NovelToon NovelToon
Oh My God, Aku Punya Harem

Oh My God, Aku Punya Harem

Status: sedang berlangsung
Genre:Zombie / Sistem
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: samsuryati

lili ada gadis lugu yang Bahkan tidak pernah punya pacar. tapi bagaimana Ketika tiba di hari kiamat dia mendapatkan sebuah sistem yang membuatnya gila.

bukan sistem untuk mengumpulkan bahan atau sebuah ruang angkasa tapi sistem untuk mengumpulkan para pria.

ajaibnya setiap kali ke pria yang bergabung, apa yang di makan atau menghancurkan sesuatu, barang itu akan langsung dilipatgandakan di dalam ruangan khusus.

Lily sang gadis lugu tiba-tiba menjadi sosok yang penting disebut tempat perlindungan.

tapi pertanyaannya Apakah lili sanggup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18

Hati Lili terhempas antara kebahagiaan dan kekecewaan. jelang satu minggu kemudian, Real yang ditunggu belum juga kembali.

awalnya dia pikir akan mudah menemukan pria yang memiliki level lebih tinggi dibanding dengan Real. tapi kemudian dia mulai menyadari jika level pria itu agak sulit ditembus.

lalu dia mulai menurunkan levelnya hanya saja hatinya masih saja terpikir tentang Real.

Seperti hari ini ketika dia mulai membuka diri dengan beberapa pria yang dia taksir. tapi pada akhirnya hatinya mulai kembali mendingin.

Lili sepertinya harus mulai berdamai dengan hatinya sendiri.

Langkah Lili lemas saat ia kembali ke rumah. Hatinya seperti laut yang dilanda badai. Pikirannya kacau. “Aku harus move on... Aku harus mencari yang lain...”

hidup di hari kiamat tidak melulu berbicara tentang perasaan. orang harus berpikir ke depan tentang bagaimana bisa hidup kemudian hari. bagaimana harus makan dan berpakaian dan juga berpikir tentang tempat tinggal yang aman.

Yah jalan satu-satunya dia harus menemukan pria yang baik. Bukan pria yang bisa memenangi hatinya.

Lili memang harus berdamai dengan diri sendiri.

Lili masuk ke rumah dengan kepala menunduk tapi sebelum ia sempat menutup pintu, suara berat dan langkah tegas menghentikan langkahnya.

"Lili "

Real berdiri di ambang, tubuhnya tinggi dan kokoh seperti biasa, namun wajahnya lebih pucat dari biasanya. Dingin. Tak terbaca. Mata tajamnya menatap Lili sebentar sebelum ia masuk begitu saja, tanpa sepatah kata.

Lili terpaku. “Real...?” katanya berdegup tak karuan.

“Aku... ke mana saja kau? Kenapa tak kembali atau memberi kabar sedikit pun?” suara Lili terdengar agak gemetar, tapi tetap tegas.

Real membuka sarung tangannya perlahan, lalu melepas rompinya. Gerakannya kaku. “Ada misi. Panjang. Tidak sempat kembali.”

Real memiliki banyak rambut di wajahnya yang membuat Dia terlihat sedikit lebih tua tapi demikian ada aroma maskulin yang tidak bisa dihindarkan.

Penampakan ini membuat Lili semakin bersemangat dan entah kenapa dia menjadi marah dan emosi tanpa sebab.

“Tidak sempat? Bahkan untuk sekadar memberi tahu?” Nada Lili mulai meninggi. “Aku tinggal di rumahmu. Menunggumu setiap hari...”

“Aku tidak memintamu menunggu,” jawab Real datar. Sorot matanya menajam.

Jawaban itu seperti pisau yang menembus dada Lili. Real benar, siapa dia yang memiliki hak untuk menjadi tempat untuk Real kembali.

hubungan mereka tidak sedekat itu.

Tapi ia menahan diri, menggigit bibir bawahnya. “Kau benar,” katanya pelan. “Kau memang tidak pernah memintaku menunggu.”

Hening.

Real tidak menatapnya. Seolah pikirannya sedang di tempat lain terlalu jauh untuk dijangkau. Lili melihat itu. Dan justru karena itulah, hatinya runtuh.

