Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasehat Mama
Evan melihat Lika dengan wajah kesal dan juga kecewa. Wanita itu terlihat begitu bahagia sekali karena tidak hamil.
Evan kecewa dengan pemikirannya yang mengira bahwa Malik benar-benar hamil, bahkan sampai bersikap baik dan lembut padanya demi anak.
"Aku senang sekali, om!" Lika masih bersorak kegirangan. Ia akan segera bercerai dan tidak ada sangkutan apapun pada pak tua itu.
"Katanya kamu mau pergi. Pergilah sekarang! Pergi!" usir Evan kembali dengan mode sinisnya. Lupakan ia akan bersikap lembut dan perhatian lagi. Lupakan itu! Lupakan!
Lika pun bangkit dari duduknya. "Aku akan pergi!" ucapnya. Pak tua itu kembali ke setelan awal. Marah-marah saja tahunya.
"Bye!" Lika mengangkat tangan seperti biasa lalu melangkah pergi.
'Jadi pak tua itu sengaja baik-baik sama aku karena mengira aku mengandung anaknya gitu?!' cibir Lika yang sekarang tahu alasan pria tua itu berubah 180 derajat.
Sekarang Evan sudah kembali ke mode awal bertemu. Pasti mereka keseringan akan berperang.
'Aku harus segera meminta cerai!' batin Lika yakin.
Sementara Evan mengatur nafasnya berkali-kali. Ia masih diliputi kekesalan.
"Astaga!!! Malik menyebalkan!" Evan berjalan masuk kamar. Ia membiarkan saja piring di atas meja. Tidak mau membersihkannya.
Tak berapa lama kemudian, Evan telah bersiap dan berganti pakaian. Ia berencana akan ke rumah mamanya.
Setelah mengunci pintu, pria itu pun naik ke dalam mobil dan tidak lama mobil pun melaju sedang membelah jalanan di pagi yang cerah.
Sekitar 30 menit, Evan sampai di rumah ke orang tuanya. Ia turun dari mobil dan melihat mamanya sedang menanam bunga.
Mama Ros terkejut melihat Evan turun dari mobil dan ia melihat ke arah kursi penumpang. Tidak ada lagi yang turun.
"Ma, apa kabar?" tanya Evan langsung menyalami mamanya.
"Mana istrimu?" tanya mama ingin tahu.
Evan mengangkat bahu tanda tidak tahu.
Mama menggelengkan kepala. Dari wajahnya mama tahu Evan tampak tertekan dengan pernikahan ini.
"Ma, Si Malik tidak hamil." ucap Evan memberitahu. Ia duduk di dekat mamanya.
Mama mengerti apa maksud perkataan putranya. "Terus?"
"Ma, aku tidak yakin dengan pernikahan ini." ucap Evan dengan nada lemah.
Evan sempat akan menerima pernikahan keduanya ini karena ia pikir si Malik hamil. Tapi setelah tidak hamil, ia merasa tidak perlu bertanggung jawab lagi.
"Jadi maksudmu mau berpisah lagi?" tanya mama memastikan.
Evan mengangguk. Jujur saja ia tertekan menikah dengan Lika.
"Kalian baru menikah beberapa hari. Apa kamu tidak mau berusaha menjalaninya terlebih dahulu." saran mama. Putranya kebiasaan. Saat pernikahan pertama juga hanya bertahan dua bulan.
Mama Ros tahunya hanya bertahan 2 bulan, padahal kenyataannya Evan menceraikan Aura, sang mantan istri pertama di malam pertama mereka.
"Aku tidak yakin, ma." ucap Evan. Tidak ada harapan dari pernikahan keduanya. Mungkin ia akan menjadi duda lagi.
"Awalnya kamu menikahinya karena bentuk tanggung jawab dan karena Lika tidak hamil, jadi kamu ingin melepas tanggung jawab itu. Evan, pernikahan bukanlah mainan. Belajarlah nak, untuk menerimanya." Mama membujuk sang putra.
Evan sudah 2 kali menikah, masa mau bercerai lagi. Setidaknya mencoba untuk menerima dan menjalaninya.
"Ma," melas Evan. Ia tertekan batin menikah dengan si bocil kematian itu. Kehidupan pernikahan seperti apa yang akan mereka jalani nantinya?
