NovelToon NovelToon
Dewa Setan Perbatasan Utara

Dewa Setan Perbatasan Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Raja Tentara/Dewa Perang / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:21.4k
Nilai: 5
Nama Author: Jibril Ibrahim

Muda, tampan, kaya, tidak berguna! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Huan Wenzhao. Namun…

Siapa sebenarnya Huan Wenzhao tak ada yang tahu.

Mau tahu identitas lain Huan Wenzhao?

Ikuti kisahnya di sini!
Hanya di: Noveltoon/Mangatoon.

~Selamat membaca~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode¹⁸

Huan Wenzhao tiba-tiba tersentak.

Di antara gemuruh ledakan itu terdengar jeritan perempuan.

Huan Wenzhao menyapu sekeliling melalui sudut matanya.

Seekor burung kecil menggelepar tersapu ledakan itu, nyaris tertimpa bongkahan batu.

Huan Wenzhao melesat ke arah burung itu dan menangkapnya.

BUUUUMMM!

Batu itu berdebum di rerumputan.

Burung kecil itu berhasil diselamatkan.

“Terima kasih,” cicit burung itu dengan gemetar.

“Kau…” Huan Wenzhao menatap burung itu dengan alis bertautan. “Siluman?”

“Bu---bu---bu---bukan, bukan!” Tukas burung itu terbata-bata. “Aku adalah si burung biru misterius yang bermartabat, paling cantik dan mulia di langit tertinggi,” tuturnya dalam tempo cepat.

Huan Wenzhao sampai mengernyit mendengar ocehannya. Cepat sekali! Pikirnya. Sungguh pandai berkicau.

“Dia peri surgawi!” Li Asoka menyela dengan suara tersengal.

Burung itu langsung terdiam.

Huan Wenzhao berpaling ke arah penyihir itu. “Peri surgawi? Kenapa bisa ada di sini?”

“Dia pengawal rahasiaku!” Li Asoka mengernyit ketika ia coba menarik bangkit tubuhnya namun tak berdaya.

Huan Wenzhao menghampiri pria itu dan mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan.

“Kau—” Pria itu mengerjap dan terperangah. Kemudian memicingkan mata. “Kenapa…”

“Kenapa aku menolongmu?” Terka Huan Wenzhao bernada ironis.

“Kenapa kau suka sekali berpakaian putih? Apa kau menghadiri pemakaman setiap hari?” Tukas Li Asoka mengalihkan pembicaraan seraya memalingkan pandangannya dari Huan Wenzhao dan memasang ekspresi datar.

“Shhh!” Huan Wenzhao terkekeh sinis. “Kalau begitu kau tanya saja dirimu sendiri! Kenapa kau suka sekali berpakaian hitam? Apa kau bernasib buruk setiap hari?” Sindirnya.

“Tuan Muda! Anda sedang menyindir saya?” An Zuya yang sejak tadi hanya terdiam, tiba-tiba menyela dari tepi lembah—beberapa meter dari tempat mereka.

Semua mata serentak bergulir ke arahnya.

“Lagi-lagi tentara langit!” Seloroh Li Asoka menirukan iblis yang baru mati tadi. Kemudian meneliti An Zuya dari atas ke bawah, lalu kembali ke atas---ke wajahnya.

An Zuya menghampirinya dan membungkuk memberikan salam soja. “Dewa Agung!”

“Ah—benar juga!” Huan Wenzhao menginterupsi. “Dewa Agung!” Katanya sambil tertunduk menatap Li Asoka. “Kalau tidak diingatkan, aku hampir saja tidak menganggapnya sebagai dewa! Bagaimana bisa seorang Dewa Agung yang bermartabat terpuruk di tangan dewa iblis pilar ketujuh puluh?”

“Tutup mulutmu!” Burung kecil yang disebut-sebut sebagai peri surgawi itu tiba-tiba menyela, menghardik Huan Wenzhao sembari mengepak-ngepakkan sayapnya dengan gusar. “Kau tahu apa? Kau tak lihat semua bangkai iblis itu?”

Huan Wenzhao dan An Zuya mengedar pandang.

Puluhan bangkai monster raksasa bergelimpangan di sekeliling mereka. Tiga di antaranya memiliki mahkota dan cakra dewa.

