Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.8
Dari pada memikirkan yang tak pasti, Alfa memilih untuk keluar rumah. Dia akan bertemu dengan seseorang, Evelin pun tak peduli dia memilih mengantar Kara ke kamar.
Saat sampai di kamar, Kara menatap kamarnya yang selama tiga hari dia tinggalkan. Dia pun langsung merebahkan tubuhnya.
"Aku kangen banget, sama Choky." Kata Kara, dia memeluk boneka kelinci berwarna merah muda.
Evelin tersenyum dan mengusap rambut sang anak.
"Nanti kalau Mama sudah gajian, kita beli boneka baru, mau?" tanya Evelin.
"Mau, yang banyak ya!" pinta Kara dengan antusias.
Nada yang ada dalam tubuh Kara hanya membiarkan saja, toh itung-itung dia menikmati masa kecil yang pernah hilang saat dia di panti asuhan dulu.
"Oke, sekarang Kara istirahat. Mama akan memasak untuk makan siang," ujar Evelin.
"Baik, Mama."
"Anak pintar." Evelin mencium kening Kara, lalu berdiri dan keluar dari kamar.
Pintu tertutup, Kara menghela nafas dengan pelan dia merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar.
Kamar yang sangat polos untuk ukuran anak perempuan, hanya ada dua boneka kelinci. Dia menatap boneka kelinci berwarna putih dan memilih mengabaikannya, dia lebih suka boneka kelinci merah muda tersebut.
"Akan aku singkirkan, semua kenangan tentang Bagas." Gumam Kara, dia memutuskan untuk melihat-lihat berharap bisa menemukan sesuatu tentang Kara yang di lecehkan oleh Alfa.
"Disini tidak ada cctv, begitu juga di ruangan yang lain. Aku harus memasang cctv, tapi dari mana uangnya?"
Nada pun mulai berpikir, dulu saat di rumah susun kumuh dia meninggalkan dompet dan tas.
"Apa masih berlaku, gak ya? Ahh pusing, pikirkan nanti saja. Lebih baik aku tidur." Gerutu Nada, tak lupa dia mengunci pintu untuk berjaga-jaga. Ingatan Kara, sangat jelas bahwa Alfa sering masuk saat dia tidur.
"Dasar pedofil."
****
Sementara itu, Embun menatap pesanan yang mana adalah kesukaan Nada. Dia pun menghela nafas dengan pelan, dan mulai mengantarkan pesanan tersebut.
Dia sangat terkejut saat sampai di meja pelanggan, dimana ada Rowman, Salsa juga Hana anak mereka.
"Selamat menikmati." Kata Embun.
"Tunggu, sepertinya aku mengenalmu." Rowman tiba-tiba menghentikan langkah Embun.
"Mungkin kamu salah orang." Balas Embun, dengan menunduk dia pun berlalu dari hadapan Rowman.
Namun, Rowman tak melepaskan tatapannya. Walau Embun sudah tak terlihat lagi.
"Siapa dia?" tanya Salsa, membuyarkan lamunan Rowman. Walau dekat dengan Nada, Salsa tidak pernah tahu siapa teman dekat Nada saat di panti.
"Bukan siapa-siapa, hanya salah orang." Balasnya, Rowman mengusap sayang kepala sang anak.
"Makan yang banyak, kamu kelihatan kurus." Rowman tersenyum pada Hana, dan di balas anggukan oleh Hana.
Salsa yang melihat itu pun menjadi tidak suka, dimana Rowman selalu bersikap manis pada anak mereka. Sedangkan pada dirinya, dia selalu bersikap dingin semenjak Salsa tak sengaja membuat anak kedua mereka meninggal.
"Sampai kapan? Sampai kamu bersikap seperti ini, terus sayang?" tanya Salsa dengan lirih.
Tidak ada jawaban, Rowman memilih menghabiskan makanan di depannya. Salsa juga tahu, bahwa makanan itu adalah kesukaan Nada dan tempat makan ini pun adalah tempat dimana Rowman dan Nada sering menghabiskan waktu berdua.
****
Alfa duduk didepan seseorang yang disebut orang pintar, dia sangat serius memperhatikan apa yang orang tersebut lakukan.
"Gimana, Mbah?" tanya Alfa.
"Pastikan dia tidak tahu, jika tahu maka akan gagal semuanya." Kata si Mbah. "Dia juga harus meminum ini."
