NovelToon NovelToon
Deepen The Role: Water Flow

Deepen The Role: Water Flow

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Spiritual / Vampir / Manusia Serigala / Mengubah Takdir / Keluarga / Barat / Tamat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Cahaya akan menuntun kita pulang"

Setelah berhasil berbagai masalah dengan para vampir, Benjamin justru dihadapkan kembali dengan masalah lainnya yang jauh lebih serius. Dia dan teman-temannya terus menerus tertimpa masalah tanpa henti. Apakah Benjamin dan yang lain bisa mengatasi semua ini?

Mari kita simak kembali, bagaimana kelanjutan kisah Benjamin dan yang lainnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Day

"Aroma Benjamin semakin dekat" ujar Damian mulai mencium aroma Benjamin. Ketika jarak mereka semakin dekat, "Woah, tahan!" Morenthes berhasil menarik Damian sebelum ia terjatuh.

"Jurang" gumam Veronica memperhatikan ke bawah. "Aroma Franz juga ada di sekitar sini, apa dia membunuh Benjamin?" gumam Patrick mulai menduga. "Tidak, dia masih hidup" jawab Morenthes menepis pikiran buruk.

"Di bawah sana bahkan ada buaya, tidak mungkin ia dengan berani terjun bebas" gumam Veronica merasa ragu dan mulai berspekulasi yang sama dengan Patrick.

"Damian?"

"Aroma Benjamin terputus di sini. Kalaupun dia terjun ke bawah, aku tidak bisa mencium aroma tubuhnya"

Patrick mengerutkan keningnya bingung.

"Ke mana lagi, yah? Aduh, sulit sekali mencari jalan ke puncak"

Morenthes adalah salah satu anggota suku Canis, yang mempunyai kelebihan dalam bidang pendengaran. Jika Joseph bisa mencium dan melihat dengan radius tidak terbatas, Morenthes mempunyai pendengaran yang super tajam.

"Moren?" gumam Damian ketika Morenthes tampak mulai mencari-cari sesuatu. "Aku mendengarnya" ujar Morenthes memfokuskan pandangannya ke satu titik jauh di bawah jurang.

"Kau dengar apa?" tanya Damian terheran.

"Benjamin"

Di sisi lain.

"Sialan" gumam Jackson kesal seraya bangkit berdiri. Ia mencoba berpikir keras caranya menumbangkan gadis di hadapannya.

"Brian!" Esmeralda segera mencampakkan Jakcson agar tidak mendekat pada Brian yang berusaha bangkit berdiri.

"Sialan kau!" ketus Jackson mulai kesal. Ia dan Esmeralda mulai adu kecepatan. Sampai akhirnya, "Kepalamu akan terputus!" ujar Jackson tersenyum penuh kemenangan.

"Kau tahu, Sharon saudaramu itu sudah dibunuh Franz pastinya. Dan sekarang mereka pasti ke sini memberi kami bantuan" ledek Jakcson seraya tertawa kejam.

Esmeralda mengerutkan keningnya. Di saat yang bersamaan, Joseph juga tercampak. Saat itulah Joseph kembali ke wujud manusianya. Kepalanya berdarah, dan ada luka yang panjang di lengan kanannya. Jackson yang melihat itu tersenyum, dan segera mencampakkan Esmeralda.

Brian dan Jackson hampir berhasil meraih Joseph namun, "Ke mana dia?!" gumam Jakcson terkejut. Joseph tiba-tiba menghilang.

Brian dan Joseph mencoba mencari keberadaan Joseph. Namun, Jakcson justru menerima sebuah serangan tidak terlihat. Sejenak serangan itu berhenti. "Jackson api!" ujar Brian segera mengelak. Jackson segera mengelak.

Esmeralda keluar dari persembunyiannya. "Hahaha. Jadi sekarang hanya kau sendiri?" tanya Jackson tertawa meledek.

"Sendiri? Kita seimbang, dua lawan dua" jawab Esmeralda dengan santai. Ia mengeluarkan api dari tangannya. Rasa takutnya tampak hilang, mungkin karena matanya ditutup.

"Gadis ini sudah gila" gumam Jackson menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tertawa meledek. Namun, "Serangan ini lagi?!" gumam Jackson terkejut ketika menerima serangan tidak terlihat. Ketika serangan itu kembali datang, "Dapat" gumam Jackson tersenyum.

Pelaku yang sedari tadi menghajarnya tanpa terlihat ialah, Keith. Melihat Keith yang ditahan, Esmeralda segera mengeluarkan es.

Jackson melepas Keith dan menghindar. "Lama tidak berjumpa, Clear" sapa Esmeralda membantu Keith berdiri.

