Anya tidak menyangka bahwa hidupnya suatu saat akan menghadapi masa-masa sulit. Dikhianati oleh tunangannya di saat ia membutuhkan pertolongan. Karena keadaan yang mendesak ia menyetujui nikah kontrak dengan seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Japraris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 13
Setelah satu malam bermalam di rumah sakit, Kinan sekarang sehat dan diperbolehkan pulang. Senyum ceria terpancar dari wajah kecilnya saat dia memasuki rumahnya. Kinan menatap dinding rumahnya sepanjang menaiki tangga menuju ke lantai atas, matanya berbinar ketika melihat foto-fotonya, ibunya, bibi Bella, David yang memenuhi dinding itu.
David benar-benar memenuhi dinding dengan foto-foto Kinan seperti yang dia katakan.
"Wah, banyak sekali foto aku!" Kinan berseru dengan suara gembira.
"Ini foto aku sama mama waktu aku masih bayi!" Kinan menunjuk satu foto yang menampilkan Anya sedang menggendongnya dengan wajah bahagia.
"Ini foto aku sama om David waktu kita ke taman hiburan!" Kinan menunjuk lagi foto lain yang menampilkan dia dan David sedang bermain di taman hiburan.
"Mama, ini foto aku sama om David yang paling keren!" Kinan berteriak sambil menunjuk foto yang menampilkan dia dan David sedang tersenyum saling berhadapan.
Anya tersenyum lembut menatap Kinan. Hatinya terasa hangat melihat kebahagiaan Kinan yang mengingat momen-momen manis bersama David selama di luar negri. Dia merasa bersyukur karena David selalu hadir untuk Kinan selama ini.
"Iya, Sayang. Om David baik banget kan," jawab Anya, menatap Kinan dengan wajah penuh kasih sayang.
"Iya, Om David baik banget. Om David paling keren!" Kinan menjawab dengan suara gembira. "Mama, kenapa Om David nggak bisa jadi papanya Kinan?"
Anya terdiam, tak menyangka Kinan akan bertanya seperti itu. Wajahnya menunjukkan keterkejutan dan sedikit kebingungan.
"Sayang, Om David dan Mama cuma teman biasa. Kamu boleh menganggapnya seperti Ayah kalau kamu mau." Anya tersenyum lembut, berusaha menjelaskan dengan sabar, penuh kasih sayang dan pengertian.
"Iya, Mama. Nanti Kinan tanya sama Om David mau nggak jadi Papa Kinan. Kalau Om David mau, Om David boleh tinggal di sini dan sesekali tidur bertiga sama Mama!" Mata Kinan berbinar-binar, penuh semangat dan antusiasme.
Anya terdiam, memperhatikan Kinan yang masuk ke kamarnya dengan langkah kecil. Anya terlihat sedikit khawatir dan termenung, memikirkan pertanyaan Kinan sebelumnya.
"Nyonya Anya, bagaimana kabar Nona Kinan?" tanya Bibi, suaranya lembut dan penuh perhatian.
"Kinan baik, Bi. Aku ke kantor dulu. Jaga Kinan baik-baik ya, Bi." Anya tersenyum tipis pada Bibi, berusaha terlihat tenang meskipun hatinya masih dipenuhi berbagai perasaan.
"Iya, Nyonya." Bibi mengangguk hormat, senyumnya ramah dan menenangkan.
Anya pergi ke kantor dengan perasaan campur aduk – khawatir akan Kinan, sedikit bersalah, dan juga memikirkan pertanyaan Kinan tentang David.
Setibanya di kantor, Anya merasakan sesuatu yang aneh. Tatapan mata para rekan-rekan kerja di satu perusahaan itu terasa beda. Ada sesuatu yang mencurigakan, namun Anya tetap melangkah hingga ke mejanya.
"Anya, apa kamu tahu kamu ini sedang menjadi topik hangat di beberapa media?" ucap Rina, nada suaranya terdengar sedih dan prihatin.
Anya sangat terkejut berita tentang dirinya tersebar luas dan telah dilihat oleh ribuan orang dan puluhan ribu komentar negatif tentang dirinya dari berbagai kalangan masyarakat yang menggunakan media sosial. Pantas saja mereka melihatnya seperti itu saat memasuki kantor.
"Benarkah?" tanya Rina, suaranya terdengar khawatir, matanya menatap Anya dengan penuh keprihatinan.
Pertanyaan Rina membuat Anya terdiam. Telponnya berdering, itu dari Bella. Anya mengangkatnya.
"Aku sudah melihat berita itu, Anya," ujar Bella. "Jangan terpengaruh sama berita itu. Kamu harus tetap kuat." Suara Bella terdengar menenangkan, menunjukkan kekhawatirannya pada Anya.
Anya mengangguk, mencoba untuk menenangkan diri. Dia tahu bahwa Bella akan selalu ada untuknya.
"Terima kasih, Bella," jawab Anya, suaranya terdengar gemetar.
