Mencintai akan di sakiti.
Di cintai akan menyakiti.
Saling mencintai akan tersakiti
Sang anak Athena bersinar bak surya.
Merubah konsonan takdir dunia.
Kekasih takdir yang saling memberontak.
Membuat jurang kebodohan.
Sang anak Athena yang terus merintih sakit.
Yang melihatnya adalah saksi-saksi kekejaman takdir.
Sinopsis: Seorang dara yang masuk ke dalam sebuah novel Dektektif dengan segudang misteri. Namun tidak pernah terpikirkan bahwa dia memiliki peran di bawah pena takdir.
Terbagi menjadi pikiran dan emosi, sang jiwa luntang-luntung mencari jiwa yang asli. Paus yang bertemu putri duyung di pinggir laut lepas, serta sang Dewi yang terus mencari sang dara.
Mengikat janji di bawah lembayung biru bumantara dan berkeliaran di dunia yang menurutnya fiksi. Sang dara yang terus mencari apakah ia pikiran atau emosi, sampai ia mengetahui ekspresinya adalah 'kebohongan'.
—BLUE ROSE—
Tak peduli bahwa ia merubah takdir, takdir tetaplah takdir. Ia tidak akan bisa menebus semua dosanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon olivia junia f., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16: Suka Dan Cinta Itu Berbeda (2)
Suzume No Tojimari—RADWIMPS
00:08 ————————————— • ——————01:06
⏭ ▶ ⏮
“**Jika mencintai akan di sakiti, jika dicintai akan menyakiti, dan jika saling mencintai akan tersakiti.” —Miyamura Ron**
♪♥
“Kau siapa?” pertanyaan Hashira yang terdengar datar memecahkan keheningan.
Ron menyeringai tipis, sebuah ide terlintas di otaknya, “Aku pacar Noe-Neechan.”
Deg!
Hashira terdiam, merasakan sebuah batu tak kasatmata seperti menghantamnya. Menggertakkan gigi dan memandang Ron dengan mata tajam.
Ron terkekeh geli, melihat junior Noe yang sepertinya dendam padanya. Namun seringainya perlahan hilang saat Hashira menarik kerah bajunya.
“Kau!— Jangan bercanda!” seru Hashira dengan kilatan marah di matanya.
Ron memandangnya datar, ia lupa jika banyak lintah yang menempel pada Noe—pikirnya. Ron tertawa, seperti menikmati wajah marah Hashira yang terlihat kentara.
Duagh!
Tapi itu tak berlangsung lama saat sebuah pukulan kasih sayang mendarat di kepala Ron. Ron mengaduh sakit sambil mengusap kepalanya.
Noe berkacak pinggang, “Jaga sopan santunmu pada seniormu, siapa yang mau jadi pacarmu?”
Ron terkekeh tanpa dosa, cengirannya seperti tanpa beban. Noe mendengus kesal sedangkan Hashira melepaskan tangannya dari kerah Ron. Walau kerutan di keningnya belum hilang.
Noe memilih berjalan ke arah pintu keluar gedung sambil melempar kaleng kopi yang sudah kosong ke tempat sampah—tepat sasaran.
“Hashira, mobilnya sudah datang, ayo pulang.” seru Noe.
Hashira tersenyum tipis, “Oke, aku ke sana.”
Baru tiga langkah Hashira berjalan, sebuah langkah kaki berjalan ke arahnya. Hashira menoleh dan melihat postur seorang Fukina yang bersandar ke dinding dengan lebam di pipinya.
“Kuberi tahu, tadi adalah simulasi pertempuran. Kau bisa menembak dan meninju dari belakang, bahkan seorang wanita sepertiku.” ucap Fukina, “Bergegas datang dan menghajarku, itu bodoh sekali.” lanjutnya sinis.
Hashira terdiam lalu tak lama tersenyum tipis, “Kalau begitu kita impas, kau telah mengejek seniorku dan organisasi SevenSix.”
Fukina mengerutkan kening kesal, ia masih tidak terima jika pipinya sampai lebam. Senyuman Hashira berubah jadi senyuman mengejek, itu adil baginya.
“Kau sungguh pengguna Bleid yang tidak berguna. Masuk ke organisasi SevenSix dan muncul tiba-tiba dalam data, bertingkah seenaknya.” ucap Fukina tidak kalah pedas sambil menunjuk Hashira.
“Jangan pernah kembali lagi.” lanjutnya sambil berbalik dan berjalan pergi.
Hashira mengerjapkan mata beberapa kali, 'Kok ngusir? Situ sapa, sih? Yang buat gedung apa?' batinnya sweatdrop.
“Kalau kau tak cepat, akan ku tinggal, loh. Walau tidak akan begitu.” seru Noe yang sudah di samping mobil yang akan mengantar mereka balik ke stasiun—ke organisasinya balik sendiri pake kereta, biadap emang, gak sekalian ke organisasi.