"Sejak kapan kau menjadi buta?" bukannya menerima jawaban, Esmeralda justru menonjok kepala pria itu.

"Aku hanya bertanya" ujar Keith memegangi kepalanya yang terasa sakit. Jackson dan Brian kembali menyerang. Ketika mereka sudah semakin dekat.

"Apa yang terjadi? Di mana mereka?!" gumam Jackson terkejut. Esmeralda meraih kepala Brian dari belakang. Jackson yang melihatnya terkejut.

Ia segera menghampiri Brian namun Jackson tertahan dengan sebuah serangan. "Sialan" gumam Jackson memegangi pipinya.

Ada sebuah rasa sakit yang menjalar di pipinya. Esmeralda terus beradu dengan Brian untuk saling membunuh. "Aku selalu mengasihani kalian selama ini. Tapi untuk kali ini, aku tidak akan takut untuk mengotori tanganku" gumam Esmeralda dengan kening berkerut.

Tanpa sengaja, Brian melepas penutup mata gadis itu. Tatapan mereka bertemu. Ada sebuah ingatan buruk di tatapan sayu Brian itu.

"Tidak, aku tidak mau!"

"Lepaskan aku, aku ingin menua. Aku tidak mau menjadi sama seperti kalian"

"Tolong aku, Esperanda. Aku mohon!"

"TIDAK!"

"Kau iblis pembunuh yang keji!"

Esmeralda melepas Brian segera. Ia mulai memukuli kepalanya. "Tidak, aku.. aku terpaksa melakukannya. Jangan salahkan aku" gumam Esmeralda memejamkan matanya. "Tidak! Aku tidak ingin melakukannya!"

Gadis itu mulai berteriak histeris. Air matanya mulai turun membahasi pipinya.

Keith yang melihatnya berhenti menyerang Jackson dan bergegas menghampiri Esmeralda. Jackson yang melihat kesempatan itu menarik kaki Keith segera. "Sialan"

Brian yang terkejut, bingung dengan situasi Esmeralda menjauh sejenak. "Bunuh dia sekarang, Brian! Dia yang sudah menculikmu dulu!" perintah Jackson seraya tersenyum sinis.

Brian yang mendengarnya terdiam. "Brian, dia tidak menculikmu! Kau salah!" ujar Keith berusaha melawan.

Bocah itu mulai kalang kabut. "Aku.." gumamnya ragu. "Bunuh dia, sekarang!" perintah Jackson mulai kesal. Nafas Brian mulai tidak teratur. "Lama sekali, biar aku saja" gumam Jackson mencampakkan Keith segera.

Ia mulai menghampiri Esmeralda. Dia sudah sangat siap membunuh gadis itu. "Tidak, kau tidak bisa melakukannya" ujar Brian segera. Ia menahan Jackson yang sudah siap membunuh Esmeralda. Jackson mencampakkan Brian.

"Lemah sekali" gumam Jackson berdecak kesal. Ketika Jackson sudah semakin dekat. "Matilah!" ketusnya hendak menusukkan senjata miliknya di kepala Esmeralda.

Sebelum itu terlaksana, "SIALAN!" teriak Jackson segera bangkit setelah ia tercampak jauh.

Sharon dan Rain tiba tepat waktu. Rain segera membantu Keith berdiri. Sementara Sharon mengurus Esmeralda.

"Hey, Esmeralda!" panggil Sharon berlutut di hadapan adiknya yang masih histeris. Ia mengambil kain hitam itu. "Tenanglah" ilusi milik Sharon mulai bekerja.

Esmeralda mulai bisa bernafas dengan teratur. Tangisnya terhenti. Sharon akhirnya mulai menutup mata Esmeralda perlahan.

Jackson dengan cepat mendekati Sharon dan hendak menyerangnya. Namun, "Apa yang kau lakukan?! Minggir!" perintah Jackson kesal ketika Brian justru menghalaunya.

"Kau mau menerima hukuman dari ayahmu?" tanya Jackson tersenyum menahan kesal. "Aku bukan bagian kalian. Dia bukan ayahku" jawaban itu tentu membuat Jackson tanpa pikir panjang segera berusaha membunuh Brian.

Rain meraih tangan Jackson dan meraih lehernya. "Seharusnya kau yang mati" ujar Rain dan dengan cepat ia memutus kepala Jackson.

Brian yang melihatnya tentu terkejut. Ia terdiam. Brian mulai mundur beberapa langkah menjauhi mereka. Rain beralih menatap Brian serius.

