Memey pergi saat mengandung benih dari Dani, majikannya, karena dia takut dipisahkan dari bayinya saat sudah melahirkan nanti, mengingat Rara istri Dani yang sampai saat ini belum juga hamil. Bisakah Memey merawat putranya seorang diri, akankah Dani bisa bertemu dengan putranya. Simak terus ya...
Jangan lupa like and follow Facebook dan IG ku ya...
IG Maria_Rembulan
Facebook Maria Rembulan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maria Rembulan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamaran
"Tolong ulangi sekali lagi Ma," berharap dia salah dengar tadi.
"Kami minta keikhlasan kamu agar mengijinkan Dani menikahi wanita itu, sebagai bentuk tanggung jawabnya" jelas Mama Maria.
Deg.
Jantung Rara serasa ditikam oleh pisau, sakit, tapi tak berdarah. Dadanya seolah berhenti berdetak, mengapa mereka tega padanya, dengan menyuruhnya mengikhlaskan suaminya menikah lagi, itu sangat menyakitinya.
Dengan wajah bercucuran air mata, dia menguatkan hatinya untuk bisa mengubah keputusan mertuanya.
"Apa harus menikahi dia Pa? Mas Dani kan bisa bertanggung jawab dengan memenuhi segala kebutuhannya, tanpa harus menikahi wanita itu" usul Rara.
"Kalau hanya sekedar menafkahi, anak itu tidak memiliki status yang jelas, dan kami menginginkan dia menyandang nama Prabudiningrat" tegas Papa Burhan.
"Tapi Pa, bagaimana dengan saya?" tanya Rara.
"Kamu tetap akan menjadi istri Dani, dan Papa harap kamu tidak memusuhi dan membenci ibu dari cucuku, karena dia juga tidak menginginkan hal ini. Jika memang dia berniat jahat padamu, sejak dia hamil, dia pasti akan datang menemui Dani. Namun sampai saat ini, dia tidak melakukan hal itu bukan" jawab Papa Burhan.
"Tolong, kasih Rara waktu Pa, Rara akan memikirkannya terlebih dahulu" pinta Rara.
Papa Burhan yang dari awal memang tidak suka dengan Rara pun naik pitam. Dia lalu berdiri dan mengarahkan telunjuknya pada Rara seraya berkata, "Kamu tidak perlu lagi memikirkannya, karena dengan atau tanpa persetujuanmu, kami akan menikahkan Dani dengan wanita itu."
"Pa, sabar Pa, kita kesini kan mau bicara baik baik" sahut Mama Maria menenangkan suaminya, hingga akhirnya Papa Burhan pun duduk kembali.
Rara hanya bisa menutup matanya erat, tetesan air mata mengalir di pipi wanita cantik itu. Wajahnya menunduk, dengan hati yang tercabik cabik. Dirinya tak mungkin sanggup jika harus berbagi hati, tapi dia juga tak mungkin sanggup berpisah dari Dani suaminya. Dani adalah cinta pertama dan terakhirnya.
"Sayang, maafkan kami, tapi ini adalah keputusan yang tepat buat kita semua, kami tidak mungkin membiarkan keturunan Prabudiningrat tidak memiliki status yang jelas, maka dari itu kami mohon keikhlasanmu" ucap Mama Maria.
"Per-nika-han ini ha-nya un-tuk sta-tus bu-kan?" tanya Rara terbata bata.
"Benar sayang" ucap Mama Maria.
Setelah dapat mengendalikan emosinya Rara pun meminta persyaratan yang harus disetujui oleh semua pihak, "Kalau begitu, Mas Dani tidak perlu tidur di rumahnya, dia hanya istri Mas Dani diatas kertas, kewajiban Mas Dani hanya terhadap putranya saja, bukan pada ibunya," begitu pintanya.
Setelah berunding, akhirnya mereka menyetujui permintaan Rara, dengan catatan Dani bebas bertemu dan menghabiskan waktu bersama putranya. Hingga akhirnya semua setuju.
Begitu perundingan itu berakhir, Papa Burhan, Mama Maria, dan Dani langsung bertolak ke rumah Memey. Tinggallah Rara sendirian disana merenungi nasibnya, sementara suami dan mertuanya sibuk mengurusi status cucunya.
Mama Maria yang sudah rindu dengan cucu satu satunya itu langsung berlari menghampiri cucunya
"Fahmi" teriak Mama Maria sambil merentangkan kedua tangannya.
"Oma" teriak Fahmi sambil memeluk pinggang Omanya.
