Greyna Joivandex, gadis berusia 18 tahun, dipaksa menikah dengan Sebastian Ferederick, direktur kaya berusia 28 tahun, oleh ibunya. Pernikahan yang terpaksa ini membawa Greyna ke dalam dunia yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dengan kekayaan dan kekuasaan yang melimpah, Sebastian tampaknya memiliki segalanya, tetapi di balik penampilannya yang sempurna, terdapat rahasia dan konflik yang dapat menghancurkan pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ameliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingatan Kembali?
Dirumah kediaman Zena, ia menyambut Tian dengan hangat sambil tersenyum manis. Tidak lupa ia memijat bahu Tian. "Kamu pasti lelah, jadi diam biar mama pijitin," katanya dengan nada yang lembut.
Tian merasa aneh dengan perlakuan mamanya. "Ma," panggilnya dengan nada yang sedikit curiga.
"Hm," jawab Zena sambil terus memijat bahu Tian.
"To the point aja," kata Tian memejamkan matanya, mencoba menghindari sentuhan mamanya yang terlalu manis. Tian merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia tahu bahwa mamanya tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan.
"Temenin Mama kerumah Grey, Mama mau jenguk sekalian kasih oleh-oleh," ucap Zena kini sedang memijat kepala Tian.
"Yaudah ayo, tapi nanti sore. Aku lelah, mau istirahat dulu," katanya, mencoba menghindari keinginan mamanya.
"Ohhh, iya, gpp. Mama udah nyiapin air hangat, kamu langsung berendam aja," kata Zena dengan senyum yang manis.
Tian tidak bisa mengucapkan apapun, ia memilih diam dan berjalan ke kamarnya. Ia sudah sangat faham dengan sikap manis Mamanya, yaitu ada sesuatu yang ia inginkan. Dan Tian yakin, ia akan segera mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan oleh mamanya.
Sore hari
Tanpa henti Zena mengedor pintu kamar Tian membuat pria kekar itu kesal. "TIAN SUDAH JAM 4.30, ayo bangun!" teriak Zena dengan nada yang keras.
Axel sedang bersandar di pembatas tangga dengan kedua tangan dilipat, geleng-geleng dengan tingkah orang tua di depannya. "Xel, tendang aja," kata Zena sudah muak memukul pintu.
"Rusak nanti, ma, aku lagi yang diomelin sama Kak Tian," ucap Axel menolak permintaan sang mama.
"Terus gimana, jangan-jangan kakak kamu kabur lagi enggak mau pergi nemenin mama," ucap Zena berpikir negatif, khawatir bahwa Tian akan menolak permintaannya lagi.
"Ayo," ucap Tian tiba-tiba membuka pintu dengan pakaian lengkap. "Nah, baru putra mama, ayo!" Bahagia Zena mengandeng lengan putra sulungnya.
"Akhh," teriak Tian pelan sambil berjalan dengan lesu menuruni anak tangga. Ia masih merasa lelah setelah perjalanan panjang dari Macau.
"Xel, nyetir," pinta Tian melempar kunci mobilnya, langsung ditangkap oleh Axel.
"Mama duduk depan, aku mau tiduran dibelakang," kata Tian sambil berjalan menuju mobil.
Zena hanya mengangguk-angguk, membiarkan Tian melakukan apa yang dia inginkan. Ia tahu bahwa Tian masih lelah dan membutuhkan istirahat.
Saat mereka berangkat, Tian langsung tidur di bangku belakang, sementara Zena duduk di bangku depan bersama Axel. Zena memandang Tian dengan senyum, merasa bahagia karena Tian mau datang menemui Greyna setelah menghindar selama dua bulan.
Saat sampai di depan gerbang rumah Grey, Tian langsung bangun memperbaiki posisinya. Dengan kantong mata hitam, ia menelan salivanya melihat rumah yang dulunya sering ia datangi untuk menjemput mantan istrinya.
Tian merasa sedikit tidak nyaman saat melihat rumah itu lagi. Ia masih ingat kenangan-kenangan yang pernah ia miliki dengan mantan istrinya di rumah itu.
Setelah sampai, ada Aresa yang berdiri di sana menyambut mereka. "Aaa, kangen," Aresa berpelukan kecil dengan Zena. "Aku juga," kata Zena.
"Halo, tan," sapa Axel, diikuti Tian yang hanya menunduk saat bertemu pandangan dengan Aresa. Tian merasa sedikit tidak nyaman saat bertemu dengan Aresa, karena ia masih ingat bahwa Aresa adalah mantan mertuanya.
"Ayo masuk," ucap Aresa mempersilakan mereka masuk. Tian mengikuti mereka masuk ke dalam rumah, sambil memperhatikan sekelilingnya yang masih terlihat sama seperti dulu.
Kini Hanne, Zena, Axel, Tian sedang duduk sambil berbincang, Aresa sedang mengambil makanan dan minuman. Tian menatap sekeliling mencari keberadaan Grey yang tidak ada di manapun.
"Dimana gadis kesayangan kita?" ucap Zena penasaran.
