NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Reno harus menelan pil pahit. Saat ia membuka pintu ruang rawat Shanaya, yang ia dapati hanyalah ranjang kosong dan aroma samar antiseptik. Shanaya sudah pergi. Tanpa pamit. Tanpa jejak. Lagi-lagi, ia kehilangannya.

Tatapan Reno langsung menghunjam ke arah Malika. Tajam. Penuh amarah.

"Kalau aku kehilangan Shanaya... aku pastikan, kamu juga akan ikut hancur, Malika."

Malika mengangkat alis, heran dan tak percaya.

"Reno, kamu kenapa sih? Harusnya kamu lega. Sekarang kamu bebas dari dia."

"Aku mencintainya!" suara Reno meninggi, napasnya memburu. "Dan aku nggak mau kehilangan dia lagi!"

Malika tertawa kecil. Dingin. Menyakitkan. "Cintamu terlalu murahan, Reno. Shanaya nggak pernah menginginkannya."

"Diam!" bentak Reno. Rahangnya mengeras. "Kalau bukan karena kamu, semua ini nggak akan terjadi!"

Malika mendesis, matanya menyipit. "Kamu menyalahkanku?" Ia mendekat selangkah. "Salahkan saja dirimu sendiri dan barangmu itu yang nggak bisa kamu kendalikan."

Reno terdiam. Ucapan Malika barusan menamparnya seperti kenyataan yang selama ini coba ia sangkal. Ia menatap lantai kosong, mencoba menelan semua sesal yang kini menusuk dadanya tanpa ampun.

"Kamu pikir ini yang aku mau?" gumamnya lirih, hampir tak terdengar. "Aku pikir... aku bisa main-main tanpa kehilangan siapa pun. Tapi Shanaya pergi. Dan aku nggak tahu harus bagaimana."

Malika menyilangkan tangan, menyandarkan punggungnya ke dinding. Ia tersenyum miring—tajam, penuh sindiran.

"Dia pergi karena dia pintar, Reno. Dia tahu kapan harus berhenti jadi perempuan bodoh yang nungguin kamu pulang dari ranjang perempuan lain."

"Jangan bicarakan dia seperti itu," suara Reno meninggi, tapi nadanya goyah. "Kamu nggak tahu apa yang dia rasakan!"

Malika mendengus, tak gentar. "Justru aku tahu. Karena aku perempuan. Dan kalau aku ada di posisi dia, aku juga akan pergi."

Reno menatap Malika tajam, tapi matanya memerah. Kali ini bukan karena marah, tapi karena luka. Luka yang ia buat sendiri.

"Shanaya satu-satunya orang yang pernah percaya penuh padaku. Dan aku... aku mengkhianatinya."

"Ya," Malika menjawab cepat, nadanya dingin. "Dan kamu lakukan itu bersamaku." Ia melangkah mendekat, suaranya menurun, nyaris berbisik. "Tapi kamu tahu, Ren? Kamu nggak pernah benar-benar milik aku. Kamu selalu mikirin dia. Bahkan waktu kamu sama aku."

Reno memalingkan wajah. Ia tak bisa membantah. Semuanya benar. Ia hanya menipu diri sendiri.

"Aku harus cari dia," ucapnya pelan. "Bukan untuk minta kembali... tapi untuk minta maaf. Setulus-tulusnya."

"Kamu yakin dia mau lihat kamu lagi?" tanya Malika dengan nada sinis.

Reno menggeleng, pahit. "Mungkin nggak. Tapi itu risiko yang pantas aku ambil. Karena kehilangan dia rasanya jauh lebih menyakitkan daripada ditolak mentah-mentah."

Ia berbalik, meninggalkan Malika yang kini berdiri sendiri, tak lagi tersenyum.

Malika frustasi, "Kenapa sudah di titik ini namamu masin di hatinya, Shanaya!" Tubuh Malika luruh ke lantai, ia kini merasa seperti barang yang ditinggalkan saat sudah tak terpakai lagi.

***

Keesokan paginya, Shanaya berdiri di depan gedung megah bertuliskan SM Corp. Ia mendongak, menatap fasad kaca yang berkilau diterpa matahari pagi. Tarikan napasnya dalam, hembusannya pelan.

"Ini kesempatan bagus, Sha. Ya... walaupun bosnya kayak komodo. Yang penting, gaji tinggi," gumamnya, mencoba menyemangati diri sendiri.

Langkahnya mantap saat memasuki lobi perusahaan tempat ia akan memulai babak baru hidupnya. Namun, sesampainya di depan lift, matanya langsung mengerut. Antrean mengular, dan jam sudah menunjukkan hampir pukul sembilan.

Panik mulai merayap.

"Kalau aku telat, dia pasti nggak bakal lepasin aku begitu aja," desisnya.

Matanya melirik ke kanan, ada satu lift kosong dan pintunya terbuka lebar. Tanpa pikir panjang, Shanaya melangkah masuk. Ia tak sadar bahwa itu adalah lift khusus CEO. Beberapa karyawan yang melihatnya langsung saling pandang, ekspresi mereka antara kaget dan tidak percaya.

Dengan polosnya, Shanaya menyapa ramah, “Lift ini kosong, lho. Nggak mau masuk juga?”

Beberapa orang menahan tawa, yang lain berbisik panik,

“Dia siapa, ya?”

“Baru hari pertama kerja udah cari masalah?”

“Berani banget masuk lift itu…”

Shanaya mengerutkan kening, bingung sendiri. Tapi ketika lift mulai bergerak naik tanpa berhenti di satu pun lantai, kecurigaannya mulai tumbuh.

