah untuk terpejam. Untung saja tak mempengaruhiku. Bisa bahaya kalau tubuhku sampai lemas, karena hari ini adalah kali pertamaku tampil.
Sebenarnya kurang tepat sih kalau dibilang "pertama" karena aku sudah pernah tampil sebelumnya. Mungkin lebih tepatnya penampilan pertamaku yang sesungguhnya.
Jam delapan malam kami akan tampil. Tapi berangkatnya sudah dari jam satu. Kalau memang informasinya benar tampil jam delapan, berarti ada rentang tujuh jam. Apa mungkin latihan lagi?
Tiba di Bongori, telah ramai teman-temanku. Aku mencari Anna dan Viola di antara mereka, namun tak bertemu. Mungkin mereka belum sampai?
Kudapati dua orang yang menunggu di bangku panjang. Sambil menunggu mereka berdua, aku duduk di bangku itu, mengajak bincang dua orang tadi.
Mereka, Bella Theresia dan Nyoman Dwi Indrani. Dua orang yang lengket bak di lem satu sama lain. Bella terlihat lebih muda, dengan poni menyamping ke kanan dan Indrani gadis bertubuh kurus tinggi dengan mata yang lebar. Mereka sedang cekikikan.
"Eh kalian lihat Viola?"
"Enggak, Kak."
"Sama."
"Kalian enggak gugup? Aku sih gugup bukan main." Tanyaku kembali.
"Yah malah diingetin."
"Iya tuh, kami berusaha ngelupainnya tahu!"
"Oh maaf, kirain kalian enggak gugup."
"Semua orang pasti gugup di situasi begini."
"Iya iya ... maaf banget ya." Ucapku sambil menyatukan kedua telapak tangan.
"Ya udah In, lanjutin ceritamu tadi."
"Iya, terus temenku itu, suka banget sama bias-nya. Ceweknya ini marah gara-gara dia terlalu sayang sama bias-nya, eh ceweknya minta putus. Dia cerita gitu ke gue."
"Wah parah tuh cowoknya." Tanggap Bella.
"Yang paling bikin aku ketawa, bias-nya itu Kak Chika. Andai dia tahu kak Chika aslinya kaya gimana, mungkin dia lebih milih ceweknya."
Sebagai orang yang pernah mendapat sumpah serapahnya, aku sangat setuju.
"Memang fanboy segila itu ya?" Tanyaku.
"Enggak semua sih, cuma kebetulan yang ada di sekolahku begitu." Sahut Indrani.
"Dia tau enggak kalau kamu idol?"
"Entah ya, kayaknya sih enggak tau."
"Iya tuh, kalau dia tau, gimana ya?" Timpal Bella.
"Enggak bakal kok, lagipula aku kan enggak bakal terkenal."
"Tapi kamu manis kok In."
"Manis ... Manis ... Emang bolu!"
Mereka berdua kembali cekikikan. Aku pun turut tersenyum. Sejurus kemudian, staf menyuruh kami untuk berkumpul di basemen.
Aku baru tahu kalau Bongori memiliki tempat parkir yang cukup luas. Meski sekarang nampak lengang. Sebuah kendaraan paling mencolok terparkir di sana. Sebuah bis mini berwarna putih. Polos tanpa corak apapun.
Bahkan bis antar kota pun terlihat lebih modis ketimbang bis ini. Dua orang staf melambai ke arah kami. Berisyarat dengan tangan agar kami segera masuk. Sebagian dari kami berlari kecil. Aku juga mempercepat langkah.
Di luar dugaan, bagian dalam bis nampak kontras dengan bagian luarnya. Barisan kursi yang 2-2 diisi dengan kursi yang cukup besar dan nampak nyaman berwarna merah bercorak kuning dan oranye. Di bagian atas, terdapat kolong yang cukup besar untuk menyimpan barang bawaan.
Di situlah aku mendapati dua wajah yang kukenal. Anna dan Viola yang duduk di tempat yang berbeda. Pantas saja mereka tak bisa ditemukan dimanapun. Ternyata mereka sudah bersarang di sini lebih dulu.
Kupandangi Anna, sedang menatap keluar jendela padahal tidak ada pemandangan apa-apa. Sementara Viola Melambai kecil ke arahku.
Bingung mau kemana, aku mencoba menuruti aba-aba dari Viola. Duduk di kursi kosong tepat di sebelahnya.
"Enggak ngajak-ngajak." Keluhku.
"Hehe maaf, tempat tinggalku kan enggak jauh, Ran, jadi bisa cepat sampai."
"Iya sih, enak bisa ngekos dekat sini."
"Ya, begitulah."
Perbincangan kami terus berlanjut hingga gema suara menghentikan kami.
"Harap perhatian!"
Keadaan sontak senyap. Bis pun mulai melaju.
"Biar kujelaskan tujuan kita. Tujuan kita ke Flow's meet and greet event. Yang tidak punya sesi ataupun jadwalnya kosong akan bergantian menawarkan produk sponsor kita nanti. Di sebuah stan yang telah ditentukan. Semakin banyak yang laku, semakin banyak bonus buat kalian."
Alis Viola terangkat. Wajahnya nampak antusias. "Yes! Bonus!" Gumamnya, "ini waktunya kita cari uang, Ran!" Ucapnya setengah berbisik.
"Hehe," tawaku cukup dipaksakan.
Lirikanku kembali bergeser ke arah Anna. Posisinya tak berubah. Kursi di sebelahnya pun tetap kosong seperti sedia kala.
Tatapannya tak berubah. Seperti sedang menatap kosong dan tak mendengar pengumuman barusan. Memang dia orang yang tak banyak berinteraksi, tapi aku merasa ada banyak hal yang memenuhi pikirannya.
Aku paham karena kami cukup sering bersama.
Aku beranjak dari tempat duduk. Ingin sekadar menanyai kabarnya. Baru berdiri sekian detik, lenganku serasa ditangkap. Kepalaku menoleh. Mendapati Viola menggeleng pelan seakan mengerti apa yang ingin kulakukan.
"Mending jangan ganggu dia deh."
"Kenapa emangnya?" Tanyaku terkejut dengan ucapan Viola barusan.
"Kamu belum tau 'kan kalau dia jadi center nanti."
Pinggulku yang tadinya mengambang kembali mendarat.
"Maksudmu center Shapeless?"
"Iya."
"Aku baru tahu."
"Iya, soalnya dia disuruh oleh miss Myeong langsung."
"Kok kamu tau?"
"Anna sendiri yang cerita."
"Oh ya, aku beneran baru tahu lho."
Di luar dugaan, kedua temanku itu ternyata lebih akrab daripada yang aku duga. Kupikir, aku adalah orang yang paling akrab dengan Anna di sini. Ternyata salah. Bahkan, Viola tahu lebih banyak ketimbang diriku.
"Makanya, daripada kita ganggu, mending kita biarin aja, biar dia bisa fokus."
Apa benar begitu?
"Kalau gitu, oke deh."
Aku menyerah dengan niatku. Semua orang pun merasa gugup. Aku paham betul akan hal itu. Terlebih kalau menjadi center. Pasti tekanannya lebih besar.
Kalau begitu, benar apa yang dikatakan oleh Viola.