Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Don't Play With Me
Cherry masuk ke dalam kelas sambil menenteng tas. Ia tidak melihat ke kiri maupun kanan, hanya lurus menuju kursinya. Dalam hati ia sangat berharap hari ini tidak bertemu dengan Drake.
Cherry segera menempati tempat duduknya yang terletak di tengah-tengah. Menyimpan tas di samping meja lalu merogoh tasnya untuk mengambil beberapa buku dan alat tulis lainnya.
Cherry memperlambat gerakannya kala melihat ada sepasang sepatu yang sedang berjalan ke arahnya.
"Hai, anak manja," sapa Drake dengan tawa cemoohannya. Senyum merekah di wajahnya yang tampan namun menyebalkan.
Cherry memutar bola matanya malas. Abaikan saja anak nakal itu, tak ada gunanya juga meladeni dia. Pun ia duduk tegap lalu meletakkan semua alat tulisnya di meja.
Cherry benar-benar mengabaikan Drake.
Drake mencondongkan tubuh, berusaha mengintip ekspresi Cherry yang terus menunduk seakan menghindarinya.
"Hai, kau mengabaikan ku?" tanya Drake mendekatkan wajahnya ke wajah Cherry.
"Enyahlah," pekik Cherry mendorong wajah Drake menjauh darinya. Tak sedetikpun ia bersitatap bersama anak laki-laki yang terus mengganggunya itu.
Drake tersenyum smirk. Ternyata bukan dugaannya saja. Cherry benar-benar mengabaikan dirinya.
"Aku bilang ayo kita pulang sekarang," tiru Drake dengan nada merengek yang berlebihan. Sedang menirukan bagaimana kemarin Cherry merengek pada ayahnya. Senyum sumbang mengembang di bibirnya.
Cherry mendengus, mengangkat kepalanya dengan berani menatap tajam wajah Drake yang sangat-sangat menyebalkan.
"Diam atau aku akan menusuk tenggorokan mu itu!" ancam Cherry, tak main-main.
Drake terkekeh, pura-pura ketakutan. "Takutnya...," ucapnya sambil mengangkat kedua tangan seolah menyerah. Namun sorot matanya tetap meledek gadis di depannya.
Cherry mengepalkan tangannya, menahan amarah yang terasa hampir meledak. Pagi hari yang sial. Gadis itu memejamkan mata, mencoba untuk bisa lebih sabar. Rasanya ingin sekali ia menendang wajah songong itu sampai puas. Tapi ia harus menahan diri. Jika ia membuat keributan pasti guru akan melapor lagi pada Morgan.
Mungkin lebih baik baginya untuk tidak berada di kelas sampai jam belajar berbunyi.
Cherry menggebrak meja pelan lalu berdiri.
"Hai, anak manja. Lihat apa yang aku punya!" Drake mengeluarkan tangannya dari balik punggung, menunjukkan bra pink milik Cherry yang ia temukan di kolong meja gadis itu.
"Goodness," gumam Cherry. Gigi giginya menggelutuk menahan kesal. Darahnya pasti mendidih karena kelakuan Drake yang keterlaluan.
Drake tersenyum puas melihat Cherry yang tampak marah. Ia mengayunkan bra itu bagai bendera kemenangan.
"Kembalikan itu!" pinta Cherry, suaranya pelan namun menusuk. Gadis itu memandang musuh pada anak laki-laki di depannya.
Drake terkekeh. "Mau? Ambil sendiri kalau bisa!" tantangnya.
"Anak manja ternyata suka memakai bra berwarna pink."
Cherry menggeram dan matanya menyala.
Secepat kilat tangan Cherry terangkat mengambil bra nya, namun sayang Drake lebih cepat darinya.
Drake tersenyum smirk. "Payah. Apa hanya segitu loncatan mu? Pasti susah meloncat karena buah dada mu terlalu besar kan?" ledeknya. "Ambil saja kalau bisa," tantangnya lagi, kini mengangkat setinggi mungkin bra milik Cherry.
"Kembalikan itu padaku!" pinta Cherry, meloncat-loncat berusaha meraih bra nya.
Drake terus tersenyum, menikmati pemandangan di hadapannya. Tanpa ia sadari telah menatap Cherry cukup lama dan intens.
Cherry tak mau menyerah. Ia tak ingin bra itu terus menjadi bahan ejekan Drake. Ia terus berusaha hingga akhirnya kakinya malah terkilir. Tubuh gadis itu terdorong ke depan dan tanpa sengaja menempel di dada Drake.
Keduanya terdiam seketika. Tangan Drake pun tanpa sadar turun. Drake terdiam, wajahnya sedikit memerah, dan jantungnya berdebar kencang melihat wajah Cherry dengan jarak yang terlalu dekat.
