Hari harusnya menjadi hari bahagia tiba-tiba berubah menjadi hari duka. Pernikahan yang sudah berada di depan mata harus terkubur untuk selama-lamanya.
Tepat di hari pernikahannya Yudha mengalami sebuah kecelakaan dan tidak bisa terselamatkan. Namun, sebelum Yudha menghembuskan nafas terakhirnya dia berpesan kepada Huda, sang adik untuk menggantikan dirinya menikahi calon istrinya.
Huda yang terkenal playboy tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan berat hati dia pun menyanggupi permintaan terakhir sang kakak. Mampukah Huda menjadi pengganti kakaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teh ijo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikahi Calon Ipar ~ 18
Karena tidak ingin melihat ketiga sahabatnya kewalahan menangani motor-motor yang telah disodorkan, akhirnya Huda ikut turun tangan untuk menyentuh dua motor yang masih menunggu giliran.
Husna yang merasa canggung dengan keadaan, memilih untuk masuk. Namun, sebelum masuk Husna bertanya pada ketiga sahabat Huda apakah mereka sudah makan atau belum.
Mendengar jawaban belum, membaut Husna hanya bisa menghela napas kasarnya, terlebih saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Melihat Husna yang terlalu menghawatirkan ketiga sahabatnya, tentu saja membuat Huda merasa kesal. "Mbak Husna bener-bener ya! Masa lebih khawatir sama tiga anak itu daripada gue!" gerutu Huda dengan dada yang telah terasa sesak.
Tiga orang sahabat Huda bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah Huda yang kini telah berubah. Sudah bisa dipastikan jika saat ini Huda sedang merasa kesal.
"Gak usah lihat-lihat! Kerjain yang bener kerajaan kalian!" ujar Huda datar.
"Lo tuh sebenernya lagi kesambet jin mana sih Hud! Kayaknya sejak dari kampus tadi wajah Lo susah untuk ditebak. Kadang senyum-senyum sendiri kayak orang gila, kadang cemberut gak jelas kayak gini. Lo masih normal kan, Hud?" tanya Mail yang sejak tadi hanya memperhatikan Huda dari kejauhan.
"Suka-suka gue! Wajah-wajah gue, kok!" jawab Huda dengan sinis.
Karena saat ini Huda tidak bisa diajak untuk berbicara maka ketika temannya memilih untuk mengabaikan Huda.
Hampir satu jam mereka berempat berkutat dalam menyervis beberapa motor yang tiba-tiba mendatangi bengkelnya.
"Alhamdulillah ... pemasukan malam ini mencapai 3 kali lipat dari hari-hari sebelumnya. Semoga saja ke depannya bisa jauh lebih rame lagi, karena semakin ramai bengkel semakin besar juga gaji kami. Amin." Mail mengaminkan ucapnya sendiri.
"Iya, gak biasa-biasanya lho bengkel kita rame kayak gini," timpal Arul, yang baru saja mencuci tangannya.
Tak berapa lama Husna datang dengan membawa sebuah nampan yang berisi tiga mangkuk mie. Husna tidak menemukan apa-apa di dalam kulkas akhirnya memaksa mie untuk teman-temannya Huda.
Saat Husna meletakkan di meja, Huda terus memperhatikannya tanpa ingin bertanya sebelum wanita itu berbicara.
"Maaf ya, di dapur aku tidak menemukan apa-apa dan hanya ada mie instan jadi gak papa kan makan malam kalian sama mie instan aja," kata Husna yang telah selesai meletakkan satu persatu mangkok yang ada di nampannya.
"Gak apa-apa, Mbak. Makasih ya udah ngerepotin Mbak Husna," ujar Mail.
"Gak papa. Kan aku juga gak ada kerjaan. Lain kali kali meskipun banyak pelanggan, kalian tetap harus order makanan. Nanti kalau kalian sakit gimana?"
"Gak apa-apa, mbak. Kami udah bisa. Udah kebal jadi kami akan baik-baik aja. Tapi by the way anyway ini kok mienya cuma 3 mangkok ya? Huda gak dapat jatah?" tanya Mail yang kini tengah menatap Huda.
Jangan ditanya lagi bagaimana bentuk wajah Huda yang mencoba menahan rasa kesalnya.
"Oh, itu .... Aku emang sengaja enggak buatin Huda mie karena kita kan mau pulang. Aku sama Huda tadi juga udah makan," jelas Husna.
"Oh gitu ya ... sering-sering dong mbak kesini biar ada yang masakin untuk kita," celetuk Arul.
"Gak usah ngelunjak ya! Udah dikasih jantung malah minta hati! Ayo pulang, Mbak!" sewot Huda yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya.
"Mbak, udah sana susul si Huda! Dia tuh lagi ngambek. Biasanya kalau Huda lagi mode ngambek dia tuh kayak anak kecil, semua yang kita lakukan salah. Jadi nanti mbak Husna jangan kaget ya. Cukup bujuk Huda dan ikuti aja semua kemauannya," bisik Mail, setelah Huda pergi begitu saja.
Husna tersenyum tipis sebelum meninggalkan ketiga teman Huda.
"Ya udah, kami pulang ya. Abis ini jangan lupa sholat isya dulu baru tidur." pesan Husna.
"Iya, Mbak. Untuk mienya makasih ya."
Huda yang tidur sabar menunggu Husna untuk masuk kedalam mobil lantas menghidupkan klakson berulang kali, membuat Husna hanya bisa berdecak dengan pelan.
"Astaghfirullahaladzim, Huda. ucapnya sambil menggelengkan kepala.
"Mbak Husna mau pulang gak sih? Kalau enggak mau pulang ya udah aku pulang aja sendiri. Mbak Husna tidur aja disini!"
Husna yang baru saja masuk dan memasang sabuk pengaman langsung merasakan hawa panas.
"Aku pulanglah. Emangnya kamu yakin mau pulang sendiri? Yakin mau tidur sendiri?" goda Husna, beharap Huda tidak ngambek lagi.
"Ya enggaklah. Untuk apa coba punya istri tapi tidur sendiri?"
Husna hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Huda ... Huda... "
...****...
segala sesuatu memang harus dibiasakan kok
kak author beneran nih ditamatin,,,,,,,
astagfiruloh
torrr ini beneran tamat