Seorang dokter muda yang idealis terjebak dalam dunia mafia setelah tanpa sadar menyelamatkan nyawa seorang bos mafia yang terluka parah.
Saat hubungan mereka semakin dekat, sang dokter harus memilih antara kewajibannya atau cinta yang mulai tumbuh dalam kehidupan sang bos mafia yang selalu membawanya ke dalam bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Langit malam menutupi perjalanan Rafael, Liana, dan Luca dengan selimut kelam yang hanya diterangi cahaya bintang samar-samar. Mobil yang mereka kendarai melaju dengan kecepatan stabil, meninggalkan jejak di jalan tanah berbatu yang mengarah ke sebuah lokasi tersembunyi yang ditunjukkan oleh peta tua peninggalan Victor.
Liana menatap keluar jendela, pikirannya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan tentang masa lalu ayahnya. Rafael yang duduk di sampingnya, sesekali meliriknya, merasa ingin mengulurkan tangan untuk menenangkan gadis itu, tetapi menahan diri. Ia tidak tahu sejak kapan, tetapi hatinya mulai dipenuhi rasa takut kehilangan Liana. Ketakutan yang selama ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
“Kita hampir sampai,” kata Luca dari belakang, memperhatikan GPS yang mereka modifikasi untuk membaca koordinat dari peta tua itu.
Tiba-tiba, suara tembakan menggema di kejauhan, membuat Liana terkejut. Rafael segera meraih senjatanya dan menekan pedal gas lebih dalam.
“Mereka menemukan kita lebih cepat dari yang kita perkirakan,” gumam Rafael dengan nada tegang.
Di belakang, sekelompok mobil hitam mengejar mereka dengan kecepatan tinggi. Anak buah Adrian tidak akan membiarkan mereka sampai ke tujuan dengan mudah. Rafael menggertakkan giginya dan berusaha mencari jalan keluar dari pengejaran itu.
Luca segera meraih senjata dari tasnya dan membuka jendela, melepaskan beberapa tembakan ke arah kendaraan yang mengejar mereka. “Kita harus masuk ke jalan kecil di depan. Mungkin kita bisa menghilang dari radar mereka!”
Rafael mengangguk dan dengan cepat membelokkan mobil ke jalan tanah sempit yang dipenuhi pepohonan tinggi. Liana mencengkeram kursinya erat, napasnya tertahan saat mobil melompat melewati tanah yang tidak rata.
“Aku harap kita tidak mati di sini,” gumam Liana dengan suara lemah.
Rafael menoleh sekilas padanya, dan tanpa sadar tangannya terulur, menggenggam tangan Liana dengan erat. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi di antara pepohonan. Dalam kegelapan, mereka harus mengandalkan insting dan peta digital untuk menemukan jalur yang aman. Luca terus mengawasi belakang, memastikan mereka tidak lagi dikejar.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti seumur hidup, akhirnya suara mesin mobil lain mulai meredup. Mereka berhasil lolos untuk sementara. Rafael melambatkan mobil, menepi di sebuah tanah lapang yang dikelilingi hutan.
“Kita harus istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan,” kata Rafael sambil menghembuskan napas panjang.
Liana mengangguk dan keluar dari mobil, berjalan menjauh sebentar untuk menenangkan diri. Angin malam yang sejuk menyentuh wajahnya, namun ia masih bisa merasakan ketegangan yang tersisa di tubuhnya.
Rafael berjalan mendekatinya tanpa suara, berdiri di sampingnya. “Kau baik-baik saja?”
Liana menghela napas. “Aku tidak tahu. Rasanya seperti dunia yang kukenal semakin menjauh. Semakin dalam kita masuk ke dalam misteri ini, semakin aku merasa kehilangan diriku sendiri.”
Rafael menatapnya, lalu tanpa berpikir panjang, ia mengangkat tangan dan menyelipkan helaian rambut Liana yang tergerai ke belakang telinganya. Sentuhan itu membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
“Kau tidak kehilangan dirimu, Liana. Kau hanya sedang mencari jawaban.”
Liana mendongak, menatap mata Rafael yang penuh dengan ketulusan. “Dan kau? Kenapa kau begitu peduli?”
Rafael terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Karena aku tidak ingin kau kehilangan dirimu sendiri.”
Hening. Hanya suara angin yang berhembus pelan di antara mereka. Liana menatapnya, mencari kepastian dalam sorot mata tajam pria itu. Sebuah perasaan yang hangat dan asing mengalir di dadanya. Ia tidak tahu harus berkata apa, tetapi dalam hati, ia menyadari sesuatu—perasaannya terhadap Rafael mulai tumbuh lebih dari sekadar sekutu dalam pertempuran ini.
Sebelum salah satu dari mereka sempat mengatakan sesuatu, suara Luca memecah momen itu. “Maaf mengganggu, tapi kita harus pergi sekarang. Aku menemukan sesuatu tentang peta ini.”
Rafael dan Liana segera kembali ke mobil. Luca menunjukkan peta yang telah ia pelajari selama perjalanan. “Ada sebuah tempat yang disebut ‘Kuil Bayangan’ di daerah ini. Menurut legenda, kuil itu menyimpan sesuatu yang sangat berharga, mungkin juga informasi yang bisa menjatuhkan Adrian.”
“Kuil Bayangan?” Liana mengulanginya dengan alis berkerut.
Luca mengangguk. “Dan yang lebih buruk, Adrian juga mungkin sudah tahu tentang ini.”
Rafael mengepalkan tangannya. “Kita tidak bisa membiarkan dia sampai lebih dulu.”
Tanpa membuang waktu, mereka kembali melaju, menuju lokasi yang tersembunyi dalam peta tua itu. Namun, mereka tidak menyadari bahwa seseorang telah mengawasi pergerakan mereka dari jauh. Seseorang yang segera mengangkat teleponnya dan berbicara dengan suara dingin, “Mereka menuju ke arah yang benar. Kita harus bersiap menyambut mereka.”
Apakah Rafael, Liana, dan Luca akan berhasil menemukan rahasia yang tersembunyi di Kuil Bayangan sebelum Adrian? Ataukah jebakan telah menunggu mereka di sana?