Sidney Catrina terlahir dengan nama Sidney Carlotta Thanos, puteri bangsawan Prancis yang berasal dari kota Marseille.
Sidney terkenal sebagai gadis pembangkang, ia menolak memakai nama belakang keluarga dan memilih kabur dari kastil modern yang menjadi tempat tinggalnya sedari dilahirkan ke dunia ketika mengetahui rencana orangtuanya untuk menikahkannya dengan kolega sang ayah yang terpaut usia sangat jauh darinya guna menyelamatkan penyitaan kastil peninggalan kakek buyut Sidney dari hutang yang membelit ayahnya, Alexeus Thanos. Mengakibatkan keluarga mereka mengalami kebangkrutan finansial.
Setelah kabur dari keluarga selama hampir tiga tahun, Sidney di paksa pulang ke rumah dan akan di jodohkan dengan Edxel Leonard Conte yang terlahir sebagai bangsawan Italia.
Bagaimana kelanjutan kisah ini, apakah kali ini rencana Alexius akan berhasil membuat Sidney menuruti keinginan orang tuanya?
Baca ya 🙏
Tinggalkan komentar dan jejak kalian di setiap bab ya reader's kesayangan 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERJAGA DI LELAPNYA MALAM
Beberapa hari kemudian...
Sidney yang tengah terlelap, seketika melonjak bangun seperti sedang bermimpi. Kedua matanya pun masih terasa begitu berat untuk terbuka.
Gadis itu melihat weker di atas nakas. Pukul dua pagi.
"Oh my goodness, siapa yang bermain piano malam-malam begini. Membangun kan orang tidur saja", ucapnya sambil mengucek kedua matanya.
Sidney membuka pintu kamarnya, mengintip melalui celah pintu, tidak ada siapa pun. Namun permainan piano itu terdengar begitu menyayat-nyayat hati. Alunan itu seperti siapapun yang memainkannya sedang mengalami kesedihan mendalam.
Sidney sangat penasaran siapa yang memainkan piano sedemikian rupa. Gadis itu melangkah perlahan dengan menjijikkan kakinya. Bahkan ia lupa memasang jubah tidur, hanya mengunakan pakaian tidur model tanktop tanpa lengan yang terlihat sangat seksi di tubuh putih mulus gadis itu. Terlebih rambutnya pun masih kusut karena tersentak bangun dari tidur lelapnya.
Netra biru terang Sidney, melihat salah satu pintu ruangan yang selalu tertutup rapat itu kini terbuka sedikit. Gadis itu yakin sumber alunan piano dari sana.
Semakin lama alunan piano, semakin menyayat dan suaranya semakin jelas terdengar. Sidney tahu musik klasik yang tengah di lantunkan.
Tanpa bersuara perlahan jemari lentik Sidney mendorong pintu tersebut sedikit, ia ingin mengetahui siapa yang bermain sedemikian rupa. Permainan yang sangat baik.
Gadis itu terdiam di depan pintu. Mendadak tubuhnya diam membeku kala nampak jelas punggung lebar Edxel tanpa tertutup sehelai benang pun tengah menghayati permainan pianonya dengan cahaya remang ruangan yang ternyata banyak terdapat lukisan di sana.
Sidney menghela nafasnya, dengan gerakan pelan ia membalikkan tubuhnya hendak pergi.
"Apa yang kamu cari?".
Suara bariton Edxel menghentikan langkah Sidney. Membuat gadis itu seperti maling yang tertangkap basah.
"Permainan piano mu membangunkan aku", jawab Sidney polos sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan dengan cahaya temaram itu.
"Kemarilah temani aku", ucap Edxel absurd.
Sidney terlihat ragu-ragu, antara masuk atau lari ke kamar melanjutkan tidur. Otaknya memberi perintah untuk kembali ke kamarnya tapi kakinya justru melangkah masuk.
Edxel menatap lekat Sidney yang berdiri di samping piano. Laki-laki itu memperhatikan tampilan Sidney yang terlihat jelas terjaga dari tidurnya. Rambut kusut dengan baju tidur yang menampakkan lekuk tubuhnya. Bahkan gadis itu lupa memakai jubah untuk menutupi tubuh yang terekspos.
Edxel menggeser tubuhnya nya mempersilahkan Sidney duduk di sampingnya. Harum lembut gadis itu tercium tajam di indera penciuman laki-laki itu.
Sidney duduk di samping Edxel yang bertelanjang dada. Otot-otot tercetak sempurna di tubuhnya. Wangi maskulin menyebar memenuhi penciuman Sidney.
Sementara perlahan jari lentik itu menekan tuts.