"Ahh, Grey? Dia sedang pergi belanja bahan bulanan bersama adiknya Haga," jawab Aresa dengan senyum.
Zena mengangguk paham. "Ini oleh-oleh, Tian baru saja kembali dari Macau tadi pagi," ucap Zena menyerahkan banyak paper bag.
"Ah, enggak perlu repot-repot, jadi enggak enak," kata Aresa mengucapkan terima kasih ke mereka dan mempersilakan mereka makan dan berbincang.
Tian memperhatikan Aresa dengan saksama, ia merasa bahwa Aresa sedikit berbeda dari biasanya. Ia tidak bisa menentukan apa yang membuatnya merasa seperti itu, tapi ia akan terus memperhatikan.
Sementara itu, Axel dan Hanne mulai menikmati makanan yang disajikan oleh Aresa, sementara Zena dan Aresa berbincang tentang hal-hal yang terjadi di rumah. Tian masih diam, memperhatikan sekelilingnya dan menunggu kedatangan Grey.
Asal kalian tahu saja, Tian menghabiskan lebih dari 200 juta rupiah untuk membeli oleh-oleh suruhan mamanya untuk diberikan kepada sahabat tercintanya, yaitu Aresa.
"Ah, lo, Kak, masa enggak bisa bedain jahe sama kunyit sih?" Heran Haga menenteng 2 kresek kuning besar masuk ke dalam rumah.
"Sama lo juga enggak bisa bedain daun seledri sama daun ketumbar??" Haga berbicara tanpa menyadari kehadiran ketiga tamu yang sedang menatapnya.
"Parah sih," ia berjalan menuju dapur dan meletakkan 2 kresek itu ke lantai, lalu menyusul Grey yang berada di ruang keluarga dengan berbagai macam makanan yang sudah ia beli.
"WAHH!" Betapa terkejutnya Haga saat melihat Grey yang menempel seperti cicak di punggung Tian. ia membekap mulutnya terkejut.
"A-apaan k-kenapa bisa," Haga terbata-bata, tidak percaya apa yang ia lihat.
Mereka semua nampak bingung dengan tingkah Grey, yang terlihat sangat nyaman dan santai di punggung Tian.
Tian sendiri terlihat sedikit terganggu dengan kehadiran Grey di punggungnya, tapi ia tidak melakukan apa-apa untuk mengusirnya.
"Grey, apa yang kamu lakukan?" tanya Aresa dengan nada yang lembut, tapi dengan mata yang penasaran.
Grey tidak menjawab, tetapi masih melingkarkan tangannya di leher Tian, seolah-olah ia telah menemukan tempat yang paling nyaman di dunia.
"Sayang, kenapa kamu baru datang sekarang? Asal kamu tahu, aku setiap hari memikirkanmu tanpa henti. Kemana kamu pergi? Apakah kamu selingkuh? Atau menikah dengan wanita lain?" ucap Grey menyandarkan kepalanya di bahu Tian.
Tian merasa tidak nyaman dengan posisi Grey yang sangat dekat dengannya, tapi ia tidak ingin membuat Grey marah atau kecewa.
"G-Greyna," panggil Aresa mencoba melepas tangan Grey dari leher Tian. "Jangan begitu, sayang, hei," ucapnya menarik tangan Grey yang memegang kuat jas Tian.
"Apaan sih, dia suami aku, kenapa mama begitu?" ucap Grey merasa kecewa dan marah pada Aresa.
Aresa terkejut dengan reaksi Grey dan merasa tidak nyaman dengan situasi yang sedang terjadi. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk memisahkan Grey dari Tian.
Tian terlihat tidak nyaman, tetapi jauh dari lubuk hatinya yang terdalam, ia sangat senang. Jantungnya berdegup tidak beraturan saat menatap wajah Grey yang hanya beberapa inci dari wajahnya.
"Apa sebenarnya yang terjadi, kenapa tiba-tiba seperti ini?" batin Tian mengusap keringat di dahinya karena gugup.
"Sayang, kamu ingat mama?" ucap Zena menunjuk dirinya, Grey menggeleng.
"Kamu ingat pria yang kamu peluk itu?" Tanya Zena.
"Tentu, dia suamiku tersayang, aku sangat mencintainya dari hati yang paling dalam," jawab Grey dengan mata yang berbinar.
Dari ucapan Grey, mereka mengerti bahwa Grey sedang tidak main-main. Ia benar-benar mengingat Tian sebagai suaminya, meskipun ia tidak ingat apa-apa tentang kehidupan sebelumnya.
"Wah, keknya kita harus cek ke dokter sih," sahut Axel melihat wajah kakaknya yang memerah.
"Nah, iya bener, ayo ke dokter bun," tambah Haga membetulkan ucapan Axel.
Mereka semua sepakat membawa Grey ke rumah sakit tempat ia dirawat untuk mengecek ulang.
Sesampainya di sana, mereka semua datang untuk mengantri. Setelah setengah jam menunggu, kini giliran Grey.
Tian merasa sedikit gugup saat menunggu hasil pemeriksaan Grey. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi.
semangat
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