Kehidupan pernikahan yang penuh dengan konflik dan peperangan.
Si Malik itu masih bocah dan berisik sekali. Terus juga keseringan saja menjawab. Menjawab ini itu yang membuat mereka kebanyakan jadi berdebat.
"Evan, cobalah menerima dan menjalani pernikahanmu ya, nak." bujuk mama. Ia masih mencoba agar Evan mempertahankan pernikahan mereka.
"Apa kamu ingin membuat papa kecewa lagi?" tanya mama menatap mata sang putra.
Evan terdiam. Ia sudah yakin sekali jika papa akan marah dan kecewa padanya. Papa tidak suka perpisahan.
Jika ia mengatakan niatnya pada sang papa, otomatis ia akan menjadi gelandangan. Paruh baya itu pasti akan mengusirnya. Tidak peduli meski dia anak kandung dan anak semata wayangnya.
Semua aset-aset yang diberikan juga pasti akan ditarik kembali. Lalu ia akan dipecat dari perusahaan.
Evan membayangkan tiba-tiba hidupnya berada di kolong jembatan. Ia tidak mau seperti itu.
"Sudahlah, pelan-pelan saja menjalani pernikahan ini. Mama yakin suatu saat kalian berdua akan menjadi keluarga harmonis." mama menepuk pundak Evan. Semua hanya masalah waktu saja.
"Lika mungkin masih terlalu muda untukmu, tapi mama yakin kamu bisa membimbingnya." timpal mama kembali, karena Evan kepala keluarganya.
Evan hanya dapat membuang nafasnya dengan kasar. Tadi ia mengira mama bisa membantu, malah menasehati untuk tetap bersama.
Pria itu hanya dapat menunggu, menunggu sampai kapan pernikahan ini akan bertahan.
"Aku ke kamar, ma." ucap Evan mengakhiri sesi curhat. Ia mendadak ngantuk dan ingin tidur.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Evan bangun dan menguap panjang. Matanya melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7. Ia bangkit dan membersihkan diri.
Tak berapa lama Evan turun karena perutnya lapar. Ia sudah melewatkan makan siang.
"Pa," ucap Evan menyalami papanya.
"Mana istrimu?" tanya papa. Tidak ada Lika bersama putranya.
"Ma-, Lika masih kerja, pa." jawab Evan. Ia hampir keceplos menyebut Malik. Lalu ia duduk di kursi meja makan.
"Kenapa masih bekerja? Kamu minta Lika segera mengundurkan diri!" pinta papa. Lika sudah menikah dengan putranya. Segala kebutuhan menantunya itu sudah menjadi kewajiban Evan. Jadi tidak perlu bekerja lagi .
"Nanti akan aku katakan padanya, pa." jawab Evan. Ia melirik wajah papanya yang tampak tidak senang.
Membahas Lika masih bekerja saja, wajah papanya sudah tidak enak. Apalagi ia membahas perpisahan. Sudah dipastikan akan ada piring terbang.
"Kamu jemput Lika sekarang ke tempat kerjanya, dan sekalian katakan pengunduran dirinya!" pinta papanya dengan tegas.
"Ba-baik, pa." jawab Evan langsung bangkit dari duduknya. "Aku pergi dulu!"
Evan menyalami mereka dan berpamitan pulang. Niatnya mau makan malam dulu, lupakanlah. Perintah bos besar lebih utama.
Mama Ros hanya dapat mengulum senyuman. Evan tampak takut sekali dengan papanya.
Evan kini bukan ke tempat kerja si Malik, tapi singgah ke sebuah kafe. Ia sangat lapar sekali, perutnya minta diisi.
Nanti malam mereka akan bertemu juga dan ia akan mengatakan jika papanya yang meminta agar Lika tidak bekerja lagi. Terserah wanita labil itu mau atau tidak.
Evan makan dengan lahap. 2 piring nasi goreng sudah ludes dilahapnya. Ia harus makan banyak agar punya tenaga untuk berdebat dengan si Malik itu. Si bocah kematian.
Sementara di depan pintu sebuah rumah, seorang wanita berbaring di teras.
"Pak tua itu ke mana sih?"
.
.
.
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang
makanya jangan perang dunia trs, romantis dikit kek sebagai pasutri 😁