"Kau bisa bermain piano?", ucap Edxel menatap lekat wajah Sidney yang langsung di jawab gadis itu dengan anggukan kepalanya.
"Kau bisa memainkan ini?". Edxel menekan tuts piano, jari-jari itu begitu luwes ketika menekan tuts. Perlahan Sidney pun menekan tuts di hadapannya. Setiap tuts yang di tekan menghasilkan melody indah dari harmonisasi yang di hasilkan jemari lincah Sidney.
Edxel tersenyum melihat permainan piano Sidney yang bisa mengimbanginya memainkan musik klasik Nocturnes karya Chopin hingga selesai.
"Huhh.." Terdengar nada bangga dari bibir Edxel yang sedikit di majukan nya. "Very good", ucapnya kagum mengetahui kemampuan permainan piano Sidney.
"Ternyata kamu sangat lihai bermain piano", ucap Edxel memberi tepuk tangan pada partnernya itu.
"Rachmaninoff's Piano yang kau mainkan sangat sempurna. Membangun kan tidur ku dan aku penasaran siapa yang memainkannya dengan sangat baik", ucap Sidney berkata jujur alasan kenapa ia kemari.
"Kamu tahu juga Rachmaninoff's?", tanya Edxel menatap pasat gadis di sampingnya.
"Komposisi piano dengan melodi yang indah dan penuh perasaan, sering dianggap sebagai salah satu karya romantis klasik paling ikonik", jawab Sidney dengan lugas dengan kedua mata membulat sempurna.
"Wow ..kamu banyak tahu tentang musik klasik. Ternyata informasi yang aku dapatkan tentang mu masih banyak yang kurang. Termasuk kamu bisa bermain piano dengan baik", ujar Edxel tersenyum. "Apa lagi yang harus aku tahu tentang mu? Apa kamu memiliki kekasih?".
Mendengar pertanyaan itu membuat kedua netra biru gadis itu mengerjap-ngerjap.
Keduanya bertatapan tanpa jarak. Sidney ingin mengalihkan perhatiannya. Namun jemari kokoh Edxel menahannya agar tetap menatapnya.
"Kenyataannya banyak yang aku tidak tahu tentang mu, kamu bukan hanya gadis pembangkang dan ceroboh. Apa yang membuat mu tampak selalu ceria dan bahagia meskipun tengah di rundung duka, hem?", ucap Edxel terdengar begitu lembut untuk pertama kalinya bicara pada Sidney yang tengah berupaya mengkondisikan detak jantungnya.
Debaran itu kian sulit terkendali kala Edxel semakin mendekatkan wajahnya. Sidney diam terpaku, merasakan bibir Edxel menempel pada bibirnya, mengecupnya perlahan. Bahkan kini kedua tangan laki-laki itu membingkai wajah Sidney.
Kecupan ringan telah berganti menjadi lumatan mendalam dan menuntut. Sidney merasakan sesak, hingga mulutnya pun terbuka yang tidak sia-siakan Edxel. Laki-laki itu semakin menjelajahi bibir Sidney.
Gadis itu tidak membalas, pun tidak menolak ciuman tautan itu. Hingga Sidney terdesak dan jemari lentik gadis itu berusaha mencari pegangan sebagai penopang tubuhnya, mengakibatkan ia menekan tuts-tuts piano hingga terdengar keras. Menyadarkan Sidney.
Ia mendorong kuat tubuh Edxel agar menjauh darinya. Keduanya tersadar. Saling bertukar pandang dengan pikiran masing-masing.
Edxel menyugar rambutnya. "Maafkan aku", ucapnya seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Sementara Sidney menatap laki-laki itu dengan tatapan sayu.
Sidney berdiri dan berlari ke kamarnya, sambil mengusap bibirnya yang baru saja di cium Edxel.
"Demi Tuhan apa yang sudah aku lakukan pada gadis itu. Diluar kendaliku", ujar Edxel mengusap wajahnya.
Sementara Sidney bersandar di balik pintu kamarnya sambil menyentuh dadanya yang berdegup kencang. "Tidak. Tidak... Aku tidak boleh bermain perasaan dalam pernikahan ini. Dia benar mengatakan jangan pernah main perasaan karena pernikahan kami tidak ada komitmen apapun selain kerja sama dengan surat perjanjian".
Sidney terdiam. Kini gadis itu bersandar sambil menatap langit-langit kamar. Perlahan jemari tangannya terangkat dan menyentuh bibirnya. Ada gelenyar aneh yang ia rasakan kini yang sulit untuk di ungkapkan dengan kata-kata.
...***...
To be continue
aku harap sih ga nongol kaya si kamfreeet Luisa