Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu harus menyerahkan suami dan anakmu pada madumu demi mempertahankan pernikahanmu dan menyelamatkan nyawa ibumu?
Itulah yang terjadi pada seorang Aini.
Aini tak pernah menyangka, ia harus berbagi suami dengan orang yang pernah ia selamatkan nyawanya beberapa tahun yang lalu.
Lalu, bagaimanakah Aini akan bertahan dalam kerasnya kehidupannya, yang seolah tak ingin dia merasakan kebahagiaan?
Ini hanya sepenggal kisah sederhana dari seorang wanita biasa yang ingin merasakan kebahagiaan menjadi wanita seutuhnya.
Yuk simak kisahnya 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon black_smile, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Sulit
"Bukankah itu yang ingin kamu dengar dariku Mas?"
Kalimat itu, menggema di kepala Adit sejak semalam. Pertengkarannya dengan Aini, cukup membuat Adit mengalami dilema tak berkesudahan.
Sungguh, hati Adit ingin mempercayai ucapan Aini, bahwa anak yang ada dalam rahim Aini adalah anak anak kandungnya. Buah cinta keduanya bersama Aini.
Tapi di sisi lain, Adit juga tak bisa mengabaikan apa yang ia lihat kemarin di rumah sakit. Apalagi, Aini kemarin sempat mengaku jika ia memang berselingkuh karena tak lagi mendapatkan cukup kasih sayang dan perhatian darinya.
"Mana yang benar?" Gumam Adit frustasi.
Hari ini, Adit tak bisa fokus bekerja. Pikirannya terbelah pada masalah keluarga yang sedang ia hadapi. Ia pun akhirnya pulang lebih cepat karena tak bisa berkonsentrasi.
Dan saat Adit sampai di rumah, Ratri mengajaknya mengunjungi kedua mertuanya. Sembari melihat kondisi Hadi yang perlahan membaik. Padahal, ada niat lain dari kunjungannya itu.
"Semalam, Mas Adit dan Aini bertengkar hebat Bu'. Dan bahkan, Aini langsung pulang ke rumah ibunya setelah itu." Cerita Ratri antusias.
"Benarkah?" Tanya Suharti sumringah.
"Iya Bu'."
Setelah pertengkaran Adit dan Aini semalam, Aini segera mengemasi beberapa bajunya dan baju Umar. Ia kembali membawa Umar ke rumah ibunya. Aini tak mampu lagi bertahan dengan kondisi rumah tangganya yang sudah tidak beres sejak beberapa bulan terakhir.
Aini pergi dengan airmata yang mengalir tanpa ditahannya. Ia sungguh tak mengira, akan mendapatkan respon seperti itu dari Adit. Hatinya sungguh sudah terluka sangat dalam karena tuduhan Adit semalam. Jadi, ia memilih pergi bersama Umar dan juga janin yang ada dalam rahimnya.
"Tapi, kenapa mereka bertengkar?"
"Aini ternyata hamil Bu'. Dan Mas Adit mengira, itu adalah anak dari hasil perselingkuhan Aini dan laki-laki yang waktu itu Bu'. Karena kemarin, saat kita ke rumah sakit, Mas Adit sempat melihat Aini dan laki-laki itu masuk ke ruang praktek dokter spesialis kandungan bersama."
"Kenapa kamu tidak cerita pada Ibu sejak kemarin?"
"Belum sempat Bu'. Lagi pula, kalau Ratri langsung cerita, kondisi Bapak pasti akan kurang baik Bu'."
"Benar juga."
Ratri menceritakan semua yang terjadi antara Adit dan Aini semalam.
"Sekarang, kita tinggal sedikit merayu Adit, dan memintanya menceraikan Aini." Usul Suharti tanpa ragu.
"Tapi, Aini sedang hamil Bu'. Dan aku yakin, itu adalah anak Mas Adit." Jawab Ratri sedikit iba.
"Kamu bilang, Aini mengakuinya semalam." Sanggah Suharti.
"Iya Bu'. Tapi sepertinya, Aini mengatakan itu karena emosi."
Suharti terdiam. Ia sebenarnya sedikit memikirkan tentang janin yang ada dalam rahim Aini. Karena jika benar itu adalah anak Adit, itu berarti, janin itu adalah cucunya juga.
Suharti menatap Ratri yang perutnya sudah membuncit. Ia lantas tersenyum hangat pada Ratri.
"Sekarang, kamu fokuslah pada bayimu saja! Aini, biar Ibu yang urus." Ucap Suharti, sambil mengusap lembut, perut buncit Ratri.