Sharon segera menggendong Esmeralda. "Kalian pergilah lebih dulu" perintah Rain. "Apa yang akan kau lakukan dengannya?" tanya Keith bangkit berdiri. "Wawancara khusus" jawab Rain tersenyum simpul.

Sharon dan Keith memilih untuk menurut dan segera meninggalkan Rain dengan Brian di sana.

Rain menatap Brian sejenak. Setelahnya ia diam tanpa berbicara sedikitpun. Rain berbalik badan.

"Aku tidak bisa membunuhmu" gumam Rain mengerutkan keningnya. "Kenapa? Kau membunuh Jackson. Apa kau tidak takut aku memberitahu keberadaanmu?" tanya Brian.

Rain masih diam. "Aku tidak suka mengotori tanganku" jawab Rain mulai berjalan meninggalkan Brian di sana.

Brian menunduk dalam mencoba mengerti makna itu. "Pergilah jauh. Jangan kembali kepada mereka" pesan Rain sebelum akhirnya dia benar-benar hilang dari pandangan.

Brian masih terdiam di tempatnya.

................

"Di mana yang lain?" tanya Sharon ketika mereka sudah berada di bawah. "Mereka sedang menyusul" jawab Joseph segera.

Rombongan Patrick sudah tiba. "Sudah beres" ujar Patrick merasa lega. "Tunggu.. di mana, Benjamin dan asia itu?" tanya Keith terheran. Benjamin dan Damian tidak ada di sana.

Semua terdiam. "Yang benar saja" gumam Sharon akhirnya bergerak lebih cepat. "Pergilah ke pos lebih dulu" perintah Joseph.

Di sisi lain. "Ben, kakimu" ujar Damian membantu Benjamin berjalan. "Aku tahu, maka biarkan aku berjalan sendirian" saran Benjamin tertawa kecil.

"Apa kau gila? Kau bahkan tidak bisa berjalan tanpa bantuan" jawab Damian terheran. "Lebih baik kau berjalan lebih dulu" Benjamin masih menyarankan hal yang sama.

"Sudahlah, sebentar lagi kita akan sampai" jawab Damian tertawa kecil. Namun langkah krdua remaja itu terhenti. "Dia..?!" gumam Benjamin terkejut ketika melihat Brian tiba di hadapan mereka. Brian mendekati mereka.

Benjamin dan Damian segera waspada. "Jangan kau pikir karena aku pincang, aku tidak bisa membunuhmu" ujar Benjamin segera.

"Aku tidak punya tujuan menyerang" jawab Brian dengan tenang. "Lalu?" tanya Damian terheran. Brian kembali mendekat. Damian segera waspada. "Aku tidak akan menyakitinya" ujar Brian hendak melakukan sesuatu.

"Apa jaminan yang kau berikan?" tanya Damian dengan ketus. "Kau bisa membunuhku" jawab Brian. Benjamin dan Damian saling adu pandangan. Damian akhirnya membiarkan Brian mendekati Benjamin.

Ia memegang pundak Benjamin lalu memejamkan matanya. Hal itu berlangsung 5 detik. "Sudah, kau sudah bisa berjalan normal" ujar Brian mundur beberapa langkah.

Benjamin mulai menggerakkan kakinya. "Mustahil" gumam Damiam terkejut dan beralih menatap Brian tidak percaya.

"Aku tidak tahu apa yang ada di benak Esperanda sampai dia tetap mau ikut mencarimu walaupun penyakit mentalnya itu tidak akan sembuh"

Benjamin dan Damian yang mendengarnya terkejut. "Maksudmu?" tanya Benjamin terheran. "Dia sudah lama menderita skizofrenia paranoid dan depresi akut. Bangsawan memanfaatkan penyakit itu untuk kepentingan mereka"

Benjamin yang mendengarnya mengerutkan kening marah.

"Hey, Jessi itu seorang-"

"Itu sudah menyerang sarafnya. Dia sudah mati secara jasmani. Tidak ada penyembuhan yang setidaknya memulihkan keadaan buruk itu"

Benjamin terdiam mendengarnya. "Mereka mendekat. Mereka akan mengira aku ingin membunuh kalian, jadi sampai jumpa" ujar Brian melewati mereka.

"Lalu apa yang harus kulakukan untuknya? Aku banyak berhutang budi padanya" Brian menghentikan langkahnya segera.

Ia tidak menoleh pada mereka. "Gadis yang kakinya sedang sakit itu adalah kebahagiaannya"

Benjamin tertegun mendengarnya. Marella?

"Cukup dengan menjaganya, dia akan membaik" pesan Brian dan akhirnya ia menghilang.

