My Driver My Perfect Husband

Saat Nova dan Drisha mulai melangkah meninggalkan kantor mata para karyawan tertuju pada mereka. Berbagai pertanyaan mulai bermunculan dibenak mereka masing-masing.

Namun mereka hanya mampu curi-curi pandang sambil bergumam dan ghibah bersama.

"Kira-kira siapa wanita yang bersama Bu Nova itu? Apa dia calon Pak Devin yang baru? Sungguh aku tidak menyangka sih. Pak Devin tega membatalkan pernikahannya dan tidak hadir ke pernikahan waktu itu hanya karena calon istrinya cacat sekarang." Pekik salah satu karyawan Devin tentunya.

"Gila. Kalo aku si gak mau. Mau seganteng dan sekaya apapun hatinya busuk. Coba kau pikirkan perasaan mempelai wanita waktu itu. Apa gak sakit banget??" Timpal yang lain.

"Iya sih. Mengalami kecelakaan saja sudah begitu sakit malah batal nikah dengan Pak Devin." Timpal yang lain lagi.

"Kira-kira kalo suatu saat kalian ditawari jadi istri Pak Devin mau gak?"

"Gak. Gak bakalan! Ditinggal selingkuh aku kali kalau lagi hamil dan berbadan gendut. Kan bisa saja toh waktu hamil itu kita jadi jelek dan gendut,lalu ditinggal kaya Nona Zenita."

Mulut mereka benar-benar jahat sekali. Bukan berarti mereka jahat juga, namun ini bentuk perhatian dan kekecewaan mereka juga karena telah mengangap Devin lelaki sempurna dan baik hati, namun nyatanya ia membatalkan pernikahannya begitu saja.

Andai saja mereka tahu posisi Devin waktu itu. Mereka pasti tidak akan seperti ini, karena Devin sebenarnya juga korban atas kedaan ini. Tapi mau bagaimana lagi prada kenyataannya mereka hanya melihat dari satu sisi.

Rasanya jika tidak mengghibah mulut mereka juga terasa sangat gatal. Mereka juga mengenal baik Zenita. Selain cantik dia juga ramah pada karyawan saat main dan datang ke kantor ini. Makannya mereka merasa iba atas gagalnya pernikahan itu dan kondisi sang Nona.

"Astaga! Aku baru menanyakanmu kalau menjadi istrinya mau tidak? tapi kau sudah sejauh itu pikirannya. Sepertinya kau benci sekali kepada Pak Devin sekarang. Dulu kau sangat mengidolakannya."

"Iya lah. Lagian itu dulu! Sekarang aku sudah tahu watak aslinya. Jaman sekarang jangan hanya pake perasaan. Logikanya juga dipake. Karena yang tulus dan setia itu hampir ga ada kayaknya."

"Iya juga sih. Aku juga--"

"Ehem..ehem!" Tiba-tiba salah satu atasan dari mereka memergoki mereka yang sedang asik mengobrol dijam kerja.

"Ini waktunya kerja! Bukan waktunya mengobrol. "Sengit atasan itu dengan tatapan menohok pada mereka.

"Iya Pak. Maaf Pak."

Aduh! Orang itu dengar omongan kita ga ya? Bisa di pecat kita kalau sampai dia dengar.

Batin mereka saat ini, yang ditimpali dengan rasa gelisah dan gugup karena atasan masih menatap mereka tajam sambil pergi.

Mereka pun kembali ke posisi semula dan menghadap leptopnya masing-masing.

Mereka sangat tau rumor ini bukan karena dari pendengaran ataupun dari cerita orang-orang belaka. Tapi karena kebetulan mereka datang kepesta pernikahannya waktu itu.

Dan justru tidak ada kehadiran bos besarnya di pernikahannya,melainkan lelaki lain yang menggantikannya dan menikah dengan Zenita. Terlebih dengan raut wajah mempelai wanita yang tampak kusut dan tak bahagia. Sudah sangat jelas lelaki mempelai itu adalah lelaki pengganti terpaksa untuk menggantikan Devin.

Sejak saat itu mereka juga meyakini bahwa Devin sengaja tak datang ke pernikahan hanya karena kondisi sang mempelai yang habis kecelakaan.

Kasihan sekali Devin. Kini namanya buruk dimata orang-orang kantor. Ya walupun mereka hanya berani mengumpat dan membicarakannya dibelakang, tapi jika ia mendengar ini semua pasti sakit hatinya double.