“Real... kalau kau memang tidak berniat menjalani hubungan serius... aku tidak akan memaksakan apa-apa.” Suaranya mulai lirih. “Aku akan pergi. Kau tidak perlu mencegahku.”

jelas Lily merasa sudah mengantisipasi kondisi ini tapi entah kenapa ketika dia berhadapan dengannya hatinya masih tidak berdaya.

ada saja harapan di mana real seharusnya menghentikan dia untuk pergi. Tapi tidak pria itu bahkan tidak bergeming sama sekali.

Akhirnya, Real menatapnya. Dalam sekejap, tatapan dinginnya melunak sedikit. Tapi hanya sekejap.

“Aku tahu kau gadis yang kuat dan cerdas, Lili,” katanya dengan suara berat. “Kau akan menjadi pasangan yang baik... untuk seseorang yang tepat.”

Real memiliki begitu banyak pemikiran tapi tidak satupun yang bisa dibaca oleh Lily.

Hanya saja ucapan itu seperti pukulan terakhir. Lili mengangguk pelan. “Terima kasih,” bisiknya. “Setidaknya kau jujur.”

Ah sebenarnya kejujuran ini agak terlambat Jika saja dia lebih awal menyebutkannya mungkin dulu tidak perlu menunggunya sampai sekarang.

Dan dengan langkah ringan namun hati yang remuk, Lili berjalan menuju kamarnya, tanpa menoleh lagi.

*“Mungkin dia bukan orang jahat... tapi dia jelas bukan orang untukku.”*

Lili berdiri di ambang pintu kamar. Kakinya sudah melangkah, hatinya sudah menetapkan keputusan untuk pergi. Tapi ketika ia melirik ke arah ruang depan, langkahnya seketika berhenti.

Real masih di sana.

Duduk membisu di kursi kayu yang sudah mulai usang, tubuhnya tegap namun tampak kelelahan. Cahaya lampu temaram menyapu wajahnya yang dingin terlalu dingin untuk seorang yang baru pulang.

Tapi Lili melihat sesuatu yang berbeda.

Wajah itu bukan sekadar dingin. Ada yang mengendap di balik tatapan kosongnya. Beban. Luka. Kekecewaan.

Perlahan, Lili menghela napas.

Entah kenapa dia merasa pria itu terlihat begitu kesepian. jadi Ia berjalan mendekat, lalu duduk di sisi Real tanpa sepatah kata. Beberapa detik mereka hanya diam. Sampai akhirnya, Lili yang membuka suara lebih dulu.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

Real tidak langsung menjawab. Bahunya naik turun perlahan. Matanya tetap menatap kosong ke depan.

“Aku tidak ingin bicara soal itu,” katanya pelan. “Tidak malam ini.”

Tapi Lili tidak pergi. Ia tetap duduk di sana, tenang, sabar, menunggu. Hingga akhirnya Real menoleh sedikit dan berkata dengan nada nyaris berbisik, “Banyak prajurit yang gugur di misi terakhir.”

Lili terdiam.

Dia jika menjadi saksi tentang kejadian terakhir di mana beberapa prajurit mati dengan cara meledakkan diri sendiri. mereka semua adalah pahlawan di mata Lili. tapi apa hubungannya dengan real yang terlihat kecewa.

Real melanjutkan, lebih berat, “pafa saat aku kembali... aku mendapati keluarga mereka diusir dari kompleks militer. Rumah yang seharusnya menjadi tempat aman untuk mereka dihilangkan begitu saja.” Rahangnya menegang.

Lili yang mendengarkan begitu emosi, apalagi dia juga mendengar dengan telinganya sendiri di mana prajurit yang tewas itu berpesan agar real sebagai kapten mau membantu menjaga keluarganya yang tinggal.

tapi kenapa keluarga almarhum prajurit diusir?

"ada apa dengan orang di atas, apa mereka tidak menghargai para prajurit yang mengorbankan diri?"

Real tersenyum pahit dan berkata“Katanya, mereka tak lagi berguna. Tak bisa bertarung. Tak bisa memberi kontribusi.”

dia mengingat bagaimana perjuangannya untuk menjaga keluarga ini di pangkalan. ada banyak hari di mana dia tidak bisa tidur dan makan ketika bernegosiasi dengan pemilik pangkalan.

tapi sayang pemilik pangkalan terlalu dingin dan berkata jika hanya orang yang berkontribusi yang berhak tinggal di area itu. Lili mendengarnya juga kecewa.

