"mas belikan hp buat amira mas dia butuh mas buat belajar" pinta Anita yang ntah sudah berapa kali dia meminta
"tidak ada Nita, udah pake hp kamu aja sih" jawab Arman sambil membuka sepatunya
"hp ku kamarenya rusak, jadi dia ga bisa ikut zoom meating mas" sanggah Nita kesal sekali dia
"udah ah mas capek, baru pulang kerja udah di sodorin banyak permintaan" jawab Arman sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah
"om Arman makasih ya hp nya bagus" ucap Salma keponakan Arman
hati Anita tersa tersayat sayat sembilu bagaimana mungkin Arman bisa membelikan Salma hp anak yang usia baru 10 tahun dan kedudukannya adalah keponakan dia, sedangkan Amira anaknya sendiri tidak ia belikan
"mas!!!" pekik Anita meminta penjelasan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ADZAB APA UJIAN
Arman panik melihat kondisi Dewi.
Rasa sesal menyelimuti dirinya.
Ia tak menyangka adiknya bisa senekat ini.
Sementara itu, Laksmi terus menangis tiada henti.
Sesal juga dirasakannya.
Dewi selalu dimanja olehnya.
Apa pun keinginan Dewi selalu dipenuhi.
Dewi tidak bisa menerima bentakan.
Akhirnya, Dewi memilih jalan pintas.
Setiap detik menuju rumah sakit memberikan rasa tegang yang begitu nyata.
Sampailah ambulans di IGD.
Dewi langsung ditangani serius oleh para perawat dan dokter.
Arman panik menunggu kabar Dewi.
"Alhamdulillah, anak Ibu selamat," ucap dokter.
Seketika, rasa lega dirasakan oleh Arman dan Laksmi.
"Siapa yang mengikat tangan pasien?" tanya dokter.
"Itu pembantu baru kami, Dok. Kenapa, Dok? Apa ada yang salah?" tanya Arman.
"Tidak ada yang salah. Anda harus memberi bonus yang banyak. Pertolongan pertama yang diberikan sangat membantu menyelamatkan pasien."
Arman dan Laksmi merasa lega. Kedatangan Mira bagaikan penyelamat mereka.
Dewi dipindahkan ke kelas 1 atas usulan dari Doni.
Dalam ruangan itu, Arman melihat orang yang sangat dikenalnya.
Anita.
Dia tampak meneteskan air mata sambil memegang tangan Amira yang tak sadarkan diri, entah pingsan atau tidur.
"Amira, bertahanlah, Nak," isak Anita.
Arman mendekati Anita.
"Nita, ada apa dengan Amira?"
Anita melirik ke arah Arman.
"Apa pedulimu, Mas?"
"Jangan ketus begitu, Anita. Amira itu anakku juga."
"Pantas kamu mengaku sebagai bapaknya?"
"Ada apa, Man?" Tiba-tiba Laksmi datang.
"Oh, rupanya anak durhaka ini sedang ada di rumah sakit, ya?" sindir Laksmi, yang tidak menunjukkan rasa kepedulian sama sekali terhadap Amira.
Anita malas menjawab hinaan dari Laksmi. Kalau bukan di rumah sakit, dia pasti sudah membuat keributan. Tapi saat ini, Anita tidak mau bertengkar. Kalau dia bikin ulah, siapa yang akan mengurus Amira?
"Anita, kamu pasti tak punya uang untuk membayar rumah sakit, bukan?"
"Apa maksudmu bicara seperti itu?" jawab Anita dengan tatapan tajam pada Arman.
"Arman, jangan bilang kamu mau membiayai pengobatan Amira. Ingat, kamu mau menikah. Kamu bakal butuh banyak biaya," Laksmi mendahului Arman bicara.
"Baru beberapa hari kamu pisah dengan Arman, kamu sudah banyak mendapat musibah. Kasihan banget kamu. Tidak enak, ya, jadi anak durhaka?"
Ucapan Laksmi amatlah tajam bagaikan silet.
"Anita, kalau kamu tidak punya uang, kamu lupa kalau Amira masih dalam tanggungan kesehatanku? Aku bisa menggunakan asuransinya, tapi ada syaratnya," ucap Arman.
Rasanya Anita ingin merobek-robek mulut Arman. Bagaimana mungkin seorang ayah memberi syarat untuk pengobatan anaknya? Sementara di luar sana, banyak orang tua yang melanggar aturan demi menyelamatkan anak mereka. Bahkan ada yang rela menjual ginjal demi keselamatan buah hati mereka.
"Aku bisa mengurus asuransi Amira asal kamu kembali ke rumah," ucap Arman.
"Arman...!" pekik Laksmi, tak terima.
"Apa, Bu?"
"Kamu gila, ya? Masa kamu membiarkan istri durhaka ini masuk ke rumah kita?"
"Enggak, Bu... Dewi sakit. Mira bisa mengurus rumah. Memangnya Ibu mau mengurus Salma?" ucap Arman.
Laksmi baru sadar. Ya, Salma hanya takluk pada Anita.
"Itu benar, Man. Anita, aku yakin kamu tidak punya uang untuk biaya Amira, bukan? Bagaimana kalau kamu bekerja di rumahku sebagai bayaran atas biaya pengobatan Amira?" ucap Laksmi.