Begitu banyak? Pikir Huan Wenzhao takjub. “Ternyata Hu Li Na tidak membohongiku,” gumamnya sembari mengusap dagunya dengan buku jarinya.

“Sayang sekali,” An Zuya turut bergumam sembari mengusap dagunya juga. “Saya tak kebagian!”

Li Asoka terbatuk-batuk. An Zuya tersentak dan mendekatinya, kemudian berjongkok di belakangnya, menyalurkan bantuan energi ke punggungnya.

Penyihir itu terbatuk sekali lagi dan memuntahkan segumpal darah berwarna gelap.

“Racun?” Huan Wenzhao mengamati darah itu dengan mata terpicing, kemudian mengedar pandang sekali lagi. Meneliti satu per satu onggokan bangkai dewa iblis di sekelilingnya. Salah satu dari mereka merupakan iblis nyamuk penghisap jiwa.

Selain menghisap energi vital, iblis nyamuk pengisap jiwa juga sangat beracun. Dan itu sangat mematikan.

Pantas saja mereka sampai bertarung mati-matian! Pikir Huan Wenzhao.

Iblis nyamuk penghisap jiwa hanya mengincar makhluk bersayap dengan level kekuatan lebih tinggi darinya untuk memperkuat sayap bawaannya yang rapuh.

Namun, mereka harus menghisap energi korbannya secara bertahap. Tak bisa langsung menghisap semuanya, hanya bisa sedikit demi sedikit.

Tapi tampaknya Li Asoka membuatnya over dosis.

“Biar kutebak,” kata Huan Wenzhao sembari bersedekap dan mengusap dagunya dengan satu tangan, kemudian mengerutkan dahinya. “Nyamuk itu menyandera si burung biru. Lalu...”

“Haruskah diperjelas?” Sergah Li Asoka memotong perkataan Huan Wenzhao.

Iblis nyamuk penghisap jiwa akan menyandera korbannya sampai esensi dalam tubuhnya habis.

Huan Wenzhao mengatupkan mulutnya menahan tawa.

“Jaga sikapmu! Bagaimanapun aku ini leluhurmu,” Li Asoka mengingatkan sambil meraup burung kecil di sampingnya. “Seharusnya kau memanggilku Kakek!”

“Kakek Li!” Ejek Huan Wenzhao sambil membungkuk memberi salam soja.

“Sekarang kau sudah tahu kalau aku sudah tua, tubuhku juga sudah rapuh,” tutur Li Asoka seraya menghela bangkit tubuhnya dengan susah payah. “Jadi…”

Li Asoka terhuyung.

An Zuya menggamit lengan penyihir itu dan membantunya berdiri.

“Maaf, Tuan Muda!” Li Asoka menempatkan burung biru itu ke pundaknya, kemudian menautkan kedua tangannya di depan wajah. “Aku tak bisa menemanimu bermain lagi,” sindirnya sembari memaksakan senyum, kemudian mengangguk dengan sopan. “Pamit dulu!”

“Tunggu!” Sergah Huan Wenzhao dengan suara datar. “Anda tak bisa kembali ke kota pangkalan sekarang, Pak Tua!”

“Kenapa?” Li Asoka mendongakkan hidungnya dengan sikap menantang.

“Pertama!” Huan Wenzhao mengacungkan telunjuk di depan wajahnya. “Pengawal bayangan Anda yang bermartabat, yang cantik dan mulia sedang terluka. Tidak diragukan terkena racun juga. Sayangnya peraturan di markas kita tak mengizinkan wanita masuk barak tentara! Anda tak mungkin meninggalkannya di sini sendirian, kan? Bukankah misi penyelamatan ini menjadi sia-sia?”

Li Asoka mengerling ke arah burung di pundaknya. Burung kecil itu balas menatapnya dengan raut wajah memelas.

“Jangan lupa, misi ini mempertaruhkan nyawa Anda!” Huan Wenzhao menambahkan dengan dramatis.

“Tapi…”

“Apa?” Sergah Huan Wenzhao memotong perkataan Li Asoka. “Dia hanya seekor burung?” Terkanya. “Meski begitu, ketika diobati tetap saja harus berubah wujud.”

Li Asoka langsung terdiam.