Hari kiamat Baru berlangsung 1 tahun tapi hati manusia sudah menunjukkan sifat aslinya.

"Dan mereka datang padamu?"tanya Lili

Real mengangguk. “Mereka menangis, berlutut, menyebut namaku sebagai satu-satunya orang yang bisa bantu mereka.” Ia tertawa pahit. “Aku... bukan siapa-siapa di hadapan sistem pangkalan. Aku membuat laporan. Melawan. Bertengkar dengan petinggi pangkalan. Tapi mereka hanya berkata: *ini bukan tempat untuk orang lemah*.”

Lili memejamkan mata. Rasanya seperti dipukul dari dalam.

“Aku bilang aku akan keluar dari pangkalan kalau mereka tetap begitu,” suara Real menegang. “Kupikir... mereka akan mencoba menahanku. Tapi mereka hanya berkata: silakan.”

',Hah, silakan ada kata yang ringan tapi konsekuensinya berat untuk seseorang yang harus menarik begitu banyak manusia yang tidak memiliki kemampuan di pundaknya.

ke mana real harus pergi membawa mereka ke pangkalan yang lebih baik.

Keheningan menggantung lama di antara mereka.

Lili menatap Real. Tatapannya lembut namun kuat. Ada rasa sesak dalam dadanya melihat pria itu begitu kesepian dan terluka di balik sosok kuatnya.

“Dia bukan hanya tentara,”* pikirnya, “Dia manusia. Yang ingin melindungi, tapi dibungkam oleh sistem.”

Tanpa sadar, tangan Lili menyentuh lengan Real. “Kau tidak sendirian,” katanya lembut. “Kau masih bisa memilih... dan aku juga bisa memilih. Mungkin kita bisa berjuang bersama. Bukan di bawah perintah mereka... tapi atas kehendak kita sendiri.”

Real menatapnya. Mata tajam itu kini sedikit bergetar. Tapi ia tidak berkata apa-apa.

Dan untuk pertama kalinya malam itu, keheningan mereka terasa hangat.

Lili diam sejenak, menatap wajah Real yang sedikit lebih tenang daripada sebelumnya. Ia tahu ini adalah saat yang tepat. Hatinya sudah mantap, dan ia tahu apa yang ia inginkan.

Jika tujuan pria ini hanyalah sebuah pangkalan yang selamat, maka Lili memiliki solusinya.

Dengan senyum setengah nakal, ia menyandarkan tubuh sedikit lebih dekat. “Sebenarnya,” bisiknya genit, “masih ada satu solusi yang bisa membuatmu merasa sedikit lebih baik malam ini…”

Real melirik sekilas, alisnya terangkat. “Oh? Solusi macam apa itu?”

Lili menatap lurus ke matanya. “Tapi solusi ini butuh pengorbanan… pengorbanan darimu.” Ia menggigit bibir, bermain dengan kata-katanya. “Kau harus tidur denganku.”

Beberapa detik, hanya keheningan.

Lalu Real terkekeh, tawanya rendah dan lelah. Dia tidak memikirkan apapun hanya berpikir gadis di depannya ini terlalu absurd .masalah di depannya terlalu serius tapi dia menganggap enteng dan malah masih berpikir untuk mengajaknya melakukan yang tidak-tidak.

“Jadi kau masih bisa berpikir mesum di saat seperti ini ya…” gumamnya, mencibir lembut.

“Tentu saja. Aku harus pintar mencari waktu,” jawab Lili, senyumnya melebar.Lili pikir terkadang seks juga bisa membuat hati seorang pria tenang.

Real menggeleng, seolah tak percaya. Tapi ia tidak menolak. Dan malam itu, tanpa banyak kata lagi, mereka membiarkan kehangatan sederhana menjadi pelipur lara atas dunia yang dingin dan penuh kehilangan.

