NovelToon NovelToon
Tarian-tarian Wanita

Tarian-tarian Wanita

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Slice of Life
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Made Budiarsa

Pada akhirnya dia terlihat menari dalam hidup ini. dia juga seperti kupu-kupu yang terbang mengepakkan sayapnya yang indah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Made Budiarsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: jepit rambut

Selepas pulang waktu itu, aku merebahkan tubuh dalam kasur yang nyaman. Hari itu sangat melelahkan, banyak ulangan terjadi. Aku kecewa dengan hasilnya, tapi tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerimanya.

Udaranya sangat panas, keringat cepat mengalir di dahiku.

Sejenak merasakan kenikmatan, aku mengganti pakaian kemudian pergi ke dapur. Mencoba membukanya, ternyata dikunci. Memanggil Nenek, katanya kunci ada di tas yang tergantung di samping pintu dapur. Nenek selalu menyimpannya di sini, mungkin nenek baru datang. Aku mengambil kunci di tas paling kecil.

Ketika aku ingin membuka pintu, aku memandang tas itu, dan berpikir apa saja isinya? Penasaran, aku menggeledahnya.

Di dalamnya ada buku-buku tua, kertas-kertas usang dan koran-koran. Aku membacanya sejenak tapi tidak ada yang menarik. Kemudian aku mencari yang lainnya.

Aku tertarik dengan jepit rambut bunga Jepun yang indah, walaupun sudah kusam. Ada enam bunga-bunga putih dalam jepit rambut itu. Sepertinya akan sangat indah ketika aku memakainya. Namun sepertinya harus membersihkannya.

Aku menghampiri nenek dan menunjukkannya. Aku mengutarakan keinginanku untuk memilikinya.

“Itu punya ibumu, katanya milik temannya.”

“Temannya? Kenapa ada di sana? Apa ibu belum mengembalikannya?”

“Bukan, temannya itu memberikannya.”

“Sepertinya ibu tidak memerlukannya lagi. Aku akan mengambilnya.”

“Kau harus meminta izin kepada ibumu.”

“Tidak perlu.”

Aku lalu makan, kemudian mencucinya.

Segala usaha aku lakukan untuk membersihkannya, tapi noda hitam di antara bunga-bunga tidak dapat aku bersihkan. Kemudian besinya sudah berkarat dan tidak akan kembali pulih. Apa dengan mengganti warnanya akan menjadi lebih baik?

Rasanya tidak. Aku harus membersihkannya. Namun juga tidak bisa. Aku kemudian mencobanya di dekat cermin.

Dari jauh tidak akan kelihatan, tapi ketika dekat noda itu terlihat mencolok. Aku sedikit kecewa. Menghela nafas, aku mencoba menerimanya. Aku akan bertanya ketika ibu berkunjung, atau aku pergi ke sana?

Sudah lama sekali aku tidak Pulang. Aku rindu ayah dan ibu, tapi mengingat mereka tidak akan membiarkanku menari aku mengurungkannya.

Meski ibu pernah mengatakan mengizinkanku, itu tidak lebih sebuah kebohongan dan ibu bahkan mengatakan peristiwa yang aku alami ke kantor polisi. Ibu tidak bisa di percaya.

Aku beristirahat sebentar kemudian membuat tugas-tugas sekolah. Aku bertanya-tanya mengapa tugas-tugas sekolah selalu membuatku kerepotan?

*********

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa, tapi ketika ibu berkunjung, semuanya tidak tampak biasa. Aku waktu itu belajar di kamar, tidak ingin keluar bertemu ibu. Tapi ibu memanggilku setelah mengobrol dengan nenek.

Aku datang dengan takut dan sangat menolak, tapi dia ibuku.

Dengan terpaksa aku datang.

Setelah duduk, nenek pergi membiarkanku bersama ibu.

Ibu memandangku, kemudian memandang sesuatu di rambutku. Dia sedikit terkejut.