Posisinya dengan Cherry saat ini tiba-tiba menjadi bahan tertawaan yang lainnya.
"Diam!" perintah Drake lantang.
Suasana kelas seketika hening kembali, tapi semua mata masih tertuju pada mereka. Cherry merasa seluruh darahnya naik ke wajah.
Drake mengendurkan pegangannya sejenak, kesempatan yang langsung disambar Cherry. Dengan gerakan cepat gadis itu merebut bra-nya.
"Gotcha!" Senyum kemenangan pun mengembang di bibirnya.
"Shit." Drake mengumpat pelan, kesal pada dirinya yang lengah.
Cherry menjulurkan lidahnya sambil menarik kelopak matanya, meledek Drake yang kalah darinya.
Alih-alih marah Drake justru malah seperti orang terhipnotis, hanya diam menatap Cherry. Dia merasa detak jantungnya justru berdebar semakin cepat dan wajah Cherry yang biasanya membuatnya kesal kini justru terlihat imut.
Drake segera menggelengkan kepalanya keras-keras, menepis semua rasa dan pikiran yang sesaat itu. Apa-apaan itu? Ia tidak boleh terpengaruh oleh gadis manja yang menyebalkan itu. Dengan langkah gontai ia kembali ke kursinya.
...----------------...
Cherry berjalan santai di halaman sekolah, salad buah yang ia dapatkan dari kantin digenggam erat. Ia sedang menuju ke perpustakaan, hendak memakan salad sambil membaca buku di halaman perpustakaan.
Sebuah bola basket meluncur cepat, mengarah tepat ke wajah Cherry. Gadis itu masih asyik dengan pikirannya sendiri sambil terus menunduk menatap jalan, tak menyadari ada bahaya yang mengintainya.
"Cherry, awas!" teriak Kylie, salah satu sahabatnya yang kebetulan ada di belakang.
Cherry mendongak, matanya membulat sempurna tatkala melihat bola basket tersebut semakin dekat. Lagi? Kenapa nasib buruk terus saja menghampirinya? Jantungnya berdebar kencang, Cherry memejamkan matanya erat. Meski tahu bahwa bola tersebut sudah dekat, gadis itu tetap berusaha untuk menghindar.
Tiba-tiba sebuah tangan kekar menjulur dan menangkis bola itu. Drake, sang kapten bola basket yang terkenal tampan dan sedikit nakal, berdiri di belakang Cherry dengan tatapan tajam mengarah pada anak-anak basket lainnya.
Bola basket itu memantul dan mendarat di kaki anak-anak yang tadi melemparnya. Mereka terdiam dan menunduk saat melihat Drake yang marah.
"Siapa yang melemparkan bolanya?" tanya Drake, aura pemimpin yang kejam ketara sekali di wajahnya saat ini.
Cherry menoleh ke belakangnya. Drake? Laki-laki itu yang melindungi dirinya? Keningnya berkerut dalam. Sebenarnya laki-laki di belakangnya ini kenapa?
Padahal kemarin dia juga melemparkan bola basket pada dirinya, tapi saat orang lain yang melakukannya dia membantu menangkis dan terlihat marah. Aneh sekali.
"Aku tahu aku tampan, tidak perlu menatap ku begitu dalam, atau kau akan jatuh cinta padaku," ucap Drake dengan percaya diri, menunduk untuk menatap mata Cherry. Ia menyunggingkan senyum percaya diri.
"Tch." Cherry berdecak dan memutar bola matanya malas. "Ayahku jauh lebih tampan darimu."
"Drake, kemarin kau juga melemparnya dengan bola basket, jadi kenapa kita tidak boleh melakukannya juga?" tanya salah satu dari mereka.
"Siapa yang menyuruhmu melempar bola basket?" tanya Drake dingin.
"Yeah, tidak ada yang menyuruh. Kami hanya ingin bersenang-senang."
"Zee, pukul wajah dia dengan bola basket!" perintah Drake.
"Apa yang kau lakukan?" pekik Cherry, namun tak diindahkan oleh Drake.
"Jika kau tidak bisa melakukannya, berikan bolanya padaku, aku yang akan melakukannya," pinta Drake. Maju satu langkah dan berdiri di depan Cherry.
Zee pun melemparkan bola basket tersebut pada Drake dan Drake langsung melemparnya kembali, tapi bukan pada Zee, melainkan pada anak yang telah melemparkan bola itu pada Cherry, bola itu memukul tepat ke kepalanya.