Tak ada yang perlu dijelaskan secara rinci. Tapi cukup bagi Lili tahu, di balik tubuh dingin itu… masih ada seseorang yang bisa disentuh. Dan cukup bagi Real, untuk merasa walau hanya sejenak,bahwa dirinya tidak benar-benar sendiri.

Lily awalnya bersemangat dan selalu tersenyum pada tapi pada beberapa menit berikutnya dia harus menangis dan memohon. seorang pria benar-benar bersifat binatang di mana dia tidak akan berhenti ketika diminta.

Lili harus menyesali apa yang dia minta di awal.

Jika saja waktu bisa diputar kembali.

Malam terus merangkak perlahan. Di atas ranjang yang dingin namun kini terasa hangat oleh kehadiran dua tubuh yang saling berbagi diam, Lili dan Real berbaring dalam hening. Tidak banyak kata-kata setelahnya. Hanya kelelahan yang menyelimuti, juga sesuatu yang jauh lebih sulit dijelaskan,kedekatan emosional yang tumbuh perlahan, seperti benih yang baru menyentuh tanah subur.

Real tertidur lebih dulu. Nafasnya berat, tubuhnya terasa sangat lelah, seolah seluruh beban dunia melekat di pundaknya. Lili menatap wajah itu dalam keheningan. Untuk pertama kalinya, ia merasa dirinya benar-benar dekat dengannya. Bukan sekadar obsesi, bukan sekadar keinginan, melainkan sesuatu yang lebih dalam. Ia menyentuh pipinya pelan, lalu menarik selimut hingga menutupi mereka berdua.

*DING!*

Sebuah suara khas muncul di dalam kesadarannya, seperti bisikan lembut dari dalam sistem:

> \[Selamat! Anda telah menyelesaikan hubungan fisik dengan kandidat pria: Real]

> \[Real resmi menjadi penghuni pertama Harem Anda. Blok R telah terbuka.]

> \[Gudang pribadi telah aktif. Seluruh kebutuhan dan barang konsumsi yang diinginkan oleh Real akan otomatis tersedia di Gudang Blok R.]

> \[Desain gudang menyerupai supermarket dunia lama. Silakan berkunjung kapan saja.]

Lili terbelalak. Matanya menyala dalam redup cahaya. *Supermarket pribadi… hanya untuk Real?* Sistem harem ini benar-benar tidak main-main. Segalanya disiapkan dengan begitu rinci, seolah membangun dunia kecil hanya untuk kenyamanan mereka.

Ia menoleh, ingin membangunkan Real dan memberitahunya. Tapi saat melihat wajah itu lagi—lelaki yang tertidur dalam damai setelah berhari-hari terjaga dan dihimpit masalah—Lili menahan diri. Tangan kecilnya menggenggam tangan Real yang kasar namun hangat.

"Besok pagi saja," bisiknya pelan. "Besok aku akan memberitahumu semuanya… tentang betapa aku ingin menjagamu, juga betapa hebatnya sistem ini."

Dan malam itu, Lili memejamkan mata dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan. Untuk pertama kalinya, ia merasa dunia ini bukan hanya soal bertahan hidup. Tapi juga tentang memiliki seseorang untuk dibagi… segalanya.

1
Afriatus Sadiyah
ceritaanya bagus..👍👍 autornya semangat...💪💪
samsuryati
ok
yanthi
niat hati tuh pingin Tek kumpulin banyak biar bisa maraton, tp keppo, JD g bisa
thor Doble up ya /Grin/
Rani Muthiawadi
kocak bgt
Rani Muthiawadi
cepet lili cari pasangan
Rani Muthiawadi
hhhhh
Rani Muthiawadi
,hadir
Rani Muthiawadi
ya woy
Rani Muthiawadi
ikut deg" an
Rahmat Rahmat
tegang
Rani Muthiawadi
tetap semangat thor
Rani Muthiawadi
semangat thor
yanthi
Tek tunggu Doble nya ya thor
samsuryati: oke tapi nggak sekarang ya say.
total 1 replies
yanthi
bisa jadi rekomendasi ini cerita
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Dewiendahsetiowati: ok deh
samsuryati: makasih tetep dukung aku ya paling tidak komen terus dan beri ide berharga dalam novel ini ,yang kita bentuk bersama-sama.
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!