Apa dasar dalam ikatan seperti kita?
Apa itu cinta? Keterpaksaan?
Kamu punya cinta, katakan.
Aku punya cinta, itu benar.
Nyatanya kita memang saling di rasa itu.
Tapi kebenarannya, ‘saling’ itu adalah sebuah pengorbanan besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episot 15
Setelah hari itu, hari dimana kedatangan Bening ke perusahaan dan pembicaraan yang terjadi, perilaku Puja terhadap Kavi tidak senakal biasa. Terkesan dingin dan cuek, membatasi diri dan lebih berhati-hati untuk menghindari perdebatan yang tak penting dengan pria itu.
Puja juga tak meninggalkan rumah Arjuna, tetap diam seolah bertahan di sana untuk Kavi. Itu dilakukan untuk menjaga kesan baik keluarganya, terlebih keluarga Kavi yang selalu penuh harapan untuk hubungan pernikahan yang sebenarnya Puja merasa 'tak akan ada harapan.
Sampai menanjak angka satu setengah bulan usia pernikahan itu, tidak ada yang berubah. Tidak maju, tidak juga mundur. Baik dari dirinya maupun juga dari Kavi Manggala.
Di samping Puja yang demikian, Kavi justru merasa aneh dengan keadaan itu. Merasa hambar dan mati rasa. Dengan kebencian yang sebegitu tebal, seharusnya dia tenang, tapi yang terjadi justru dia merasa ada yang hilang.
Perlahan, hatinya mungkin terisi oleh wanita yang sangat dia benci itu. Benci yang perlahan luruh menjadi butiran-butiran rasa ingin memiliki. Puja membuat Kavi terus menatap ke arah dan wajahnya seorang, menahan dan tak mengizinkannya untuk melihat yang lain.
Jadi akan bagaimana Kavi Manggala?
____
Akhir pekan, Arjuna mengajak Puja untuk ikut menonton pertandingan basket dirinya bersama team yang juga ada Kavi di dalamnya.
"Kamu cukup duduk manis di kursi tribune. Kasih dukungan kami dan bertepuk tangan saat kami menambah poin."
Puja terkekeh menanggapi cara Arjuna memaksanya. "Karena kamu memaksa, oke deh," katanya setuju. "Kalau gitu, bisa tunggu aku siap-siap sebentar?”
"Oke!" Jun mengangkat jempol ke depan, senang karena berhasil membujuk wanita itu.
Setelah Puja berlalu, Kavi muncul dengan tas berisi kelengkapan yang dibutuhkan. "Ngapain lu ajak dia?" tanyanya. Kedatangannya cepat, waktu yang cukup untuk mendengar ujung percakapan antara Arjuna dengan istrinya.
Arjuna menjawab santai, "Gua cuma takut dia kesepian di rumah kalo ditinggal sendiri."
Membuat Kavi mendengus, "Gak akan!" tampiknya. “Tu anak pasti sibuk sama alat musik sama mikrofon di studio lu.”
Arjuna bangkit dari kursi besi yang diduduki untuk berdiri, dengan senyum setengah mengolok, dia menepuk pundak Kavi lalu melenggang langkah menuju mobil untuk memasukkan tas olahraga-nya juga.
"Hobi juga bisa bikin orang pusing kalo ditekuni terus-terusan. Kayak kita yang sekarang mau maen basket setelah minggu lalu maen futsal terus minggu lalunya lagi manjatin tebing. Bukan begitu, Tuan Muda Manggala?"
Kavi membeliak dan berdecih, “Serah lu dah!”
Lanjut terdengar kekehan Arjuna sebagai tanggapan.
Saat ini mereka ada di halaman depan.
Bertepatan dengan Kavi yang akan melakukan hal yang sama dengan Arjuna, memasukkan tas olahraganya ke dalam mobil, Puja muncul dengan penampilan lain.
"Aku lama nggak?" tanya wanita itu seraya berjalan mendekat ke arah para lelaki.
Mereka menoleh serempak.
Dan terkesima bersamaan.
"Anjrid," desis Jun, terpukau lekat.
Kavi menoleh lelaki itu untuk melihat ekspresinya, lalu membuang wajah.
Puja mengenakan t-shirt crop berwarna putih dipadu celana jeans panjang ketat yang menonjolkan lekuk tubuh semampainya secara jelas. Rambut panjangnya digerai begitu saja, terkibar karena sapuan angin.
"Ayo pergi!" Puja lumayan jadi semangat.
Menelan ludah dulu, Arjuna baru menjawab, "O-oke."
Sementara Kavi, tidak ingin terlihat konyol karena juga sama terseret, sesegera mungkin membanting wajah ke lain arah. Namun jantungnya terus bertalu dan lumayan sulit dikondisikan. "Apa-apaan tu baskom dandan modelan gitu?"
"Wow, Kak Puja, Kakak nampak luar biasa hari ini!"
Suara Sanjaya memecah keadaan, dia baru saja datang dengan tampilan sudah berseragam basket. Sapaan 'kakak' diambil saat pertama kali kenalan, usianya memang lebih muda dari semua.
Mendapat pujian dari asisten Jun itu, Puja mengamati diri sendiri. “Penampilan aku berlebihan kah?"
“Iya! Sangat!” Kavi menjawab dalam hati. “Saking berlebihan lu ampe keliatan kayak telanjang!”
"Nggak kok!" Jun dan Jaya menyanggah serentak setelah memerhatikan lebih dalam sebentar saja tampilan Puja.