Alfa menerima cairan bening dalam botol kecil, dia pun mengangguk lalu membayar upah si orang pintar. Alfa tersenyum dengan sinis, lalu pergi dari rumah orang pintar tersebut.
Demi kebahagiaan seseorang dia rela melakukan apapun.
"Sekarang aku harus mengurus bocah kecil itu, sial dia masih hidup aja."
Alfa mendengus dengan kasar, dulu saat dia menyakitinya Alfa kira Kara akan meninggal. Karena tubuh bocah itu sangat lemah, Evelin juga tidak mengetahui kejadian yang menimpa anaknya. Tapi, mungkin dia sudah tahu.
"Semoga Evelin tidak tahu, apa penyebab Kara masuk rumah sakit." Gumam Alfa, dia fokus menatap jalanan yang dimana sekelilingnya hutan.
Jam makan siang pun tiba, Kara sudah bangun dan duduk di meja makan dia menatap Evelin yang tengah menghidangkan berbagai macam makanan kesukaannya.
Kesukaan khas anak-anak, ayam goreng tepung, tumis wortel dan sosis juga tempe tepung.
"Sayang gak ada sambal," ceplos Kara langsung menutup mulutnya.
"Sejak kapan putri, Mama. Suka sambal, hem?" kekeh Evelin, setahunya Kara tidak suka makanan pedas.
"Sejak, sejak.." Kara pura-pura berpikir, Nada mana tahu jika Kara tak suka pedas.
"Sejak aku bangun dari tidur pas di rumah sakit." Jawab Kara terkesan tak masuk akal bagi Evelin. Namun, Evelin tak mempermasalahkan itu semua.
Evelin menaruh piring yang sudah lengkap di hadapan sang anak.
"Mau disuapi?" tawar Evelin.
"Gak usah, Ma. Aku bisa sendiri kok, Mama juga makan. Aku gak mau Mama sakit," kata Kara dengan tatapan penuh kasih sayang.
Evelin terharu, anaknya ini terlalu pengertian dan menurutnya selama ini. Evelin tidak dekat dengan Kara, karena bekerja. Saat Kara bangun, Evelin sudah berangkat. Begitu pun sebaliknya, saat Evelin pulang Kara sudah tidur dan tidak pernah tahu apa yang putrinya alami bersama dengan Alfa.
"Sebentar Mama cuci tangan dulu." Kata Evelin, setelah cuci tangan Evelin membawa dua gelas es teh.
"Selamat makan, Mama." Seru Kara, dia berdoa terlebih dulu.
"Selamat makan sayang, makan yang banyak."
Kara mengangguk antusias, Nada yang ada dalam tubuh Kara membatin menginginkan sambal. Namun, itu tidak mungkin mengingat Kara tak suka pedas.
"Gue harus catat, apa makanan kesukaan Kara dan makanan yang gak dia suka."
Evelin tersenyum pada Kara yang makan dengan lahap, dia selalu berharap kebahagiaan untuk sang anak.
****
"Bun, tolong antarkan pesanan ini ke ruangan VIP." Pinta Mega.
"Kok gak kamu, sih Mbak?" tanya Embun.
"Dia maunya sama kamu."
"Hah?"
"Sudahlah cepat jangan bengong terus, entar kita di marahin sama bos." Ujar Mega, dia mengulum senyum setelah Embun mengambil pesanan.
Embun membuka pintu ruangan VIP, dia menatap lelaki yang sedang berdiri membelakangi pintu. Embun pun merasa familiar dengan postur tubuh lelaki tersebut.
"Mas Sam." Gumam Embun, lelaki yang dia cintai dalam diam yang tak ada kabarnya setelah kepergian Nada.
Awalnya mereka masih komunikasi. Namun, setelah lima bulan mereka komunikasi. Tiba-tiba, Embun kehilangan kontak dengan Samudra.
"Aku selalu tahu, bahwa kamu tahu siapa aku." Lelaki yang bernama Samudra berbalik dan tersenyum ke arah Embun, yang terkejut.
"Mas." Lirih Embun.
"Ya ini aku, Embun. Maafkan aku," kata Samudra, dia bergerak memeluk Embun. Gadis yang dia sukai. Namun, dia belum berani mengungkapkan perasaannya itu.
Embun dan Samudra bertemu, saat Nada mengajaknya liburan ke luar negeri. Nada kemudian memperkenalkan Embun sebagai saudaranya, dan saat itu Samudra pun langsung suka pada pandangan pertama.
Bersambung ...
Maaf typo