"Kalau sudah menyerang saraf, parah juga" gumam Damian menatap kepergian Brian. "Sekelam apa masa lalunya?" gumam Benjamin setengah menunduk dengan kening berkerut.

Tidak lama berselang Sharon dan Joseph akhirnya tiba. "Ben, naiklah ke atas Joseph"

................

"Aww" gumam Benjamin merasa perih pada luka di lengannya. "Kau tidak berhati-hati dengan orang-orang di sekitarmu" ujar Marella yang mengobati kekasihnya itu.

Benjamin hanya tertawa kecil mendengarnya. "Kau benar-benar membuatku khawatir, Keith. Aku kira setelah Karl dibunuh, kau tidak selamat" ujar Garon pada Keith.

"Hahaha. Ayah menitipkanku pada kakek sebelum ia dibunuh" jawab Keith tertawa kecil. "Bagaimana keadaannya? Aku melihatnya teriak tadi" tanya Keith mengenai keadaan Esmeralda.

"Sulit menjelaskan yang sesungguhnya" jawab Jessi tertawa kecil. Tawanya seakan menutup kesedihannya terhadap Esmeralda.

Namun tanpa mereka ketahui, percakapan mereka didengar oleh gadis itu di anak tangga. Esmeralda memilih naik ke rooftop. Sharon yang menyadarinya mengikuti gadis itu.

"Kau penguntit handal" ledek Esmeralda bersantai. "Hahaha. Bukankah kita sama?" tanya Sharon tertawa mendengarnya.

"Aku tidak sepertimu, terlalu terang-terangan" gumam Esmeralda menatap lurus.

"Kau mencintai wanita itu? Dia janda tahu, seleramu aneh" ledek Esmeralda mengenai Clara. "Hahaha. Kau juga aneh. Kau membenci Canis, tapi kau justru jatuh cinta dengan Joseph si pewaris kepemimpinan Canis"

Esmeralda tidak menjawab. "Hey, Shar. Apa tidak lebih baik kalian menelantarkanku? Atau membunuhku? Kalian tidak kesusahan selalu mengurus diriku?" tanya Esmeralda.

Sharon tersenyum simpul. "Untuk apa kami melakukan itu?" tanya Sharon tersenyum. "Dulu aku sangat kuat. Sekarang aku merasa aku tidak berguna. Apalagi setelah aku melihat bocah manusia mendekati Marella dan mereka berkencan. Aku takut Benjamin tidak bisa melindungi gadis itu"

"Semua ada masanya. Kadang di atas kadang di bawah. Dulu kau pembunuh darah dingin. Mungkin saja ini balasan untukmu" jawab Sharon dengan bijaksana.

Esmeralda terdiam.

"Sharon"

"Hmm?"

Sejenak ada keheningan.

"Apa aku bisa sembuh? Atau setidaknya pulih?" tanya Esmeralda memecah keheningan singkat itu. Sharon terdiam.

"Esmeralda, kau tahu-"

"Pasti ada jalan. Itu yang akan kau katakan bukan? Aku sudah menderita penyakit mental ini sejak berusia 15 tahun"

Sharon lagi-lagi terdiam. Dia menatap Esmeralda terkejut. "Sudahlah, memang nasibku seperti ini" gumam Esmeralda berpasrah. "Sejak kapan kau berubah jadi lemah begini?" tanya Sharon terheran. "Aku tidak pernah lemah" jawaban itu hanya bisa dibalas Sharon dengan tawa kecil.

"Dengarlah, kita pasti menemukan cara untuk sekedar memulihkan dirimu. Jika kau merasa tidak pernah lemah, maka bersemangatlah"

Esmeralda tidak menjawab. "Nasehat yang sama setiap dekadenya" gumam Esmeralda dengan ekspresinya yang datar.

"Kau tidak perlu khawatir Benjamin tidak bisa melindungi Marella. Mereka akan baik-baik saja" ujar Sharon menatap bintang di langit.

Esmeralda berbalik ikut menatap langit. "Apa mereka melihatku dari atas sana?" gumam Esmeralda tanpa sadar. "Kau merindukan keluargamu?" tanya Sharon penasaran.

"Begitulah. Sudah ratusan tahun mereka meninggalkanku" jawab Esmeralda. "Sharon, kenapa kau tidak menikah saja dengan Clara? Bukankah kau sangat mencintainya?" tanya Esmeralda terheran.

"Jangan lupa kita mengulang sekolah berkali-kali. Dan satu lagi" Sharon menghentikan penjelasannya. "Satu lagi kenapa?" tanya Esmeralda terheran.