Anya menutup ponselnya. Dia masih merasa sedikit takut dan kecewa dengan berita yang beredar. Namun, dia bertekad untuk tetap kuat.
Tiba-tiba, ponselnya berdering lagi. Kali ini panggilan masuk dari sang atasan, yang membuat semakin gugup.
"Anya, cepet ke ruangan aku," ujar atasannya, suaranya terdengar tegas.
Anya mengangguk, merasakan segala perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya.
"Rina, aku pergi dulu."
Anya berjalan menuju ruangan atasannya, mencoba untuk mengabaikan tatapan aneh dari para rekan kerjanya. Dia berusaha untuk tetap kuat. Anya mengetuk pintu ruangan atasannya dengan hati yang berdebar kencang. Dia merasa sedikit takut menghadapi atasannya, terutama setelah melihat berita yang beredar di media sosial.
"Masuk," ujar atasannya, suaranya terdengar tegas.
Anya membuka pintu dan memasuki ruangan atasannya. Dia menatap atasannya yang sedang duduk di kursi kerjanya, raut wajahnya terlihat serius.
"Silakan, duduk," ujar atasannya, menunjuk kursi di hadapannya.
Anya mengangguk dan duduk di kursi yang ditunjuk oleh atasannya. Dia merasa sedikit takut dengan tatapan atasannya.
"Aku sudah melihat berita tentang kamu, Anya," ujar atasannya, suaranya terdengar dingin.
Anya menarik napas dalam, mencoba untuk menenangkan diri.
"Aku tidak tahu dari mana berita itu berasal," jawab Anya, suaranya terdengar gemetar.
"Aku tahu kamu tidak akan menjawab pertanyaan itu dengan jujur," ujar atasannya. "Tapi aku ingin tahu apakah berita itu benar?"
"Benar," jawab Anya lirih, menunduk tak berani menatap wajah atasannya.
"Sayang sekali berita itu benar. Jika tidak benar, perusahaan akan berdiri di sampingnya dan membersihkan namanya," ucap Pak Hendra dalam hati.
Atasannya menatap Anya dengan tatapan tajam, seolah ingin menembus ke dalam jiwanya. "Anya, sehubungan dengan berita yang beredar dan merugikan perusahaan, maka dengan berat hati, aku harus memberhentikan mu dari pekerjaan."
Anya terdiam, menelan ludah dengan susah payah Dia merasa sedih, dan kecewa.
"Aku mengerti, Anya," ujar atasannya, suaranya terdengar sedih. "Tapi perusahaan harus menjaga nama baiknya. Dan berita ini sudah mencoreng nama baik perusahaan. Jika berita itu tidak benar, perusahaan akan berdiri bersamamu untuk menghadapinya."
"Tugasmu akan diserahkan kepada Rina," lanjut atasannya. "Semoga kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi."
Dengan terpaksa, Anya keluar dari kantornya, mengunggulkan segala perasaannya. Dia merasa hancur. Dia merasa dirugikan. Dia merasa tidak adil.
Rina sedih melihat Anya mengumpulkan semua barang-barangnya dan pergi dari kantor. Dia merasa kasihan pada Anya. Dia ingin melakukan sesuatu untuk membantu Anya, tapi dia tidak tahu harus melakukan apa.
Rina menatap meja Anya yang kosong, merasakan kehilangan yang mendalam. Dia tidak menyangka bahwa Anya akan pergi secepat itu. Dia merasa sedih dan sedikit marah. Dia merasa tidak adil. Dia merasa bahwa Anya adalah korban dari fitnah yang kejam.
Anya mengendarai mobilnya dengan sedih. Tangisan yang telah dia bendung selama di kantor akhirnya meledak ketika mobilnya berhenti di depan taman. Dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan memarkirkan mobilnya dengan buruk.
Dia menarik napas dalam dan mencoba menenangkan diri, namun air matanya terus mengalir tanpa henti. Matanya kabur oleh air mata yang terus mengalir. Dia merasa hancur. Dia merasa tidak berdaya.
Anya menutup wajahnya dengan tangannya, mencoba untuk menahan tangisannya. Namun, tangisannya terus meledak, mengalir tanpa henti. Dia merasa sedih, kecewa, dan sedikit marah. Dia merasa tidak adil. Dia merasa dirugikan.
"Kenapa ini harus terjadi padaku?" bisik Anya, suaranya terdengar sedih dan lemah.
seneng jika menemukan cerita yg suka alur cerita nya 👍🤗🤗
koq knapa gak dijelaskan sihhhh... 😒
Jangan menyia-nyiakan ketulusan seorang laki2 baik yg ada didepan mata dan terbukti sekian tahun penantian nya👍😁
Masa lalu jika menyakitkan, harus di hempaskan jauhh 👍😄
Gak kaya cerita lain, ada yg di ceritakan dulu awal yg bertele-tele.. malah malas nyimak nya 😁😁