“Sari, ayo kita pulang.”

“Tidak mau.”

“Sari, kita harus pulang.”

“ibu saja.”

“sari, kamu sudah besar.”

“Lalu kenapa jika aku sudah besar? Aku ingin tinggal di sini, ibu tidak perlu mencariku.”

“Sari...”

“kenapa? Aku tinggal di sini juga ingin menjaga Nenek. Nenek sekarang hidup sendirian, ayah dan ibu harusnya tinggal di sini, kenapa kalian memilih berpisah dengan nenek? Rumah kalian juga tidak terlalu jauh. Ibu seharusnya mengerti tentang orang tua seperti nenek.”

“Sari, berhenti berbicara.”

“Aku tidak akan berhenti sebelum ibu pergi.”

“Sari, ibu sudah mengizinkanmu menari, sekarang pulang.”

“Bohong! Ibu berbohong, ibu tidak akan mengizinkannya. Ibu bahkan melanggar janji yang ibu buat bersamaku waktu itu. Aku tidak percaya dengan ibu lagi.”

Aku ingin beranjak pergi, tapi ibu memegang tanganku. “Sari, duduk sini.”

Ibu memandangku dengan sangat tajam. Aku tidak berani dan menurutinya.

“Dari mana kau mendapatkan jepit rambut itu?”

Itu adalah kata-kata kasar yang keluar dari mulut ibu.

“Aku menemukannya.”

“Serahkan itu kepada ibu.”

“Tidak! Ini milikku.”

Aku menghempaskan tangan ibu lalu berlari dan menutup pintu.

******

Kamen itu dipenuhi motif garis-garis yang saling berkaitan. Warnanya kuning. Aku mengamatinya. Tidak ada yang spesial, tapi Mbok Ayu memberikannya. Menurutku, pemberian seseorang akan jauh lebih berharga ketika seseorang itu memberikannya secara ikhlas. Aku kemudian mengangkat wajah memandang mbok Ayu.

“Warnanya tidak terlalu mencolok dan mulai memudar, tapi motifnya masih baru. Aku menyukainya, tapi bukankah ini terlalu berharga untuk diberikan?”

Mbok Ayu merapikan kebaya yang di pakainya. Setelah terlihat rapi, dia kemudian mengambil sisir dan menyisir rambutnya.

“Aku sudah bosan dengan motifnya. Sari ambil saja. Dari pada memenuhi lemariku saja.” Jawabannya dengan suara rendah kemudian mengambil ikat rambut dan mengikatnya.

Dia kemudian mengambil jepit rambut dan menjepit poni depannya.

“Apa mbok benar-benar tidak memerlukannya lagi?”

“Sari, aku adalah wanita tipe yang suka gonta-ganti kamen, jika aku mengatakan tidak, maka aku benar-benar tidak menyukainya.”

Mbok masih merapikan poninya. Kemudian tidak lama setelahnya mendekatiku. “Sari ambil,” katanya.

“baiklah, kalau begitu terima kasih.”

Mbok Ayu mengambil tas kresek dan memasukkan kemen itu lalu menyerahkannya kepadaku.

Kami kemudian pergi dan ketika keluar, malam menyelimuti desa dan Aku merasa kedinginan.

“Sari pegang ini sebentar.” Mbok ayu menyerahkan canangnya sementara dia mengunci pintu.

Aku memperhatikan halaman rumahnya beberapa saat.

Halaman rumahnya di penuhi nuansa Jaman dahulu; pohon-pohon Kamboja tumbuh di sana dan sekarang berbunga lebat. Bunga-bunga pucuk juga tumbuh. Di suhu yang lebih panas, bunga-bunga itu tumbuh lebih baik.

Mbok Ayu mengeluarkan motornya dan aku lalu naik. Kami kemudian berangkat ke pura.