“Kedua! Setengah dari waktu kepergian Anda dihitung sebagai durasi kedatangan pasukan iblis.” Huan Wenzhao melanjutkan. “Anda sudah pergi tiga jam lebih, jika Anda kembali dalam kondisi cidera, bukankah akan membuat kehebohan?”

Li Asoka mendesah pendek. Kemudian tercenung dengan dahi berkerut-kerut.

“Aiya!” Ejek Huan Wenzhao sembari nyengir lebar. “Tak disangka… Tuan Leluhur Dewa Agung yang tenang bisa cemas juga!”

Bulu burung kecil yang bertengger di pundak Li Asoka serentak meremang. Kedua sayapnya mengepak-ngepak karena kesal. “Kau—”

“Diam!” Li Asoka menegur burung itu dengan bujukan tegas yang membuatnya langsung terdiam. “Tuan Muda! Langsung katakan saja!” Katanya pada Huan Wenzhao. “Apa sebenarnya yang Anda inginkan?”

“Yang aku inginkan?” Huan Wenzhao memekik kecil dengan gaya dramatis. “Ya ampun, Leluhurku! Kau sungguh tak berperasaan,” katanya sambil meringis. “Aku ini berniat menolongmu. Pertanyaanmu melukai hatiku.”

“Kau yakin di dalam sana ada hati?” Dengus Li Asoka sambil mendelik ke dada Huan Wenzhao.

Huan Wenzhao mengatupkan mulutnya pura-pura tersinggung.

Diam-diam ia menggoyangkan telunjuk di belakang tubuhnya. Mengoyak perut bangkai iblis nyamuk penghisap jiwa tanpa menyentuhnya, kemudian mencongkel esensi yang dihisapnya dari kedua unggas spiritual di depannya dan menyerapnya ke dalam cincin penyimpanan, sementara mulutnya terus mengoceh menyindir Li Asoka.

“Dewa Agung Li yang misterius… hari ini sudah mengatakan banyak omong kosong hanya untuk berdebat denganku?” Gumamnya sambil menggulirkan bola matanya ke atas, seperti orang yang sedang mencoba mengingat sesuatu. “Benar-benar langka!”

Li Asoka mengerjap dan menahan dirinya untuk tidak mengumpat.

“Sebenarnya apa yang terjadi?” Huan Wenzhao pura-pura berpikir keras. “Apakah matahari terbit dari barat?”

“Kau—” Li Asoka nyaris meledak. Tapi dengan cepat berhasil menguasai dirinya lagi. Ia berbalik memunggungi Huan Wenzhao dan mendesah kasar. “Pergi!” Hardiknya sembari melontarkan tatapan tajam pada Huan Wenzhao.

Huan Wenzhao berdesis tertawa.

“PERGIIII!”

1
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Makjlebz
Oe Din
Bakal pusing 7 keliling 😂😂😂😂
Oe Din
Sama dengan elemen Huan Wenzhao...
Oe Din
Apakah gadis desa adalah mata2 musuh...?
Oe Din
Ujian pencari bakat yg unik...
Oe Din
Apa hubungan makan lemon dengan wajah masam...😝😝😝😝😝
Oe Din
Xinshi ini pandai menilai orang dari sisi yg berbeda...
Oe Din
Hari pertama sudah bikin ulah...
Sang Murid lebih "BANDEL" dari pada Sang Guru...😅😅😅
Oe Din
Master senjata rahasia...
Oe Din
Akal Penulisnya memang hebat, luar biasa...
Oe Din
Punya Legiun Hantu ...?
Mantap...
Oe Din
Si Ratu Ular, Nyi Blorong...
Oe Din
Dewa Takdir yg super misterius...
Oe Din
Jangan main2 dengan Gagak Eurasia...
Oe Din
Kau harus dipingit, Xing Jia ...
Oe Din
Tanya Author....!!!
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐: Hahahaha 🤣🤣🤣
total 1 replies
Oe Din
Itu orang yg sama 😂😂😂😂😂
Oe Din
Teh Poci dari Tegal...
Oe Din
Aku suka itu....
Wanita adalah "BUKU" yg paling "sulit" dimengerti di dunia ini...
Oe Din
Perbatasan Utara memang menakutkan 🔥🔥🔥🔥🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!