"Aku tidak pernah menyuruh kalian meniru apapun yang aku lakukan," ujar Drake tegas. "Aku juga tidak mengajarkan kalian untuk mem-bully."
"Adapun yang aku lakukan pada Cherry, hanya aku yang boleh melakukannya. Kalian akan tahu hukumannya jika berani mengganggunya, bahkan kalian tidak diizinkan untuk menyentuh sehelai rambutnya pun," tegas Drake.
Di belakangnya wajah Cherry memerah secara alami. Ia ingin menyangkal rasa bahagia itu, tapi sayang tak bisa. Tangannya menangkup pipi. Apa yang terjadi padanya? Kenapa merasa senang mendengar Drake berkata seperti itu?
Cherry menggelengkan kepalanya. Tidak. Ia tidak boleh terbawa perasaan sesaat. Drake mungkin melarang orang lain mem-bully-nya, tapi bukan berarti Drake juga akan berhenti.
Drake membalikkan tubuhnya kembali menghadap Cherry. Dua tangannya disimpan di saku celana, ia harus menunduk untuk menatap wajah Cherry, bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Hei, Anak manja, apa kau tersentuh dengan kata-kata ku?" godanya.
"A,-apa maksud mu?" sentak Cherry. Ia mendongak tapi matanya tak berani beradu pandang bersama Drake.
Drake mengeluarkan tangan kanannya, digunakan untuk mencubit pipi Cherry dengan gemas.
"Aku hanya tidak suka mainanku disentuh oleh orang lain," ungkap Drake santai.
Cherry menepis tangan Drake dari pipinya. "Siapa yang mainan mu? Aku bukan mainan mu."
Drake tersenyum sambil melihat ke arah lain. "Yeah..., kau memang bukan mainan ku, kau anak manja yang selalu menempel pada ayahmu."
"Apa kau ingin ini?" Cherry menunjukkan kepalan tangannya yang kuat.
Drake terkekeh. Lagi-lagi ancaman Cherry hanya terlihat seperti seekor kucing yang sedang marah. Ia tidak bisa takut hanya karena itu.
"Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Drake, kali ini wajahnya lebih serius dan tak main-main.
"Tidak," jawab Cherry tegas.
"Kenapa kamu tidak memakai lagi kalung kupu-kupu biru yang dulu sering kamu pakai?" tanya Drake.
"Hei, aku sudah bilang kau tidak boleh bertanya. Apa kau tuli?" gertak Cherry, menatap tajam Drake.
"Apa kau menjualnya?" tanya Drake lagi. Ia tidak menghiraukan ucapan Cherry yang bukan jawaban yang diinginkannya.
"Itu urusan ku. Kenapa aku harus memberitahu mu?" Cherry memberi side eyes yang tajam padanya. Ia tidak ingin terus berhadapan dengan laki-laki menyebalkan ini, makanya ia menyerobotnya, dan memilih untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Tapi siapa yang menyangka kalau Drake malah mengikutinya.
"Aku hanya ingin tahu saja. Soalnya kau terlihat cantik menggunakan kalung itu. Sangat disayangkan dijual. Apa ayahmu sudah tidak sanggup membelikan mu jajan sehingga kalian terpaksa harus menjual kalung itu?" cerocos Drake terus mengikuti langkah Cherry.
Cherry terus berjalan tanpa mengindahkan ucapan Drake.
"Hei, jika kau mengabaikan aku dan tidak menjawab pertanyaan, aku sumpahi agar kau menjadi tuli sungguhan," ancam Drake.
Cherry mendengus sinis. Dengan cepat ia berputar seratus delapan puluh derajat lalu melayangkan tendangan tepat ke selangkangan Drake.
"ARGH!" Drake meraung kesakitan, tangannya refleks memegang benda pusakanya yang terkena tendangan dari Cherry.
Cherry menyeringai puas, matanya berkilau penuh kemenangan. Ia mengamati Drake yang masih meraung kesakitan. Gadis itu mengangkat kepala, pongah, dan menunjukkan keunggulannya.
"Jangan ikut campur urusan ku karena kau bukan keluarga maupun temanku. Dan aku peringatkan kau,-" Jari telunjuknya menunjuk wajah Drake.
"Jangan membahas tentang kalung itu karena aku membencinya. Aku juga tidak ingin dipuji cantik olehmu, jadi aku tidak akan pernah memakai kalung itu lagi," tandas Cherry. Ia langsung berjalan meninggalkan Drake.
Drake menarik napas dalam. Ia gagal mendapatkan informasi, tapi dirinya tak akan menyerah begitu saja.
"Aku pasti akan mendapatkan apa yang aku inginkan," gumam laki-laki itu begitu yakin.
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