Gayatri adalah gadis berusia 30 tahun. Satu minggu lagi dia harus melangsungkan pernikahannya. Bukan rencana pernikahan biasa, tapi rencana pernikahan yang ke-tiga. Karena dua rencana pernikahan yang sebelumnya, telah gagal dilaksanakan dan menimbulkan kegaduhan.
Seisi kota mencibir dirinya dan keluarga. Melabelinya sebagai gadis sial dan terkutuk.
Lalu siapakah Dewa? Pria bodoh dari mana lagi yang nekad mengajukan lamaran kali ini? Akankah cinta dan tekadnya mampu meluluhkan hati gadis manis itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seruling Emas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Mencari Pekerjaan
Aya dan mami pulang ke apartmen untuk mengambil barang-barang Aya. Sopir keluarga itu bingung melihat nonanya yang baru menikah sudah dibawa pulang lagi oleh mami. Sepanjang jalan mami menutup mulutnya rapat-rapat. Dia amat sangat marah.
Papi yang mendapat kabar dari mami setibanya di rumah, tak bisa menenangkan istrinya yang mengamuk dan sedang murka.
"Suami macam apa yang kau pilihkan untuk putrimu satu-satunya!" Teriakan mami melengking tinggi. Terdengar dari ruangan tengah hingga ke dapur. Aya bahkan juga bisa mendengarnya dari dalam kamar.
Istri Radit menemaninya, khawatir kakak iparnya yang baru menikah itu menjadi stress karena peristiwa ini.
"Mbak Aya ndak apa-apa?" tanyanya lembut.
"Sebaiknya kamu hibur mami. Dia lebih stress dan sedih ketimbang aku," sahut Aya cuek.
"Mbak Aya beneran gapapa nih?" tanya istri Radit tak percaya. Gadis itu mengangguk.
"Bagus, kita belum. mengadakan resepsinya. Atau akan buang-buang waktu dan tenaga saja!"
Aya mengambil waktu untuk tidur. Tadi pagi dia bangun pagi sekali. Bekerja dua jam sebelum pergi menemani mami. Dia tak mau memusingkan urusan Dewa. Toh antara dirinya dan pria itu belum terjadi apa-apa.
Entah berapa lama Gayatri tertidur, ketika suara panggilan telepon membangunkannya. Dengan malas dilihatnya siapayang memanggil.
"Dewa? Untuk apa lagi dia menghubungiku?" Aya melempar ponselnya ke sudut lain tempat tidur, menutupinya dengan bantal dan selimut. Dia bangkit dn keluar kamar.
"Mami di mana?" tanyanya pada art, karena rumah sudah sunyi dari suara mami yang marah.
"Pergi dengan tuan, Non," jawab art itu.
"Hemm ... ada makanan apa? Aku lapar." Aya menuju meja makan dan duduk di sana. Membuka tudung saji dan melihat lauk apa yang dimasak hari itu.
"Non, Mas Dewa menunggu di depan rumah. Mau bertemu non Aya katanya." Lapor petugas security.
"Bilang aja aku sedang sibuk. Tak bisa menerima tamu sekarang," jawab Gayatri sambil terus menyuapkan nasi ke mulutnya.
Security pergi ke ruangan depan dan menyampaikan pesan Aya.
Tak lama Aya mendengar sedikit ribut-ribut dari ruangan depan. Dia bangkit dan berjalan menuju kamarnya lagi. Sampai di dekat ruang tengah, Aya berteriak kencang.
"Mas, bilang sama tamunya, kita tak terima tamu buaya!"
Suara ribut di depan langsung sunyi. Tapi hanya sebentar. Sekeap kemudian, terdengar panggilan Dewa.
"Aya, biar kujelas dulu padamu! Itu tak seperti yang kau kira!"
Panggilan Dewa dibalas dengan bantingan pintu oleh gadis itu. Dia masuk kamar lagi dan membanting tubuhnya di tempat tidur.
"Makanya jangan mudah percaya pada orang baru, Aya," katanya pada diri sendiri.
Aya sedikit menyesal karena mulai menaruh kepercayaan pada pria itu. Dia bahkan mulai berpikir bahwa dia pria yang baik.
"Tak adakah pria yang benar-benar baik dan bisa dipercaya seperti papi?" pikirnya heran.
"Pria seperti itu, sudah langka!" batinnya.
Aya membuka ponsel dan mulai mencari-cari lowongan pekerjaan. Pengalaman kerja selama beberapa hari di kantor Dewa, membuatnya kembali menemukan hasrat untuk bekerja.
"Semangat Aya, jika jodohmu masih membawa masalah, maka fokuslah untuk aktualisasi diri!" katanya menyemangati diri.
*
*
Papi menjenguk Aya di kamar saat pulang malam harinya.
"Kamu ndak apa-apa, Nduk?" tanyanya lembut.
Aya menoleh ke arah pria tua itu. Papi langsung terlihat sangat tua malam ini. "Papi kelihatannya sangat lelah. Pergilah istirahat. Aya ndak apa-apa. Temani mami saja. Sepertinya mami lebih shock ketimbang Aya," jawab gadis itu.