"Kok... liftnya nggak berhenti ya? Jangan-jangan..."

Pintu terbuka di lantai paling atas. Dan di sana—seperti cuplikan film yang terlalu dramatis untuk nyata—Sadewa berdiri, baru keluar dari ruangannya. Tatapannya menusuk.

Shanaya membeku di ambang pintu. Napasnya tercekat.

Sadewa mengenakan setelan abu gelap, rapi dan berkelas, dengan aura dingin yang bahkan bisa membuat suhu AC kalah. Pandangannya turun dari kepala hingga kaki Shanaya, lalu kembali ke matanya dengan ekspresi tanpa emosi.

“Naik dari lift itu?” tanyanya pelan, suaranya nyaris tanpa intonasi tapi cukup membuat jantung Shanaya berdebar kencang.

“Eh, i-iya… tadi yang satu penuh, dan ini… kosong. Saya pikir, ya, sayang kalau dibiarkan,” jawabnya terbata, tersenyum canggung yang lebih menyerupai meringis.

Sadewa menatapnya sejenak sebelum berbalik dan melangkah menuju ruangannya tanpa sepatah kata.

Shanaya menghela napas panjang. “Selamat datang, Sha. Hari pertama kerja, dan kamu udah bikin kesan pertama yang… wow,” gumamnya lirih.

Baru ia mau membalikkan badan, suara berat Sadewa terdengar dari balik pintu ruangannya yang terbuka.

“Masuk. Jangan berdiri di luar seperti sedang dihukum.”

Shanaya menegakkan punggung, menelan grogi, dan melangkah masuk. Ruangannya luas, bersih, dan minimalis, dengan dominasi warna hitam-putih dan jendela kaca besar yang memperlihatkan pemandangan kota. Shanaya berdiri di depan meja Sadewa, menunggu perintah sambil berusaha terlihat profesional—walau telapak tangannya mulai dingin.

“Duduk,” ucap Sadewa tanpa menoleh, matanya fokus ke layar laptop.

Shanaya duduk hati-hati di kursi tamu.

“Mulai hari ini, kamu asisten langsungku. Kamu juga akan bekerja sama dengan Arya. Bukan sekretaris. Bukan staf marketing. Kamu mengurus semua kebutuhanku—dalam dan luar kantor.”

Shanaya membelalak. “Luar kantor juga, Pak?”

Sadewa menoleh sebentar. “Keberatan?”

Dalam hati Shanaya bergemuruh, “Tentu saja keberatan. Aku calon janda, dan sekarang harus ngurus hidup bos galak di dalam dan luar kantor? Apa kata orang?”

Namun di luar, ia tersenyum kaku. “Tidak, Pak. Saya siap.”

Sadewa menutup laptopnya. “Bagus. Karena kalau tidak siap, kamu tidak akan bertahan lama.”

Shanaya menelan ludah. "Kenapa nadanya kayak ancaman ya..."

“Sekarang ikut. Kita ada rapat di lantai dua puluh tiga. Dan jangan masuk lift itu lagi tanpa izin.”

Shanaya berdiri dan mengangguk cepat. Ia mengikuti Sadewa menuju pintu. Tapi sebelum keluar, ia bergumam lirih, “Komodo banget, asli…”

Sadewa, yang jelas mendengar, menoleh sekilas. Sudut bibirnya sempat bergerak—sekilas, seperti hampir tersenyum. Terlalu tipis untuk dilihat Shanaya.

"Dia unik."

1
css
next 💪💪💪
knp update nya Arsen buk bgt y🫢🫢🫢
Sadewa JD anak tiri 🤔
Hayurapuji: biar cepet tamat dan fokus dimari kak hehehhe
total 1 replies
css
next kakak, tak tunggu karyaMu 💪
Hayurapuji: siap kakak terimakasih
total 1 replies
Nunung Nurhayati
bagus aku suka
Hayurapuji: terimakasih kakak, ditunggu ya updatenya
total 1 replies
Nunung Nurhayati
lanjutkan kakak aku suka novel mu
css
next 💪
Miss haluu🌹
Apa jangan-jangan emg si Reno kampret mandul??🤔
Miss haluu🌹
Suruh aja calon mantu barumu itu, Bue😐
Miss haluu🌹
Reno, lu emg anj!!🔪
Hayurapuji: jangan erosi mak
total 1 replies
Miss haluu🌹
Baru nyadar, Shanaya??😏
Miss haluu🌹
Dih, kocak lu, Ren!😌
Hayurapuji
kalau ada yang kesal sama kelakuan reno, autor mau pinjemin sepatu ini buat nimpuk dia 🤣⛸️
Greenindya
ada yg lebih horor dibanding batu nisan ga🤣🤣🤣
Hayurapuji: hahahah ada kak, batu kuburan
total 1 replies
Miss haluu🌹
Shanaya habis ketemu kulkas lalu ketemu kampret😌
Hayurapuji: kyk gak da tenangnya hidup shanaya
total 1 replies
css
vote ku meluncur kak💪
Hayurapuji: terimakasih kakak, udah nyampai sini
total 1 replies
Miss haluu🌹
Ahaiii langsung gercep nih camer😆
itu jodohmu, Shanaya🤭
Miss haluu🌹
Ngasih kesempatan itu mmg ga salah, Shanaya, tapi.. itu harus ke orang yg tepat! Kalo Reno sama sekali bukan orang yg tepat😟
Miss haluu🌹
Kaget kan, lu, Ren? Dasar suami ga egois, ga guna!
Miss haluu🌹
Reno mau lu apa, sih?? Mau Shanaya atau Malika si kedele item😌
Hayurapuji: dirawat dengan sepenuh hati
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!