"Cucu Oma, Oma kangen sekali" seru Mama Maria sambil menciumi seluruh wajah Fahmi.
"Fahmi juga kangen sama Oma, kenapa Oma lama sekali sembuh, padahal setiap hari aku selalu berdoa supaya Oma cepat sembuh" cicit Fahmi.
"Cucu Oma memang pintar, yang penting sekarang, Oma sudah disini, oh iya Mama mana? Oma ingin bicara dengan Mama" tanya Mama Maria.
"Mama sedang ke warung Oma, sekarang kita masuk dulu, ayo Oma" ajak Fahmi sambil menggandeng tangan Mama Maria.
"Oma aja nih yang boleh masuk, kita kita ini gak boleh masuk ya" goda Papa Burhan.
"Hehehe, semua boleh masuk kok, silahkan" ucap Fahmi.
Mereka semua pun duduk di ruang tengah. Memey yang baru datang membeli gula pun kaget melihat tamunya. Dia langsung berhambur memeluk wanita yang banyak berjasa dalam hidupnya.
"Mama! Mey kangen, syukurlah Mama sudah sehat," ucap Memey sembari melepas pelukannya.
"Berkat doa semua orang, Mama sekarang sudah sehat" kata Oma.
"Ayo Ma, Pa, Tuan, kita makan, untung hari ini saya masak banyak" ajak Memey, karena waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang.
"Wah, Mama rindu sama masakanmu Mey, masakanmu pasti sangat lezat" puji Mama Maria.
"Papa juga, masakan kamu sangat cocok di lidah Papa" imbuh Papa Burhan.
"Ah, Papa dan Mama bisa aja, masakan Memey tidak seenak itu," ucap Memey merendah.
Diam diam, Dani iri dengan kedekatan Memey dan kedua orang tuanya. Rara yang sudah menjadi istrinya lebih dari 15 tahun saja tidak seakrab ini.
Mereka makan dengan berceloteh ria, kebanyakan adalah cerita Fahmi tentang sekolah dan keingintahuan dirinya tentang dunia bisnis. Selebihnya mereka hanya pendengar setia saja.
Dani sangat antusias mendengar cerita putranya, dia berjanji akan menjadi guru yang baik untuk putranya sehingga putranya kelak bisa menjadi pebisnis yang handal.
Selesai makan, Memey menyuruh mereka duduk di ruang tengah. Dia akan menyiapkan hidangan penutup berupa puding kesukaan putranya.
"Mey, kalau Mama lama lama tinggal sama kamu, bisa bisa Mama diabetes, ini puding enak banget Mey" ucap Mama Maria.
"Tidak akan diabet Ma, kan Memey pake gula rendah kalori, jadi aman buat Mama dan Papa" sahut Memey.
Dani pun mengakui bahwa masakan Memey tadi sangat lezat, apalagi puding yang baru disuguhkan, Dani pun menyukainya.
"Mey, duduk sini, Papa ingin bicara" titah Papa Burhan.
"Ada apa Pa?" tanya Memey.
"Mey, selama ini kami sangat menyayangimu seperti anak kami sendiri, sebagai orang tua boleh tidak kami minta sesuatu sama kamu?" tanya Papa Burhan.
"Selagi Mey bisa, Mey akan lakukan Pa, Mey juga sudah menganggap kalian seperti orang tua Mey, kalian sangat berjasa dalam hidup Mey" jawab Memey.
"Mey, tujuan kami kemari ingin melamarmu, kami ingin memberika status yang jelas pada Fahmi, dan kami harap kamu setuju karena ini demi kebaikan Fahmi. Kami sudah bicarakan hal ini sama Rara, dan dia setuju asalkan Dani bisa berlaku adil" jelas Papa Burhan.
Memey yang menunduk sontak mengangkat wajahnya. Jantungnya berdetak kencang, seakan ingin berlari keluar. Dia pun melihat wajah Dani yang tersenyum manis, ada getaran rasa dihatinya melihat senyum manis Dani, begitu juga Papa Burhan, dan Mama Maria mereka kompak mengangguk. Sementara Fahmi putranya menatapnya penuh makna. Mereka seolah berbicara melalui tatapan mata. Setelah menetralkan irama jantungnya, Memey pun mencoba bicara, namun suaranya tersangkut di kerongkongan.
"Bagaimana Mey?" tanya Mama Maria.
"Me-ni-kah?" tanya Memey terbata bata.
"Iya Mey, menikah dengan Dani, semua demi Fahmi, jadi tolong jangan pikirkan baik baik sebelum mengambil keputusan" pinta Mama Maria.