Gyan Abhiseva Wiguna tengah hidup di fase tenang pasca break up dengan seorang wanita. Hidup yang berwarna berubah monokrom dan monoton.
Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba dia dititipi seorang gadis cantik yang tak lain adalah partner bertengkarnya semasa kecil hingga remaja, Rachella Bumintara Ranendra. Gadis tantrum si ratu drama. Dia tak bisa menolak karena perintah dari singa pusat.
Akankah kehidupan tenangnya akan terganggu? Ataukah kehadiran Achel mampu merubah hidup yang monokrom kembali menjadi lebih berwarna? Atau masih tetap sama karena sang mantanlah pemilik warna hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Dikira Berubah, Ternyata Masi Sama
Masih sangat tidak percaya dengan perintah sang opa yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Mulutnya terkatup rapat selama berada di dalam mobil menuju bandara. Begitu juga dengan Achel yang ada di sampingnya. Di mana kedua orang tua serta kakeknya tak mengantarkan gadis cantik itu ke Bandara. Membiarkan Achel pergi bersama Gyan Abhiseva Wiguna.
Sesekali Achel melirik ke arah Gyan yang tengah memijat kening. Namun, dirinya tak memiliki keberanian untuk bicara. Dia sangat tahu bagaimana mematikannya bisa yang keluar dari mulutnya jika ada yang mengganggunya.
Mengekori Gyan itulah yang Achel lakukan ketika sudah di bandara. Sebenarnya ini bukan kali pertama dia pergi tanpa orang tua. Akan tetapi, ini kali pertama dia pergi bersama anak sulung papa Agha. Mimik wajah Gyan yang mengandung subtitle membuatnya tak banyak bicara apalagi bertanya.
Gyan sedikit merasa aneh dengan sikap Achel sekarang. Gadis yang biasanya berisik, mendadak sangat anteng. Ketika mereka sudah duduk di dalam pesawat pun Achel hanya diam dengan kepala yang menunduk.
"Lu kenapa?" Bukannya menjawab, tapi malah terisak.
Gyan menghela napas kasar. Dia mencurigai sesuatu karena tak akan mungkin putri mahkota keluarga Ranendra dibiarkan pergi menuntut ilmu tanpa diantar oleh keluarga.
Isakan yang begitu lirih membuat rasa iba hadir. Refleks tangan Gyan menyentuh ujung kepala Achel. Hingga gadis itu menoleh ke arah Gyan.
"Don't sad."
Bukannya mereda, air mata Achel semakin deras mengalir. Naluri seorang kakak pun muncul. Segera dipeluknya tubuh Achel.
"Jangan cengeng."
Achel tak menjawab. Tapi, semakin menenggelamkan wajahnya di dada cucu dari Daddy Aksa. Baju yang digunakan Gyan pun basah karena air mata yang tak mau berhenti. Selama mengudara Gyan terus menenangkan Achel. Bagaimanapun Achel adalah adiknya.
Satu jam mengudara mata gadis itu sudah terpejam. Wajah yang basah terlihat sangat jelas. Dengan begitu pelan dan hati-hati Gyan mengusap lembut sisa air mata di wajah cantik Achel. Melihat Achel seperti itu sedikit membuat hatinya tergelitik.
Ditatapnya Achel dengan begitu lamat. Dia merasa ada yang berubah dari Achel. Terutama sikapnya yang lebih kalem dari sebelumnya.
"Ternyata banyak hal yang udah gua lewatkan. Termasuk perubahan lu."
Gyan terus memantau kenyamanan Achel yang tengah terlelap. Bagaimanapun dia tidak boleh menyiakan kepercayaan opa juga kedua orang tua Achel yang menitipkan gadis itu kepadanya.
Lima belas menit sebelum landing, Achel sudah membuka mata. Dia melihat sekelilingnya. Ketika dia melihat ke arah samping, Gyan sudah menatapnya.
"Udah kenyang nangisnya?"
Pertanyaan Gyan membuat Achel memanyunkan bibir. Ingin rasanya Gyan meremas bibir mungil itu. Achel mulai bangkit dari duduknya dan refleks Gyan mencekal tangan Achel.
"Mau ke mana?"
"Toilet." Tangannya pun segera Gyan lepas.
Menatap wajahnya di cermin toilet. Begitu sembab dan juga jelek. Achel menghela napas begitu kasar. Dia berharap kedua orang tuanya mengantarnya walaupun hanya ke Bandara. Namun, hanya sebuah harapan yang tak terealisasikan.
Achel yang tak jua kembali membuat Gyan sedikit gusar. Dia segera menuju toilet dan Achel baru keluar dari sana.
"Kak Gy mau ke toilet juga?" tanya Achel dengan wajah yang tak sesembab tadi.
"Gua mau cari lu, takutnya lu gak bisa pake toilet pesawat."
Lelaki itupun kembali ke kursinya di mana Achel masih berdiri sambil menatap punggung itu dengan sangat kesal.