"Papi sudah minta penjelasan Dewa atas apa yang terjadi. Dia bilang---"
"Aya udah gak mau dengar apa-apa lagi tentang dia. BAtalkan saja pernikahan itu!" jawab Aya tegas.
"Tapi Nduk, dengarkan dulu penjelasannya. Ini tak seperti yang kau pikirkan," bujuk papi.
"Emoh!" Aya menelungkup di tempat tidur dan menutupi kepalanya dengan bantal. Papi tahu bahwa Aya sudah tak mau mendengarkan apa pun lagi. Itu sangat khas Aya, kalau sedang marah ataupun ngambek.
"Tenangkan dirimu dulu dan tidurlah yang nyenyak. Besok kita bicarakan lagi." Papi menepuk-nepuk bantal yang ada di atas kepala anak gadisnya itu, lalu keluar kamar.
Hari berikutnya, saat sarapan. Papi masih terus membujuk Aya. Mami juga ikut membujuk, tapi Aya sudah tak mau mendengar.
"Aya mau memasukkan lamaran pekerjaan hari ini," kata Aya tiba-tiba.
"Kan kamu sudah mendapatkan pekerjaan di kantor Dewa. Untuk apa melamar pekerjaan lain lagi?" tanya mami heran.
"Apa Mami mau Aya terus-terusan melihat pria itu membawa wanita lain ke kantornya?" tanya Aya heran.
"Makanya dengarkan penjelasan Papi dulu," bujuk papi lagi.
"Emoh!" Aya berdiri dari duduknya. Dia kembali ke dalam kamar. Rencananya hari ini akan keluar rumah, setelah dikurung berhari-hari sebelum pernikahannya.
Jam berikutnya, Aya sudah rapi dan membawa tasnya. Di ruangan tengah, masih bertemu dengan Papi dan mami.
"Kau mau ke mana?" tanya papi.
"Muter, cari kerja!" jawab gadis itu.
"Kata Dewa, kau bisa tetap masuk kerja," ujar Papi.
"Bilang padanya, pernikahan itu batal! Tolong diurus, Pi." Aya mencium tangan kedua orang tuanya sebelum berangkat.
"Aya, jangan terburu-buru, Nduk," nasehat mami lembut.
"Radit di mana?" tanya Aya mengabaikan mami.
"Mau apa? Mungkin masih di kamarnya. BArusan dia selesai sarapan," jawab mami.
"Mau nebeng mobilnya, kalau dia sudah akan berangkat," sahut Aya.
Radiiiitt ..." panggil mami.
"Iya, Mi." Kepala Radit muncul di balik pintu kamarnya yang menghadap ruang tengah.
"Kamu sudah mau berangkat atau tidak? Mbakmu mau nebeng mobil katanya," ujar mami.
"Tunggu sebentar," jawab Radit. Dengan cepat kepalanya kembali menghilang di balik pintu.
"Mbak mau ke mana?" tanya adiknya di dalam mobil.
Kali ini sikap Radit tak lagi ketus dan kasar seperti sebelumnya. Dia telah mendengar cerita yang disampaikan istrinya. Sedikit prihatin dengan nasib jodoh kakaknya yang pahit dan berliku.
"Cari kerja. Bosan di rumah terus. Melihat-lihat suasana di luar pasti menyenangkan dan membuka wawasan," jawan Aya santai.
"Mbak jangan terlalu sedih tentang Dewa. Seperti kata papi, Dewa punya penjelasannya sendiri. Tapi katanya dia hanya ingin menjelaskannya pada mbak Aya saja. Jadi cobalah bertemu dulu dengannya. Setidaknya, sekali. Agar persoalan kalian bisa dijernihkan!" nasehat Radit.
"Apa kau sudah bergabung menjadi anggota fans club Dewa, seperti mami dan papi?" sindir Aya.
"Pasti ada alasan yang bagus untuk ini semua. Seperti yang kita tahu, bahkan ibu dan ayahnya Dewa juga hadir di hari pernikahan kalian. Tak mungkin jika dia punya seseorang wanita lain di luar!"
"Apakah semua pria akan saling membela seperti ini? Apa kau juga punya wanita lain di luar, yang tidak diketahui oleh keluargamu?" selidik Aya. Matanya menatap Radit dengan pandangan tajam menusuk.
"Mana ada!" bantah Radit cepat. "Bisa disembelih aku sama ayang mbeb!"
Aya tertawa tergelak. "awas kalau macam-macam! Dia sudah menemanimu sejak kau susah hingga sekarang! Aku akan menggantungmu di plafon, kalau kau menyakitinya!" ancam Aya serius.
"Takuutt ...."
Keduanya tertawa. Suasana kembali cair.
Oia othor mau nanyq, jd dewa knp meninggal sih sebenernya? alasannya,
tolong dijawab ya thor
aku bayangin dewa yg baik, tulus, penyayang, sopan.... semua yg diharapakan seorang perempuan pada laki"
seriussss.... smpe nyesek susah nafas.... bayangin dewa akan pergi