NovelToon NovelToon
Hidup Yang Tidak Terpenuhi

Hidup Yang Tidak Terpenuhi

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rifaat Pratama

Menganggur selama 3 tahun sejak aku lulus dari Sekolah Menengah Atas, aku tidak mengetahui ada kejadian yang mengubah hidupku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifaat Pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18

Saat aku melamun, aku kemudian teringat saat aku bertengkar dengan Ayah dan aku belum pernah meminta maaf kepadanya.

Seperti biasa, saat itu Ayah memanggilku ke ruang tamu untuk mengobrol. Dan menanyaiku apa yang kulakukan dengan hidupku sekarang.

“Kamu kesibukannya sekarang ngapain?” Tanya Ayah.

Tetapi saat itu aku tidak bisa menjawabnya. “Ya, gitu.”

Mendengar jawaban yang tidak memuaskan Ayah, Ayah seperti akan marah. Namun, saat itu Ayah menarik nafasnya untuk menenangkan dirinya.

“Ayah udah kaya gini, Ayah pengen ngeliat kamu sukses.” Kata Ayah menunjukkan tubuhnya yang sudah tidak berdaya. Tetapi saat itu aku tidak terlalu peduli.

“Iya, tenang aja, Ayah percaya aja.” Aku mengatakan ini dengan nada kesal saat itu.

“Kamu juga kan pasti mau nikah, punya keluarga. Ayah pengen liat kamu nikah, takutnya Ayah udah gak ada nanti.” Kata Ayah.

Perkataan Ayah saat itu membuatku kesal, aku langsung berdiri kemudian berteriak kepada Ayah. “Ayah ngomong apa sih? Aku masih muda, umurku juga masih 20. Kan masih lama juga.”

Aku selalu melihat diriku dan selalu mementingkan diriku sendiri saat itu. Ayah mungkin tahu bahwa dia akan pergi, jadi dia mengatakan harapannya kepadaku. Brengseknya diriku, aku bahkan tidak mendengarkan harapannya dengan baik. Aku malah membentaknya di depan wajahnya alih-alih berkata dengan nada yang baik.

Saat itu aku langsung pergi ke kamarku dan tidak berbicara kepada Ayah untuk beberapa hari. Bahkan ketika aku dipanggil, aku berpura-pura tidak mendengar.

Saat Ayah menikah dengan Ibuku, saat itu umur Ayah dan Ibu memang sangat muda. Mereka menikah pada umur 20-an awal. Ketika itu Ayah baru saja diterima kerja di perusahaan negara, jadi saat itu keluarga kami sangat sejahtera.

Di umur Ayah yang baru menginjak 22 tahun, Ayah sudah memiliki rumah, sudah memiliki pekerjaan yang baik, dan bahkan sudah membangun keluarga.

Jadi tidak heran saat itu Ayah mengatakan itu.

Ayahku adalah seseorang yang pintar, dia pintar dalam matematika, komputer dan juga tentang mesin. Maka dari itu banyak yang mengatakan bahwa aku mirip sekali dengan Ayah.

Ayah merupakan lulusan terbaik di universitas pemerintahan saat itu. Nilai Ayah adalah yang tertinggi dibandingkan mahasiswa lainnya. Maka dari itu Ayah tidak perlu melamar kemanapun untuk bekerja, karena perusahaan lah yang berebut untuk memakai jasa Ayah.

Aku juga mengingat saat itu Ibu pernah bercerita bahwa Ayah mendapatkan beasiswa ke Amerika untuk melanjutkan S2-nya. Ayah sangat pintar berbahasa inggris, sedari kecil aku sudah diajari oleh Ayah cara membaca, menulis bahkan cara mengucapkannya. Maka tidak heran saat umurku baru 5 tahun aku sudah menguasai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Namun, saat itu Ayah menolak beasiswa itu. Karena saat itu Ibu sedang mengandung diriku. Ayah tidak ingin jauh dari keluarga dan ingin terus dekat dengan keluarganya. Saat itu juga Ayah menolak melanjutkan impiannya hanya untuk terus bersama kami.

Sekarang aku mengerti apa yang Ayah telah korbankan untuk diriku dan keluarga ini. Aku berharap aku bisa mengapresiasinya pada saat Ayah masih ada, tetapi sekarang aku sudah tidak bisa melakukannya.