Sementara Devin tidaklah meeting sekarang. Ia kembali duduk lagi dikursi kerajaannya setelah Mama Nova dan Drisha pergi meninggalkan ruangan itu. Ia pun kembali bekerja stelah beberapa saat menghela nafas panjang untuk menenangkan diri.

Kenapa hidupku jadi seperti ini. Aku tidak boleh menyerah. Aku sangat yakin Zenita tidak mungkin menyukai Franz. Kejadian di rumah sakit kemarin pasti hanyalah rekayasa mereka.

Ciuman yang membuatku geli! Menjijikkan!

Devin masih tidak bisa melupakan ciuman itu. Bahkan setiap saat muncul di benaknya dan membuat sakit hatinya.

*

*

Zenita sedang tidur.

Sementara Franz tidak terbiasa tidur siang. Ia sedang mendapati informasi penting dari anak buah suruhannya.

"Bos. Liora masuk ke perusahaan Pak Devin. Ia juga bekerja sebagai sekretaris baru menggantikan sekertaris Pak Devin yang sedang hamil dan akan menjalani cuti persalinan."

"Aku tahu. Dan aku yakin tujuannya mencelakai Nona adalah ini. Merebut Mas Devin."

Tak lama Zenita terbangun. Ia mendapati suaminya yang masih setia di sampingnya menemaninya tidur. Namun Franz belom menyadari itu. Ia masih sibuk memainkan ponselnya. Sementara Zenita entah kenapa merasa betah menatap wajah tampan dan mancung itu dari samping.

Kalo diliat-liat Franz tampan juga.

Sesekali Franz juga tampak tersenyum sendiri menatap layar ponselnya itu.

Pasti dia lagi chatingan dengan tunangannya. Dia juga tampak bahagia sekali. Namun kenapa aku merasa kesal ya!

Franz menyadari pergerakan istrinya yang tampak mencengkam bantalnya.

"Eh Nona. Anda sudah bangun?"

Jelas-jelas sudah bangun kenapa harus bertanya!

Entah kenapa ia menjadi kesal sendiri sekarang.

Namun setelah mengonsumsi minuman dari Franz nyeri diperut Zenita pun berkurang sakitnya. Keadaannya mulai membaik disore hari setelah ia bangun tidur.

"Bagaimana perutmu Nona. Apa masih nyeri?"

"Sudah mendingan. Tidak terlalu nyeri seperti tadi."

"Syukurlah."

"Mas. Aku sangat bosan!" Sepertinya kalo sedang kumat dan moodnya baik kembali Zenita akan memanggil suaminya Mas. Begitu juga dengan Franz, mau memanggil apa Nona mudanya ini juga tidak masalah baginya.

"Lalu Nona mau apa? Apa mau keluar jalan-jalan? Atau bagaimana?" Diwaktu sehat Zenita memang orang yang sibuk dan selalu berpergian. Jadi karena kondisinya sekarang membuatnya mudah bosan karena selalu dirumah.

"Tapi aku tidak ingin pergi-pergi. Nanti hanya akan merepotkanmu. Bagaimana kalo kita nonton saja?"

"Nonton? Nonton apa Nona?"

"Nonton yang seru! Ayo kita nonton sekarang."

"Bagaimana kalau kita nonton horor? Itu pasti seru Nona." Ide yang cemerlang menurutnya. Karena memang menurut Franz yang seru hanyalah nonton horor.

"Gak mau! Gak suka horor"

"Yah. Nona penakut!"

"Siapa bilang aku penakut? Aku cuma gak suka horor!"

"Hmm.."

"Gak percayaan banget si Mas. Ayo kita nonton horor sekarang!"

"Haha baik Nona. Aku juga suka horor."

Hey! Kau yang suka horor bukan aku. Menyebalkan sekali!

Franz dan Zenita tidak memiliki kegiatan. Mereka berdua memilih menonton di dalam kamar berdua. Bahkan berbagai cemilan sudah ada diatas ranjang mereka seperti snack dan chiki-chikian. Tentunya tidak sembarangan snack juga untuk kalangan sang Nona.

Lebih baik aku nonton Franz saja. Daripada aku nonton horor nanti malam pasti aku gak bisa tidur. Menyebalkan sekali ini Franz! Dibilang nonton yang seru malah nonton horor!

Namun yang menikmati menonton itu justru Franz. Zenita hanya fokus menghabiskan cemilan dan mending menonton wajah Franz saja dari pada ia tidak bisa tidur nanti malam. Sebenarnya ia sangat takut nonton horor, namun gengsi untuk mengakuinya karena Franz pasti akan meledeknya nanti.