Setelah sembahyang, kami pergi makan. Aku merasa canggung. Ini adalah pertama kalinya aku pergi bersamanya, selain bersama teman-teman. Aku merasa asing dengan Mbok Ayu, sangat merasa. Dia bukan bagian dari keluargaku. Tapi dia guruku, sekaligus temanku. Mungkin saja aku belum terbiasa.

Kami makan bakso. Rasanya gurih dan bagiku, yang sering kali memakannya sangat membosankan. Tapi demi kenyamanan Mbok Ayu, aku menurutinya.

Mbok Ayu makan dengan lahap. Aku memakannya sedikit. Dia memperhatikanku dan bertanya mengapa.

“Bukan begitu, aku merasa kenyang.”

“Sari harus makan lebih banyak agar tumbuh lebih cepat. Nanti, sari bisa mengejar Mbok. Tapi jika sudah kenyang, mau bagaimana lagi.”

Mbok Ayu berhenti makan. Aku melihat bija putih-putih menempel baik di dahinya. Itu membuatnya lebih cantik dan berwibawa. “Sari, baru-baru ini aku bertemu dengan teman lama.”

“Siapa dia?”

“Dia cantik, sama sepertimu.”

“Aku rasa aku tidak cantik Mbok.”

“Apa aku harus mengatakanmu tampan?” Mbok ayu tertawa. “Baiklah, mirip denganmu. Jika kamu bersama dengannya, kamu dan dia terlihat seperti ibu dan anak.”

“Sari, aku ingin mengajaknya bergabung dalam komunitas, tapi dia menolaknya. Mbok Kumala benar-benar sulit di bujuk.”

“Sari, mbok itu yang memperkenalkanku dengan tarian.”

Aku hanya mengamatinya sembari memikirkan ibu ketika beberapa hari lalu. Aku bukannya tidak ingin mendengarkan cerita Mbok Ayu, tapi jujur ceritanya sangat membosankan.

Aku teringat dengan ibu. Ibu memaksaku untuk pulang. Aku terus menolak dan berteriak-teriak dari dalam kamar.

“Diah! Dengarkan ibu.”

“Aku menolak.”

Ibu berjuang keras dan akhirnya pulang. Ketika itu, aku mendengar kata-kata yang menusuk hatiku hingga sekarang dan kata-kata itu tidak pernah pergi dari pikiranku.

“Sari, kamu mendengarkanku?”

Aku terkejut. “Tentu saja mbok.”

Mbok Ayu menyelidikiku. “Tidak, kamu tidak mendengarkanku. Kamu tidak bisa menipu Mbok. Mbok adalah seorang penari, mbok sangat mengerti apa yang ada dalam bola matamu yang indah. Sari, kamu mempunyai sepasang pupil mata yang indah. Katakan saja apa masalahmu, mbok akan membantunnya. Asalkan Sari mengatakannya kepada mbok, masalah itu bisa di atasi. Tenang saja.”

Aku berusaha tersenyum. “Tidak ada yang terjadi Mbok.”

Mbok Ayu memandangku kemudian tersenyum. Dia berdiri, membayar bakso. “Sari, kita pergi,” katanya menarik tanganku. Kemudian kami pergi. Aku merasa takut kata-kataku menyakitinya dan memikirkannya sepanjang jalan. Tapi Mbok Ayu tidak beberapa lama menghentikan Motornya.

Dan aku dapat melihat hamparan sawah yang baru di tanami di dekat jalan. Pantulan bulan dan bintang-bintang tidak terlihat, tapi aku masih melihat pantulan lainya.

Mbok Ayu menghela nafas. “Baiklah sari, sekarang katakan?”

“Katakan apa?”

“Sari, kamu sudah besar. Mbok pernah berada di sisimu. Ada banyak rahasia yang mungkin kamu sembunyikan, tapi katakan sekarang. Dengan begitu, Mbok bisa membantumu dan menyelamatkanmu. Tidak selamanya kamu bisa menyelesaikannya sendiri.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!