Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Hendi?!
Setelah beberapa hari hanya bekerja sebagai pengasuh Devan, kini Leava benar-benar bisa menjadi Sekretaris yang sebenarnya. Mengerjakan beberapa berkas dan file yang dikirim Givan padanya. Sekarang dia bisa lebih bangga dengan pekerjaan ini, karena sudah sesuai dengan pekerjaannya sebagai seorang Sekretaris.
"Akhirnya, gue kerja beneran juga. Bukan hanya jadi pengasuh Tuan Muda"
Leava bekerja dengan penuh semangat, ada masa depan adiknya yang harus dia perjuangkan. Jadi dia harus melakukan pekerjaan dengan baik dan harus selalu semangat.
Leava melirik ke arah meja kerja Devan, dia juga masih bingung kenapa meja kerjanya bisa berada di dalam ruangan yang sama dengan Devan. Karena biasanya meja Sekretaris itu berada diluar ruangan.
"Akhirnya kopi yang gue buat tidak ditolak lagi. Sekarang dia minum tanpa banyak protes" gumamnya dengan tersenyum senang melihat Devan yang meminum kopi buatannya.
Devan sudah berdiri dari duduknya, mengancingkan jas dan berjalan ke arah meja kerja Leava. "Sudah siapkan berkas untuk kita rapat?"
Leava mengangguk, dia langsung mengambil berkas dan juga menyelempangkan tas di bahunya. "Sudah Tuan, apa kita akan pergi sekarang?"
Devan mengangguk saja, dia segera melangkah menuju pintu keluar. Leava pun segera mengikuti. Hari ini keduanya ada pertemuan di luar. Dan Givan yang mempunyai janji temu yang lain, sehingga yang menemani Devan adalah Leava hari ini. Mereka masuk ke dalam lift khusus.
"Bagaimana keadaan adikmu?" tanya Devan.
"Em, sudah lebih baik Tuan. Besok juga sepertinya sudah bisa mulai masuk kuliah lagi"
Sebenarnya Leava masih merasa tidak enak karena uang yang terlalu banyak yang diberikan Devan padanya. Ingin mengembalikan, tapi dia bingung bagaimana caranya.
"Em Tuan, sebenarnya uang yang anda berikan untuk biaya pengobatan adik saya terlalu banyak. Lagian lukanya juga tidak terlalu parah"
Devan langsung menoleh pada Leava, dia melihat gadis itu menunduk dengan memegang tas laptop dan berkas di tangannya. "Kesalahan Beby yang membuat adikmu terluka. Karena dia tidak lebih hati-hati. Jadi, wajar saja dia memberikan uang ganti rugi"
Leava menghembuskan nafas pelan, dia menoleh dan menatap Devan yang ternyata juga menatapnya. Sejenak tatapan mata mereka bertemu sekarang. Saling menatap dengan jantung berdebar.
Tuhan, lagi-lagi jantungku berdebar.
Leava yang lebih dulu mengalihkan pandangannya. Tepat saat lift terbuka sekarang, mereka langsung keluar tanpa berkata apapun lagi. Sebenarnya suasana tiba-tiba canggung.
Di dalam mobil pun, Leava hanya diam saja. Apalagi dia yang tidak tahu harus memulai percakapan seperti apa. Ketika mereka sampai di sebuah Restoran ternama, mereka langsung masuk dan mengatakan ruangan VVIP yang sudah di pesan oleh pihak rekan kerja mereka hari ini.
Ketika masuk ke ruang VVIP di Restoran ini, ternyata rekan kerja mereka sudah sampai lebih dulu.
"Mohon maaf karena kami terlambat, Tuan" ucap Devan.
"Tidak papa Tuan Devan, saya bisa mengerti. Perjalanan di jam makan siang seperti ini, memang biasanya macet total"
Deg.. Leava yang sedang sibuk memasukan ponsel ke dalam tas, langsung terdiam ketika mendengar suara seseorang yang sangat dia kenal. Ketika dia mendongak, dia terdiam membeku.