"Gak ada yang aneh. Kamu malah keliatan beda hari ini, nambah cantiknya,” Jun memang seterus terang itu. Bahkan disetujui asistennya yang tak kalah konyol dan blak-blakkan dibanding dirinya.
"Bener, Kak. Sesekali Kakak emang harus menjadi lain, biar makin wow." Mata Jaya melirik Kavi yang bersikap cuek dan seolah tidak tertarik.
Biasanya Puja memang selalu dandan biasa saat di luar pekerjaan. Tidak kaos oblong dengan jeans panjang atau pendek, maka lainnya adalah dress sebatas lutut yang tidak ketat. Tapi cantiknya selalu terpancar alami.
Arjuna langsung paham tatapan Jaya yang separuh mengolok Kavi, menyembunyikan senyum gelinya melihat kelakuan Tuan Muda Manggala itu. "Terus aja lu pura-pura, Kav. Emangnya enak nahan perasaan? Kayak berak gak keluar-keluar, Bego!”
"Stop ngoceh! Lu tu lambat. Untung bos lu gak ada niat ninggalin." Kavi menyemprot Sanjaya, guna mengalihkan pembahasan tentang penampilan Puja yang aduhai itu. Merasa malas untuk terlibat, takut dirinya akan dipojokan dua setan keparat yang terus berusaha menekan.
Pintu mobil dibuka Kavi lalu menyusupkan diri ke dalam, duduk dengan tenang dalam keadaan hati masih tak karu-karuan, dan semakin berdentam-dentam ketika Puja tiba-tiba masuk mengisi tempat kosong di sebelahnya.
Lagi-lagi dia membuang wajah. Saat ini ketenangannya seolah dipermainkan.
Arjuna dan Jaya hanya saling mengedik bahu, lalu bersamaan masuk ke dalam mobil mengisi bagian depan.
Jun tak bisa egois tentang keinginannya berdekatan dengan Puja, karena secara garis besar wanita itu tetap istri sah Kavi, meskipun si bodoh itu lebih pantas untuk ditonjok.
Hal sekecil ini tak akan membuatnya terpengaruh untuk bersaing.
Menyentil masalah bersaing, Arjuna tentu tahu Kavi mulai menaruh hati pada istrinya. Pertemanan yang sudah bukan seumur jagung, jelas membuatnya sangat mengenali lelaki itu.
Di perjalanan, mulut Jaya tak henti berceloteh dan bercanda. Pemuda itu bahkan membuat Puja sampai terbahak-bahak.
"Jadi celana loreng itu akhirnya kamu pake juga, Jay?" Puja bertanya di sela tawa, masuk ke dalam cerita konyol Sanjaya tentang pengalaman buruknya saat di desa.
"Iya, Kak Puja. Aku sampe dikejar nenek-nenek itu karena nyolong celananya. Dia gak berenti tereakin aku sambil bawa parang."
"Hahaha!"
Puja dan Arjuna tak tahan untuk tergelak lebih keras, tak terkecuali Kavi yang sama membuka mulut lumayan lebar hingga deretan giginya nampak semua.
"Harusnya lu kawinin aja tu nenek, Jay,” Jun menimpal ide.
"Gua sempet mikir gitu juga sih, Bos,"Jaya langsung memasang wajah serius.
"Wah, beneran?" Puja sampai memajukan tubuhnya untuk mendengar lebih jelas cerita Jaya.
"Iya," jawab Jaya. "Dari pada menimbulkan fitnah banyak orang karena celana loreng itu."
Puja penasaran. "Terus?"
Sementara Kavi dan Jun masih menunggu. Sepertinya kedua sahabat itu sedikit mencurigai sesuatu tentang akhir cerita yang buruk, tapi mereka diam sampai Sanjaya selesai cerita.
Terlihat Jaya masih berpikir, wajahnya kini berganti muram.
"Jay!" Puja menegur kediamannya.
Sesaat Jaya meraup napas, lalu .... "Aku sempet mikir kawin aja sama nenek itu," dia mengulang. "Tapi ...."
"Tapi?" Puja tak sabar.
"Tapi aku patah hati sebelum memulai."
"Karena?"
"Karena aku takut kulit peot anu-nya terbawa keluar oleh senjataku saat kami berhubungan badan. Atau anak-anakku nanti lahirnya cebong semua! Hahaha!"
Jun mengepruk kepala si bodoh itu dengan telapak tangan.
Kavi hanya menggeleng. Sementara Puja nampak menyesali sudah tenggelam dalam cerita.
Laju mobil itu jadi terasa lebih cepat karena dilewati dengan candaan Jaya yang berhasil membuat perut mereka sakit karena banyak tertawa.
Sekitar empat puluh menit, mereka sudah sampai di tempat tujuan, lapangan basket terbuka di selatan ibukota.
Keempatnya turun bersamaan membuka pintu masing tanpa ada yang dituankan.
Keadaan sudah sangat ramai oleh pendatang, baik yang akan ikut bertanding, atau yang hanya akan menonton saja.
Puja berjalan berdampingan dengan Jaya, sementara Kavi dan Jun lebih dulu di depan untuk menyapa teman-temannya.
Tapi setelah itu semua perhatian langsung berpusat pada Puja Anugerah.
"Hei, Braders ... peri cantik yang sama Jaya itu ... boleh dong.”
jadi lupakan obsesi cintamu puja..
ada jim dan jun, walaupun mereka belum teruji, jim karena kedekatan kerja.. jun terkesan memancing di air keruh..