Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Lika liku jalan halal.
Malam ini Dindra terus menempel padaku dan tidak ingin jauh dari lenganku. Aku kasihan padanya tapi baru beberapa jam ku mulai cerita untuk berjuang bersamanya. Aku merasa kalah, ingin ku akhiri tapi aku merasa bimbang, aku sedang mengajarinya untuk kuat dan bertahan menghadapi setiap masalah yang ada.
"Sayang, jangan katakan lagi seperti tadi. Abang nggak suka..!!" Ucapku terus terang.
Dindra mendongak memberikan senyum manisnya padaku. Sungguh cantik, iyaa.. istriku sungguh cantik.
"Tapi boleh kan, Bang. Dindra ingin khatam Al-Quran." Katanya.
"Boleh, jelas boleh. Abang tidak akan melarangmu ibadah, tapi ingat kesehatan dan anak kita." Pesanku. Aku memang tidak ingin istriku kelelahan. Informasi dari dokter Gugus rasanya membuatku selalu was-was setiap melangkah.
***
Hari ini keluargaku pamit untuk kembali ke tempat masing-masing, tentunya masih ada pekerjaan yang menanti.
Banyak pesan yang orang tuaku berikan untuk ku juga untuk Dallas, Abangku. Tetap saja kudengar petuah bijak tanpa henti.
Rigi dan Dindra menangis saat Mama Shila dan Mama Nindy menangis. Aku dan Dallas segera menenangkan para istri yang tengah bersedih.
Aku membujuk dan menenangkan Dindra, aku tidak ingin sedihnya malah akan memicu kambuhnya. "Mama dan Papa pasti akan kesini lagi..!!"
Setelah Mama dan Papa pergi, hari ini kami langsung melanjutkan tahap terakhir pengajuan nikah.
POV Bang Herca off..
Dindra menahan tangis di pelukan Bang Herca, dirinya hanya bisa pasrah saat para petugas kesehatan menghujamkan jarum kecil pada lengannya. Pemberian vaksin TT sangat di butuhkan.
Setelah Dindra mendapatkan suntik vaksin tersebut, Bang Herca pun juga melaksanakan hal yang sama demi kesehatan mereka sendiri.
Usai melaksanakan proses tersebut, mereka lanjut pada tahapan pemeriksaan 'fisik'.
"Kami hanya minta surat keterangan saja..!!" Ujar Bang Dallas.
Petugas kesehatan sipil melirik dengan tatapan mencibir. Headset menutup telinga menjadi sambutannya hari ini. Awalnya Bang Herca hanya diam tapi raut wajah culas itu membuat emosinya merangkak naik hingga ke ubun-ubun kepala.
"SOP pada siapapun yang membutuhkan bantuan tenaga kesehatan, salah satunya adalah tidak mengabaikannya." Tegur Bang Herca.
"Hhhh.. jaman sekarang para prajurit muda, merasa berpangkat lalu seenak jidat menabur benih pada wanita sebelum menikah. Tiba giliran proses pengajuan nikah, mereka hanya minta surat keterangan." Ledeknya membuat telinga terasa panas.
braaaaakkk..
Para petugas kesehatan yang lain sampai menoleh melihat garangnya Letnan Herca. Siapa yang tidak mengenali pria tersebut. Sepak terjangnya sudah sering terdengar bahkan sudah dua kali pria tersebut lolos dari maut saat melaksanakan pengamanan wilayah. Dua luka tembak dan luka di sekujur tubuh seakan jauh dari nyawanya.
"Kalau saya sudah menikah, apa yang akan anda lakukan????" Ucap Bang Herca tanpa ampun.
Para rekan petugas medis sudah panik melihat tatapan mata tersebut. Bang Dallas pun sudah menarik lengan adiknya tapi tidak ada pergerakan sedikit pun untuk menyingkir.
"Yaaaa.. kalau ada bukti pernikahan, boleh lah. Mulut boleh berkata tapi nyatanya fakta yang berbicara." Cuitan petugas medis itu semakin membakar amarah Bang Herca.
"Pantas rumah sakit ini tidak ada kemajuan, jadi begini kualitas pelayanan kalian??????" Bentak Bang Herca kemudian mengambil tas milik Dindra dan mengeluarkan dua buah buku, berwarna coklat dan hijau. "Mata bisa melihat ini??????" Di bantingnya buku tersebut di atas meja.
