Benar kata orang, tidak ada hal yang lebih menyakitkan kecuali tumbuh tanpa sosok ibu. Risa Ayunina atau kerap disapa Risa tumbuh tanpa sosok ibu membuatnya menjadi pribadi yang keras.
Awalnya hidup Risa baik baik saja meskipun tidak ada sosok ibu di sampingnya. Karena Wijaya—bapak Risa mampu memberikan kasih sayang penuh terhadapnya. Namun, di usianya yang menginjak 5 tahun sikap bapak berubah drastis. Bapak yang awalnya selalu berbicara lembut kini berubah menjadi sosok yang keras, berbicara kasar pada Risa dan bahkan melakukan kekerasan fisik.
“Bapak benci sama kamu, Risa.”
Risa yang belum terlalu mengerti kenapa bapaknya tiba tiba berubah, hanya bisa berdiam diri dan bersabar. Berharap, bapak akan kembali seperti dulu.
“Risa sayang bapak.”
Apakah Bapak akan berubah? Apa yang menyebabkan bapak menjadi seperti itu pada Risa? Ikuti terus kisah Risa dan jangan lupa untuk memberikan feedback positif jika kalian membaca cerita ini. Thank you, all💐
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hyeon', isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS 18
Langit yang semula cerah kini berubah menjadi gelap. Menandakan sore berganti malam. Saat ini Risa tengah terduduk di balkon kamarnya. Matanya terus menatap awan yang sedikit kelabu.
Terdengar helaan napas panjang kala mengingat kejadian tadi sore bersama Jeff. Risa merutuki kebodohannya sendiri. Ia begitu menyesal telah menolak tawaran bagus Jeff.
“Harusnya lo nggak tolak tawaran itu, Risa. Dikira cari kerjaan gampang.” Gumamnya dengan kesal. Tak mau terus mengeluh akan kebodohannya, Risa memilih untuk berjalan mengambil gitar yang tergeletak di kasurnya.
Setelahnya, ia mulai memainkan gitar kesayangannya itu. Jemarinya terus memetik senar gitar diiringi dengan suara Risa yang terdengar elok.
Fokusnya teralihkan kala terdengar deru mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya. Risa pun menghentikan aksinya. Matanya terus memicing melihat seseorang yang keluar dari mobil itu.
“Itu siapa? Kayak asing.” Ucapnya kala melihat seorang pria yang baru saja keluar dari mobil. Matanya terbelalak ketika melihat bapak yang keluar dengan dipapah oleh pria tadi.
Dengan cepat Risa segera beranjak dari duduknya. Langkahnya berlari menuruni tangga. Sesampainya di luar, Risa ingin bertanya, namun melihat raut wajah serius pria yang membawa bapak terlihat menakutkan membuat Risa mengurungkan niatnya.
Ia masih bertanya-tanya, siapa pria di hadapannya ini. Orang yang membawa bapak adalah Alan. Risa membiarkan Alan berjalan lebih dulu. Ia pun mulai mengekor di belakangnya.
Risa melihat Alan yang membawa bapak ke kamar bapak. Ia sempat heran, sepertinya bapak telah lama berteman dengan orang itu. Sampai Alan tahu betul seluk beluk rumahnya.
Setibanya di kamar bapak, Risa melihat kondisi bapak yang babak belur. Terdapat luka lebam di sudut sudut wajahnya. Jujur saja, melihat bapak dengan luka lebam di mana mana membuat hatinya ikut sedih.
Risa pun berinisiatif mengambil air dingin untuk mengompres luka lebam bapak, dan juga kotak P3K. Ketika berbalik menuju kamar bapak, Alan sudah berdiri tepat di belakangnya.
Risa sempat terpaku karena Alan dengan tiba tiba merebut air dingin dan juga kotak P3K dari tangannya. Namun, ia pun dengan segera mengikuti kembali langkah Alan.
Di sana, Risa hanya bisa berdiri di ambang pintu. Ingin mendekat namun ia tak berani. Ingin rasanya Risa mengobati luka bapak. Meskipun bapak sudah bersikap buruk kepadanya, tetap saja Risa tidak bisa membenci bapak. Ia akan tetap sakit melihat sesuatu terjadi pada bapak.
Risa memberanikan diri untuk mendekati Alan. Ketika dirinya berdiri tak jauh dari Alan, lidahnya seakan kelu untuk berbicara. Ia meremat jarinya sendiri guna menahan rasa gugupnya.
“Bapak kenapa bisa seperti ini, Om?” Alan melirik malas gadis di sampingnya. Risa sontak mundur kala mendapati Alan berdiri dengan tiba tiba.
Risa terus menundukkan kepalanya dalam dalam. Entah kenapa, aura orang di hadapannya ini benar benar mengerikan. Risa terus memanjatkan doa dalam batin.
“Bapak mu menjadi seperti ini itu karena dirimu!” Ucap Alan dengan nada sedikit tinggi seraya menuding Risa.