Aku berpikir, bagaimana jika Ibu tidak mengandung diriku. Apakah Ayah sekarang menjadi seseorang yang lebih baik lagi? Apa Ayah menjadi orang yang bisa hidup dalam impiannya selama ini? Apakah aku menghambat Ayah untuk mengejar impiannya?

Aku tidak tahu jawabannya, aku bahkan tidak pernah menanyakan itu kepada Ayah. Andaikan aku bertanya saat Ayah masih ada, kenapa dia tidak menerima tawaran beasiswa itu. Itu mungkin akan sedikit menenangkanku.

Bagaimanapun aku mencoba melihat dari sudut Ayah, aku selalu berakhir menyalahkan diriku sendiri. Aku merasa bersalah karena diriku, Ayah menjadi seperti ini.

Di ruang tamu yang gelap, air mataku menetes lagi. Aku mencoba menangis tanpa mengeluarkan suara, tetapi itu hanya membuat perasaanku tertahan dan menyakitkan.

Aku berusaha mengusap wajahku, untuk menghilangkan air mata yang turun. Tetapi berapa kalipun aku melakukannya, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Dengan kepedihan yang kurasakan, aku berlari ke kamar untuk bersembunyi.

***

Ketika hari-hari sudah berlalu, aku tidak tahu kapan terakhir kali aku keluar dari kamarku, kapan terakhir kali aku menggunakan kamar mandi atau kapan terakhir kali aku makan. Aku tidak memikirkan itu, tubuhku lemas dan tidak berdaya.

Aku bahkan tidak tahu hari ini hari apa, aku selalu mendekam di kamar yang gelap tanpa pernah mengeluarkan kakiku ke luar. Aku belum menyalakan ponsel atau laptop beberapa hari ini, aku tidak memiliki semangat untuk memegang kedua benda itu.

Ibuku selalu mengetuk pintu untuk menyuruhku makan atau sekedar keluar kamar, tetapi aku hanya mengiyakannya tanpa bergerak sedikit pun.

Aku merasa, semua yang biasanya menyenangkan bagiku sekarang tidak lagi.

Aku menatap tembok untuk waktu yang lama dan menyadari, sekarang Ayah sudah tidak ada yang artinya aku harus menggantikan Ayah sebagai kepala keluarga dan menjaga keluarga ini.

Dengan seluruh semangat yang kupunya, aku mencoba bangkit.

Saat aku bergerak, gelang yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, saat ini sangat menggangguku ketika bergerak. Itu membuatku teringat dengan Melissa.

Ponselku sudah mati untuk beberapa hari, dan aku juga tidak lagi berkomunikasi dengan Melissa sejak aku mengusirnya di hari Ayah dimakamkan.

Hal yang pertama kulakukan adalah menyalakan ponselku, aku harus meluruskan semuanya. Aku dengan sabar menunggu ponselku menyala, walaupun saat pertama kali menyalakannya aku merasa terjebak di tulisan logo dalam waktu yang lama.

Ketika ponselku menyala, semua notifikasi dari sosial media, game dan pesan semua masuk membuat suara dering bertabrakan.

Suaranya sangat mengganggu sampai aku harus mematikannya, aku tidak memedulikan notifikasi lain. Bahkan game yang biasa aku mainkan, aku tidak lagi menghiraukannya. Aku tidak lagi peduli dengan misi harian atau semacamnya, sekarang yang ingin kulakukan hanya satu, berbicara dengan Melissa.

Tetapi aku tidak langsung pergi ke aplikasi pengirim pesan, saat ini aku merasa tidak enak dengan Melissa dan masih memikirkan bagaimana momen terakhir kali kami bertemu. Aku memikirkan apakah dia akan memaafkanku atas perlakuanku padanya saat itu? Atau dia malah tidak mau berbicara lagi kepadaku, jika memang begitu, aku layak mendapatkannya. Karena dia bolos kuliahnya demi menengok diriku, tetapi aku malah mengusirnya begitu saja.

Setelah memikirkan bagaimana aku harus berbaikan dengan Melissa, aku akhirnya mempunyai sedikit keberanian untuk membuka aplikasi pengirim pesan. Ketika aku membuka aplikasi pengirim pesan yang biasa kugunakan untuk mengobrol dan menelpon Melissa, aku sangat terkejut sekaligus tidak percaya. Ada sebanyak 78 pesan yang tidak pernah kujawab dari Melissa saat ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!