Dindra memeluk suaminya. Amarah Bang Herca membuat seisi ruangan ikut panik. Bang Dallas akhirnya duduk bersantai melihat keributan tersebut. Percuma saja bertindak kalau Letnan Herca sudah mengambil alih tindakan.
"Ini yang anda inginkan??? Sengaja memancing keributan??? Apa yang ingin kalian dengar?? Banyak pasangan abdi negara 'jebol' lebih dulu sebelum menikah???? Mirismu memang benar dan wanita di sebelah saya ini 'retak' memang karena saya, tapi saya menyentuhnya saat saya sudah menikahinya. Administrasi saya yang gagal. Puas kalian dengarnya??? Bikin malu saja..!!!" Satu sambaran tangan memporak-porandakan seluruh berkas dan segala apa yang ada di atas meja.
"Abaaaang.. sudaaah..!!!" Dindra mendorong Bang Herca agar menjauh, jika suaminya sudah marah seperti ini, rasanya bumi pun seakan ikut terbalik.
"Siapa kepala rumah sakit disini???"
:
Om Gugus mengurut keningnya bersama ibu petugas kesehatan yang sudah membuat kegaduhan. Beliau berkali-kali menghela nafas karena lawan bicaranya adalah putra dari sahabatnya sendiri.. Letnan Herca.
"Saya bukan membela Letnan Herca tapi kamu juga salah. SOP tidak memandang dan tidak bisa memaklumi pertikaianmu dengan suami. Tolong pisahkan antara pekerjaan dan urusan pribadi..!!" Ujar Om Gugus sebagai kepala rumah sakit tentara.
Sebagai kepala rumah sakit tentara tentunya Om Gugus harus menyelesaikan segala permasalahan secara profesional, beliau angkat bicara secara formal.
"Kepada Letnan Herca dan Letnan Dallas.. secara pribadi serta sebagai KaRumkit, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya atas ucapan dan perilaku salah seorang petugas kesehatan kami............"
:
"Sh*t, bikin malu saja..!!" Emosi Bang Herca masih juga belum mereda.
Disaat yang sama Bang Dallas melirik Dindra seakan meminta bantuan dari iparnya itu.
Dindra pun paham. Ia segera menghampiri Bang Herca lalu duduk di pangkuannya dan bersandar memeluk manja.
"Abaaaang, jangan marah lagi..!! Si adek kaget..!!" Kata Dindra merajuk, suaranya lembut dan begitu khas layaknya wanita yang mencari perhatian suaminya.
Bang Herca tau, kelakuan Dindra memang gelagat sewajarnya seorang istri. Ia pun terpancing gemas dan meresponnya.
"Siapa yang tidak marah kalau ada manusia sok tau begitu. Kalau saja dia laki-laki pasti sudah Abang ajak gelut."
Paham Dindra sedang membujuk Bang Herca, Bang Dallas pun segera mengajak Rigi keluar dari ruang kerja adiknya.
"Pulang yuk, Bang..!!" Bisik Dindra.
"Tumben ajak pulang. Abang masih harus minta tanda tangan Danyon, baru sah kita." Jawab Bang Herca berusaha tenang menghadapi godaan dari istri sendiri.
"Sayaaaang..!!!" Dindra menyandarkan kepalanya pada bahu Bang Herca, jemarinya menyusuri dagu, leher hingga sampai ke dada.
"Aaaiisshh.. ada-ada saja kau, dek." Bang Herca menyambar bibir Dindra berharap istrinya itu akan tenang tapi ternyata menit yang berjalan malah membuat dirinya tidak bisa tenang, nafas pun mulai tak beraturan. "Pulang yuk, cintaaa.."
"Nggak jadi deh, Bang. Dindra pengen beli cireng lipat."
"Deeekk.. kamu mau Abang bongkar disini????" Nada suara bariton Bang Herca mendadak meninggi.
"Bongkar saja kalau berani." Tantang Dindra dengan sengaja ingin mengalihkan perhatian Bang Herca.
"Oke.. kamu yang minta ya..!!" Bang Herca langsung melepas kancing seragamnya.
Seketika Dindra panik, hatinya mulai resah saat merasakan dirinya duduk di atas sesuatu yang mengganjal. Terbersit rasa sesal tanpa memperhitungkan bahwa suaminya itu ternyata tidak bisa di ajak bercanda.
"Pulang saja, Bang..!!"
.
.
.
.