"Nyebelin mah tetep aja nyebelin!" gerutunya dengan wajah yang ditekuk.
Baru saja pesawat landing dan ponsel mulai diaktifkan, banyak sekali notifikasi pesan yang masuk ke ponsel Gyan. Dia melupakan jika dia kembali ke Singapura bersama Achel. Gadis cantik itu terus membuntuti Gyan. Langkah Gyan begitu lebar sehingga membuatnya kewalahan. Bahkan dia harus berlari untuk mengejar Gyan. Untungnya dia tak memiliki bagasi yang terdaftar.
Napas Achel tersengal ketika dia sudah duduk di kedai kopi ternama di Bandara. Gyan nampak terkejut dan baru mengingat jika dia tak sendiri.
"Bisa gak sih jalannya santai. Achel capek harus lari ngejar Kak Gy."
Omelan Achel terdengar oleh orang yang ada di balik sambungan telepon.
"Anda sedang bersama siapa, Pak Gyan?"
Gyan tak menjawab. Dia malah menatap Achel yang terus mengoceh. Ketika buku menu dia berikan, Omelan itu akhirnya bisa dihentikan.
Gyan kembali melanjutkan perbincangannya dengan asisten sekaligus sekretarisnya. Achel yang juga sudah mengeluarkan ponsel. Walaupun sesekali menatap Gyan memiliki damage tak main-main.
Setiap kali Gyan menatap ke arahnya, Achel akan berpura-pura memainkan ponsel. Lama tak berjumpa ternyata menghadirkan sebuah kecanggungan di antara keduanya.
Makananan pun sudah datang. Achel sudah melahap roti yang dia pesan. Sedangkan Gyan belum menyentuh kopinya sama sekali. Masih sibuk berbincang serius dengan seseorang. Namun, bibirnya terangkat sedikit ketika melihat pipi kembung Achel yang tengah mengunyah makanan sambil menatapnya dengan sinis.
"Dasar ikan buntal!"
Gyan menyudahi telponnya dan mulai menyesap kopi yang dia pesan. Masih tak ada perbincangan di antara keduanya. Seperti dua orang asing. Padahal, mereka sering bertengkar sedari kecil.
"Gua ada meeting. Cepet habisin makanannya." Tak ada jawaban apapun.
Gyan segera bangkit ketika makanan sudah tak ada di meja. Di tengah perjalanan, Achel yang terus melihat ke arah kaca jendela mobil menunjuk suatu tempat.
"Achel mau makan itu."
Atensi Gyan beralih. Pandangannya mulai mengikuti telunjuk Achel.
"Delivery aja pas nanti udah sampe apart."
"Enggak mau. Achel mau makan di tempatnya. Rasanya beda kalau delivery mah." Tetap bersikukuh.
"Setengah jam lagi gua ada meeting, Chel."
"Bodo! Achel tetap mau makan di sana. Atau Achel akan laporin Kak Gy ke Daddy Aksa." Ancaman mulai keluar dari bibir si putri mahkota. Dia sudah mengambil ponsel dan hendak langsung melapor ke singa pusat. Akhirnya, Gyan menyerah sambil menahan kesal.
Wajah ceria sangat kentara ketika mereka sudah tiba di outlet makanan cepat saji favorit Achel.
"Gua kasih lu waktu sepuluh menit buat ma--"
Kalimat itu terhenti ketika Achel sudah membawa banyak sekali makanan. Tak dia hiraukan lelaki yang menatapnya penuh kekesalan. Memilih duduk di meja yang masih kosong.
Gyan sudah menarik kursi di meja yang Achel duduki. Beru juga beberapa jam Achel sudah mulai berulah. Hingga dia harus menahan amarah.
"Mau?" Dia menawari Gyan yang sedari tadi menatapnya dengan api yang sudah berakibat di mata.
Anak tunggal Regara dan Reyn ternyata masih sama saja. Tetap menyebalkan. Baru saja menatap jam tangan yang melingkar di tangan. Ponselnya bergetar.
"Pak, sudah ditunggu semuanya. Bapak masih di mana?"
Melihat Achel yang masih menikmati ayam crispy kesukaannya dengan lahap membuatnya tak tega jika harus memburu-buruinya.
"Lima belas menit lagi," jawabnya pada orang yang menghubunginya.
Namun, Gyan dibuat melongo ketika salah satu pelayan membawa nampan berisi puding, pie juga es krim dan diletakkan di meja. Tatapan penuh emosi mulai dia layangkan. Emosinya sudah gak bisa dia tahan.
"GUA UDAH DITUNGGU DI TEMPAT MEETING, ACHEL!!!!"
...*** BERSAMBUNG ***...
Setelah membaca budayakan tinggalkan komentar, ya.
udah nyosor duluan pas entar di luar neheri malah kebayang terus lagi...😅
molor sehari ditambah 2bulan buset dahhh Dady Aksa nerbener