"Kalian ibu dan anak sama gilanya! Bagaimana mungkin kalian menghalangi penggunaan asuransi Amira padahal itu haknya? Orang tua macam apa kalian?"
"Dan ini neneknya! Tidak ada perhatian sama sekali terhadap cucunya!" ucap Anita kesal.
Namun, dia juga bingung. Amira harus dioperasi. Semua uang Anita sudah habis, dan dia masih mencari cara untuk mendapatkan biaya operasi Amira.
"Ini semua salahmu, Anita. Coba kalau kamu menerima poligami, mungkin nasibmu tak sesial ini. Ini azab bagimu, Anita! Sudahlah, minta maaf saja pada aku dan Ibu, maka aku akan mengurus asuransi. Aku lihat Amira butuh pertolongan cepat," kata Arman.
Anita benar-benar dilema. Haruskah dia menjatuhkan harga dirinya di hadapan Arman dan keluarganya?
Dan bagaimana mungkin Amira disebut terkena azab? Amira menyelamatkan seorang kakek yang hampir tertabrak kendaraan. Kakek itu selamat, hanya luka ringan, sedangkan Amira terpental, kepalanya membentur trotoar, dan mengalami pendarahan di otak. Si penabrak melarikan diri tanpa tanggung jawab. Lalu dengan seenaknya mereka mengatakan Amira terkena azab?
Seorang perawat datang menghampiri Anita.
"Bu Anita, pasien harus segera dioperasi. Anda harus segera menandatanganinya," ucap perawat.
Anita bingung. Saat ini, dia belum punya uang untuk membayar biaya operasi.
"Bu, saya paham. Ibu ini diam saja karena pasti tidak punya uang. Kami menawarkan bantuan, tapi sayang sekali ibu ini menolak," ucap Arman.
"Benar, ibu ini sangat sombong. Makanya hidupnya susah," timpal Laksmi.
"Ibu, Anda harus segera mengambil keputusan demi anak Anda," ucap perawat.
Sepertinya Anita akan menyerah.
Brukkk!
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka.
Seorang kakek tua menggunakan pakaian pasien masuk, diikuti oleh orang-orang berpakaian putih. Sepertinya para petinggi rumah sakit.
"halahhh...kalian semua akan ku pecat kalau dalam waktu 10 menit tidak membawa pasien itu tidak dipindahkan ke ruang VVIP" ucap kake tua itu dengan nada memerintah telunjuknya mengarah pada Amira
Wajah kakek tua itu tampak marah. Para petinggi rumah sakit terlihat panik dan buru-buru menyiapkan ruang VVIP.
"Maaf, Tuan Besar, dia harus segera dioperasi," ucap salah satu dokter dengan suara gemetar.
"Haiyaah... amsiyong kalian semua, ya! Kenapa nggak langsung dioperasi, hah?! Cepat lakukan yang terbaik! Kalau dia nggak selamat, gue ratakan rumah sakit ini!" bentak kakek tua itu.
Dokter dan perawat langsung sibuk mendengar perintahnya.
"Maaf, Bu. Anak Ibu akan segera kami operasi," ucap seorang perawat, meminta izin pada Anita.
"Ba... baik, Bu," jawab Anita dengan bibir gemetar.
Kakek tua itu mendekati Anita.
"Nak, maafkan kakek tua tak berguna ini. Seharusnya anakmu tak perlu menyelamatkan pria tua ini," ucapnya dengan mata sembab, penuh penyesalan.
"Yang penting, tolong berikan yang terbaik untuk anak saya, Tuan," jawab Anita dengan sopan.
"Anakmu adalah penyelamatku. Jangan panggil aku 'Tuan', panggil saja aku 'Ayah'. Pria tua ini berutang nyawa padanya, jadi anggap saja kakek tua ini ayahmu," ujar kakek tua itu, masih menunjukkan kekhawatiran akan keselamatan Amira.
"Ba... baik... Tu... eh, Ayah. Terima kasih," ucap Anita.
"Ayo kita tunggu di ruang operasi. Anakmu harus selamat! Kalau tidak, kakek tua ini akan menyesal seumur hidup," kata kakek tua yang kini kita sebut saja Wiryawan.
Anita dan Wiryawan meninggalkan Arman dan Laksmi yang masih shock melihat kejadian itu. Baru saja mereka menuduh Anita terkena azab, namun Tuhan berkehendak lain. Wiryawan, seorang taipan, datang dan membalikkan azab menjadi berkah.
Anita sangat panik menunggu hasil operasi, begitu pula dengan Wiryawan. Setiap detik terasa begitu menegangkan.
Flash back
Wiryawan hendak menyeberang namun tiba-tiba mobil melaju kencang, Amira yang melihat kejadian itu langsung mendorong kake tua itu hingga selamat dari tabrakan tapi naas Amira lah yang terpental
Wiryawan mengalami luka ringan namun dia mengalami pingsan selama 2 hari karena syok..
saat dia sadar dari komanya perintah pertama kalinya adalah "cari anak yang menyelamatkanku"
dan akhirnya dia menemukan Amira yang rawat di kelas 1 dan amarah wiryawanpun memuncak.