Pria itu juga sepertinya baru menyadari keberadaan Leava, dan dia sama terkejutnya. "Leava?"
"Kak Hendi" lirihnya pelan, air mata tiba-tiba menetes begitu saja. Dia juga tidak tahu kenapa. Dan dia benci dengan keadaan seperti ini.
"Kalian saling kenal?" tanya Devan, tatapan matanya semakin tajam saat melihat Leava yang mengusap air matanya.
Hendi kembali menoleh pada Devan, dia mencoba untuk menyadarkan dirinya dari segala bayangan masa lalu yang tiba-tiba muncul.
"Ah, Leava ini adalah junior saya di Kampus waktu itu" ucap Hendi.
Leava menunduk diam, rasa sakit itu masih ada. Ternyata memang tidak akan pernah Hendi mengakuinya lebih dari itu di depan orang lain. Dia masih sama seperti Hendi yang dulu.
"Ah, iya Tuan. Kak Hendi adalah senior aku di Kampus. Apa kabar Kak?" tanya Leava dengan menatapnya lekat.
Tatapan yang seolah mengatakan jika ternyata kamu masih jadi orang yang sama. Begitulah yang diartikan Hendi dari tatapannya.
"Baik, bagaimana dengan kamu?"
Leava duduk di samping Devan, tepat di depan pria yang menjadi sumber sakitnya selama ini. "Tentu saja baik. Bisa lihat sendiri kalau aku baik-baik saja"
Meski hatiku sulit untuk kembali baik-baik saja.
Hendi hanya tersenyum dengan menundukan pandangannya. Jika dia semakin lama menatap Leava, makan akan semakin terasa sakit.
"Aku tidak tahu kalau ternyata kamu bekerja dengan Tuan Devano" ucap Hendi.
"Masih baru kok"
Devan menyipitkan matanya tajam, dia bisa menyadari ketidaknyamanan dari keduanya saat ini. "Kalau begitu mari kita segera selesaikan rapat ini. Saya tidak punya banyak waktu"
Leava langsung memberikan berkas pada Hendi untuk di baca. Dan dia membuka laptopnya, menjelaskan tentang proyek yang akan dijalankan oleh kedua Perusahaan ini. Sebenarnya tanpa dijelaskan pun, sudah pasti Hendi akan menerima proyek ini. Karena bisa bekerja sama dengan Perusahaan besar seperti ERC Coporation adalah hal yang di impikan banyak pemimpin Perusahaan lainnya.
Leava selesai menjelaskan semuanya, namun entah Hendi mendengarkan dengan jelas atau tidak. Karena terlihat dia malah memperhatikan Leava dengan tatapan menerawang. Dan hal itu disadari oleh Devan.
"Jadi bagaimana Kak? Apa akan lanjut bekerja sama dengan Perusahaan kami?" tanya Leava.
Hendi mengerjap pelan, dia mencoba untuk mengendalikan dirinya sekarang. Mengangguk pelan untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Tentu. Tidak mungkin saya menolak proyek sebesar ini dan bekerja sama dengan ERC Coporation. Pastinya saya akan menerima kerja sama ini dengan senang hati"
Leava tersenyum senang, dia menoleh pada Devan yang sejak tadi hanya diam. Senyuman Lea seketika memudar melihat wajah dingin Devan saat ini.
Dia kenapa? Apa aku melakukan kesalahan ya?
"Em, Tuan, jadi kita langsung tanda tangan kontrak kerja saja?" tanya Leava dengan takut-takut.
"Hmm. Lakukan saja"
Leava mengangguk dengan takut, tatapan Devan benar-benar menakutkan sekarang. Bagaimana dia yang menjadi dingin seperti ini. Setelah selesai tanda tangan kontrak kerja sama. Leava dan Devan langsung berpamitan pergi.
"Em Lea, apa ada waktu untuk bicara sebentar?" ucap Hendi.
Leava terdiam, tidak tahu harus menjawab seperti apa.
"Sekretaris saya sibuk. Jika anda ingin berbicara dengannya, lakukan diluar jam kerja" tegas Devan.
Bersambung