"Aku masih ingin mendidik adik-adikku"

"Menjijikkan"

Sharon tertawa puas mendengarnya. "Bahkan di saat kondisimu yang seperti ini, kau masih bisa berkata kasar" ledek Sharon segera.

"Sifatku memang seperti ini" jawab Esmeralda malas. "Benarkah? Bagaimana jika aku bertanya pada Mia mengenai masa lalumu?" tanya Sharon menantang. "Bukankah kau sudah tahu dari Moses sebagian kecilnya?" tanya Esmeralda balik seraya pergi meninggalkan Sharon.

Sharon yang mendengarnya terkejut. "Yang benar saja" gumam Sharon melotot tidak percaya. "Aku tidak bodoh, Sharon. Kau dan Veronica pamit pergi ada keperluan, tapi saat kalian kembali, justru aroma Moses yang menempel. Jangan-jangan kalian merencanakan sesuatu" ujar Esmeralda dengan santai.

"Hey, aku hanya ingin menyelesaikan masalahmu. Dan tentunya bangsawan Canis yang super merepotkan" jawab Sharon tidak setuju.

Esmeralda menghentikan langkahnya. "Kenapa kau sampai repot-repot ingin menyelesaikan masalahku?" tanya Esmeralda penasaran.

Sharon menghela nafas. "Kau adikku, Esmeralda. Aku ingin tahu apa masalah utama yang membuatmu seperti ini. Jika aku menyelesaikan masalahnya, bersamaan juga kau akan semakin membaik bukan?" tanya Sharon memaklumi.

Esmeralda terdiam mendengarnya. "Walaupun.. aku pernah menyakitimu?" tanya Esmeralda berbalik badan. "Ya, selamanya kau tetap akan menjadi adikku. Apapun nama yang diberikan orang-orang padamu" jawab Sharon seraya tersenyum meyakinkan.

Esmeralda setengah menunduk. Setelahnya, "Terimakasih.. kakak" jawab Esmeralda seraya tersenyum.

Sharon yang melihat senyuman itu terdiam beberapa saat. Esmeralda tersenyum padanya?

"Jangan menunjukkan tatapan aneh, Sharon" senyuman itu seketika menghilang ketika Sharon menatapnya tidak percaya.

"Sungguh? Kau tersenyum padaku untuk pertama kalinya? Sungguh?" Sharon segera mendekati Esmeralda.

"Jangan melantur, Sharon" perintah Esmeralda dengan nada dingin dan mulai menjauh. "Hey, ayolah. Wajahmu terlihat lebih bersinar ketika kau tersenyum" ujar Sharon mengekorinya.

"Jika kau memaksaku lagi, aku akan membunuhmu" ancam Esmeralda.

"Hahaha. Aku akan buka penutup mata itu dan aku akan memberimu ilusi"

...****************...

"Ayah!" Benjamin menyambut kepulangan ayahnya di bandara. "Son!" Bernandez segera menghampiri putranya lalu memeluknya.

"Lama sekali ayah pergi, apa saja yang ayah lakukan di luar kota?"

Mau sedewasa apapun kita, kita akan tetap menjadi anak kecil di mata orang tua kita. Itulah yang dilihat Bernandez pada diri Benjamin.

"Hahaha, banyak. Tidak bisa kusebutkan satu persatu" jawab Bernandez tertawa. Sejenak ia terdiam seraya memperhatikan Benjamin dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Apa yang terjadi padamu? Ada apa dengan wajahmu?" tanya Bernandez khawatir. "Ahk ini, tenang saja. Aku hanya berlatih fisik seperti yang ayah lakukan saat aku kecil" jawab Benjamin tertawa kecil.

Bernandez memandang putranya penuh arti.

"Ayo pulang ayah. Aku akan buatkan ayah menu makan malam dari italia"

"Hahaha. Aku jadi penasaran, nak"

1
Leon I
terrimakasih banyak, yah! stay tune untuk Dear Dream🫵
palupi
padahal sempat geregetan jg sama jemma, eh taunya nyambung season 3.
lanjut deh thor... semangat 🙏👍💐
palupi
ok...
selamat berjuang /Good/
palupi
suka sama cerita model gini karena pertemanan mereka.
saling peduli, saling melindungi, saling berbagi.
setia kawan 👍❤️
Leon I
hehehe siap! terimakasih yah, nanti dibuatkan visual protagonis dan antagonisnya
palupi
tambah banyak tokohnya yg muncul.
sampe bingung mana kawan mana lwwan 🤭
semangat terus ya thor...❤
palupi
tambah seru...
lanjut thor 🙏❤️
Leon I
baik segera dilaksanakan tuan!!
palupi
luar biasa 👍
palupi
up lagi thor 🙏💕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!