Hashira memandang Noe, lalu tersenyum tipis dan berjalan ke arah Noe. Sedangkan di kamar pengobatan, Fukina dan Otome sedang mengobati luka lebam mereka.
“Sumimasen, ini semua salahku karena kemampuan tembakanku yang payah, bahkan mempermalukanmu.” ucap Otome sambil masih mengoleskan salep ke pipinya.
“Karena tembakanmu yang akurat jadi Noe mudah menghindar,” gumam Fukina pelan, namun masih terdengar.
Otome terkaget, “Heee? Apa dia menghindari peluru? Bukankah itu hanya terjadi dalam komik?”
“Itulah yang membuatku kesal.” gumam Fukina lagi sambil selesai mengoles salep, “Lain kali aku tak akan kalah darinya!” seru Fukina sambil meninju dinding dan pergi dari ruangan itu.
“Hah? Fuki-Chan! Chotto, kau mau ke mana?” tanya Otome sambil berjalan cepat mengikuti seniornya itu.
Kereta melaju di atas rel, cakrawala telah perlahan turun tergantikan bulan. Noe menatap ke arah permen yang di pegangnya, sedangkan Hashira menatap keluar jendela kereta.
Keheningan ini tak terasa canggung—Tapi bagi Noe yang abnormal—keheningan ini tidak terasa seru. Harusnya dia mengobrol dengan karakter utama sampai mereka balik ke organisasi—Noe akan bertemu Tou-San tercyntah.
“Hashira ...” panggil Noe dengan sedikit nada merengek.
“Nanda?” tanya Hashira walau matanya tak lepas dari jendela kereta.
Noe menyodorkan permen yang ia pegang ke arah Hashira, “Kau baru saja membantuku, kan?”
Hashira mengambil permen itu tanpa mengalihkan pandangan, “Karena kupikir Noe-San butuh bantuan untuk memukul gadis itu.”
Noe hanya tersenyum kecil sambil kembali mengambil permen di saku bajunya. Hashira memakan permen yang Noe berikan padanya, rasanya tidak terlalu manis.
“Kau sungguh tidak seperti orang biasa saat menghindari peluru, Noe-San ...” ucap Hashira di sela-sela dia memakan permen.
Noe terdiam sebentar, lalu ia terkekeh pelan, “Tapi rasanya lega, kan? Maksudku Setelah memukul Fukina. Kau bahkan seperti tidak lagi memikirkan Pemerintah ...”
Hashira beralih memandang Noe, lalu tersenyum tipis, “Hm? Ya, itu berkat Noe-San, tanganku sudah gatal ingin memukul gadis itu ...”
Tawa Noe meledak, seandainya Hashira tau seberapa gatal tangan Noe tadi ingin memukul Fukina. Biarlah alur cerita sedikit berubah, setidaknya di dunia ini—sebelum arc lima pertanda kematian tentunya—hidupnya lebih bahagia daripada ia di dunia nyata.
Ponsel Noe berdering menandakan ada pesan masuk. Noe mengeceknya dan matanya berbinar melihat beberapa pesan chat grup SevenSix.
@ManiakPerfeksionis.
[Permainan papan sedang berlangsung! Aku akan menang demi makan gratis tiga hari!]
@ManiakManisan!
[Aku! Aku! Aku! Akulah Fujitsu! Pasti akulah yang menang!]
.@Tou-SanGantengkuhh
[Fujitsu, jangan berisik di grup]
@Tou-SanGantengkuhh.
Send.foto
@Tou-SanGantengkuhh.
[@You, kapan kau pulang?]
.
.
.
.
.
“Baiklah, di ronde ini aku menang ...” ucap Yukijima dengan nada datar seperti biasa.
Fujitsu mengerang frustasi, dia sudah kalah beberapa kali. Tawa Hiro menggelegar di ruangan cafe itu. Yukijima beralih memeriksa ponselnya.
@**You**
Send.foto
@**You**
\[@*AnakAbnormal, Kapan kamu pulang*?\]
@AnakAbnormal
Send.foto
@AnakAbnormal
[Kami berdua akan datang!]
Yukijima tersenyum tipis melihat chat grup itu, memandangi foto yang Noe kirim—Foto Noe dan Hashira di kereta. Hiro berseru bahwa Noe akan segera pulang, membuat semuanya yang ada di Cafe berseru senang.
Ting!
@AnakAbnormal
[Tou-San! Ganti nama kontakku di ponselmu, dong!]
Yukijima kembali tersenyum tipis, ia mengetik di ponselnya sampai nama kontak Noe tergantikan dengan nama baru.
Ting!
@AnakSengklek
[Bukan seperti itu maksudku, Tou-San! Ganti Sengklek dengan tercintahhh!]
@HiroTakWaras
[Itu bagus untukmu!]
@AnakSengklek
[Berisik, dasar tak waras.]
@GunungFuji
[Gak ngaca.]
@HashiraRadaWaras
[Fujitsu-San, kau juga harus ngaca :'( ]
@**You**
\[*Berisik*.\]
♪♦
... Karena peluangku adalah maju kedepan.