Risa pun lantas mendongak. Matanya kini bertemu dengan mata Alan. Pandangannya beralih pada bapak yang masih enggan membuka matanya. Benarkah ini karena dirinya?
“Kau itu pembawa sial. PEMBAWA SIAL!!” Dada Risa bergemuruh kala Alan memakinya. Rasanya seperti terhantam ribuan jarum. Sakit.
Air mata yang ia bendung luruh begitu saja. Mendengar makian akan dirinya yang pembawa sial membuat hatinya sakit. Bahkan, bapak saja tidak pernah menyebutnya pembawa sial.
“Saya pembawa sial?”
“Ya, kau anak pembawa sial.”
Alan sangat membenci Risa. Entah apa yang membuatnya menjadi benci. Tiba tiba, Alan menarik tangan Risa dengan kasar. Risa yang terkejut hampir terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.
Alan membawa Risa ke dalam kamar mandi. Sebelumnya, ia mengambil sebuah rotan. Di sana, Alan mulai mencambuk punggung Risa. Bersamaan dengan itu, Alan juga menyalakan shower agar Risa kedinginan. Alan seperti orang yang kerasukan. Amarahnya benar benar memuncak.
Tak ada teriakan dari mulut Risa. Ia hanya diam dengan mata yang terus mengeluarkan buliran bening. Tepat pada cambukan ke—30 Alan sontak berhenti kala mendengar seseorang yang memanggilnya.
“ALAN!!” Suara yang sangat familiar menggema seisi rumah. Keduanya lantas menoleh ke arah sumber suara. Dengan samar Risa menatap orang yang baru saja datang. Rasa perih mulai menjalar pada punggungnya.
“Hanya aku yang boleh menyiksanya.” Bisa ditebak siapa itu? Ya, bapak. Tak lama dari perdebatan Alan dan Risa, sebenarnya bapak mulai terbangun dari pingsannya. Bapak dengan sekuat tenaga mencoba bangkit dari tidurnya.
Ia berjalan tertatih keluar dari kamarnya. Mendengar suara shower yang menyala bersamaan dengan suara cambukan membuat hati bapak penasaran. Ia pun berjalan mendekati kamar mandi. Betapa terkejutnya kala mendapati putri kesayangannya dicambuk oleh seseorang selain dirinya.
Tanpa menunggu lama, bapak langsung mengenali siapa orang itu. Dengan sigap bapak berlari menghampiri kedua orang itu. Ajaibnya, tenaga bapak yang semula lemah menjadi terisi penuh. Bapak menggendong Risa ala bridal style membawanya ke dalam kamar Risa.
Bapak menidurkan Risa dengan hati hati. Tubuh Risa mulai menggigil, pun dengan bibirnya yang mulai membiru. Bapak sangat cekatan dalam menangani Risa. Ia sampai melupakan kondisi dirinya sendiri.
Setelah selesai mengeringkan tubuh Risa, bapak beralih mengompres Risa agar suhu tubuhnya menurun. Bapak tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Berulang kali kata “maaf” terucap pada bibirnya. Berharap, Risa mendengar suara bapak.
“Maafkan bapak, sayang. Bapak belum bisa menjaga Risa.” Ucap lirih bapak seraya mengecup punggung tangan Risa.
Seperkian detik, mata bapak memerah menahan amarahnya. Bapak segera turun menghampiri Alan yang masih di bawah.
“Wijaya.” Bapak langsung melayangkan pukulan kerasnya pada pipi Alan. Tanpa memberi celah, bapak terus memukul Alan tanpa ampun. Melihat Alan yang sudah terkapar lemas pun tidak membuat bapak berhenti memukulnya.
Hingga Alex datang dan langsung menenangkan bapak. Mungkin, jika Alex tidak datang, entah bagaimana keadaan Alan.
“Kau gila?”
“Dia lebih gila, Alex. Dengan beraninya dia menyiksa putriku.”
“Apa?” Alex menatap Alan tak percaya. Apakah ia ingin membunuh putri temannya? Benar benar gila. Alan benar benar diselimuti oleh amarah.
“Kau urus putrimu, biar dia menjadi urusanku.” Titah Alex yang dibalas dengan anggukan oleh bapak. Bapak pun berjalan menaiki tangga menghampiri putrinya.
Melihat wajah tenang putrinya, membuat hati bapak terenyuh. Orang tua macam apa dia? Meskipun bapak sering melakukan kekerasan pada Risa. Tapi, bapak tak terima jika ada orang lain yang menyakiti Risa.
Bapak beranjak dari tempatnya. Ia memilih duduk di samping ranjang Risa. Tangannya meraih pergelangan tangan Risa. Dikecupnya berulang kali.
“Bapak minta maaf.” Dilihatnya sekali lagi wajah putrinya. Hati bapak benar benar teriris. “Bapak sayang Risa.”
*****
HAPPY READING👀✨