Ratri tersenyum lega. Ia yakin, mertuanya itu tak akan mengecewakannya.
Suharti dan Ratri segera menghampiri Adit yang sedang mengobrol dengan Hadi di kamar. Mereka lantas mengobrol bersama. Dan saat malam tiba, Adit pun mengajak Ratri untuk pulang.
Di sisi lain, Aini sedang tidak enak badan karena kelelahan di tempat kerja. Kondisinya yang sedang hamil muda, pekerjaannya yang memang sedang sangat banyak beberapa hari ini, ditambah masalah rumah tangga yang sedang dihadapinya, membuat tubuhnya begitu lemah. Aini bahkan demam cukup tinggi malam ini. Dan Ratmini-lah yang dengan telaten merawatnya.
...****************...
Pagi yang mendung. Awan hitam tak begitu tebal menaungi langit kota. Tapi berhasil membuat suasana pagi menjadi sedikit muram.
Seperti hati Aini. Ia belum sembuh total, tapi ia memaksa untuk berangkat bekerja hari ini. Karena memang, sudah dua hari ia tidak masuk bekerja karena kondisi tubuhnya yang sedang tidak sehat.
"Kamu nggak pulang dulu Ni?" Tanya Ratmini saat Aini hendak berangkat.
Aini hanya diam, sambil sibuk mengenakan jaketnya. Ia tahu, maksud pembicaraan ibunya.
Ratmini tahu, putrinya sedang diuji begitu hebat oleh Tuhan. Ia juga tahu, Aini sedang berusaha bertahan sekuat yang ia mampu demi mempertahankan semuanya.
"Aini berangkat dulu Bu'." Pamit Aini cepat.
"Hati-hati!"
Aini mengangguk. Ia pun berpamitan pada Umar yang sedang menikmati sarapan paginya sambil menonton tv.
Siang harinya, Suharti datang menemui Aini di tempat kerja. Dan itu cukup menyita perhatian para karyawannya.
Kenapa? Karena teman-teman Aini, tak ada yang tahu, jika ia adalah menantu dari Hadi Subrata. Seorang pebisnis kuliner yang cukup terkenal namanya. Aini memang menutup rapat tentang kehidupan pribadinya. Jadi, teman-temannya tidak ada yang tahu, jika ia adalah istri dari Aditya Eka Subrata.
"Ceraikan Adit dan berikan Umar padanya! Aku akan memberikanmu tunjangan besar setiap bulan. Aku juga akan membiayai semua biaya pengobatan ibumu di rumah sakit." Ucap Suharti tanpa ragu.
Aini terdiam. Tubuhnya seakan mendapatkan sambaran petir di siang yang cukup cerah ini. Urat saraf di tenggorokannya serasa mati seketika, tak bisa untuknya berbicara.
"Tidak!" Sahut Aini singkat.
"Adit sudah tak percaya lagi padamu bukan?"
"Itu masalah rumah tangga kami Bu'."
"Aku tak akan bertanya lagi padamu setelah ini. Jadi, pikirkan baik-baik jawabanmu. Kamu ingin ibumu sehat atau mati dengan cepat?"
Aini membulatkan kedua bola matanya.
"Jika kamu ingin ibumu sehat, ceraikan Adit dan berikan hak asuh Umar padanya. Aku pasti akan menanggung biaya rumah sakit ibumu. Tapi jika tidak, aku yakin, ibumu tidak akan bertahan lama tanpa perawatan yang ia jalani selama ini." Imbuh Suharti tanpa ragu.
Aini terdiam. Itu benar-benar pilihan sulit baginya.
Umar, adalah semangat Aini selama ini. Bagaimana bisa, ia harus berpisah dengannya? Tapi, ia juga tak bisa mengabaikan kesehatan ibunya. Yang semakin hari, semakin melemah. Dan biaya rawat jalannya pun membutuhkan uang yang tidak sedikit.
"Saya tidak akan menceraikan Mas Adit atau memberikan Umar pada siapapun. Dia anak kami." Jawab Aini getir.
"Oke, jika itu yang kamu mau." Jawab Suharti sinis.
Suharti pun segera meninggalkan tempat kerja Aini dengan senyuman liciknya. Aini segera menjauh dari keramaian. Ia diam-diam menangis seorang diri karena ucapan Suharti tadi.
Saat Aini mulai tenang, ia kembali ke meja kerjanya. Beberapa temannya pun segera menghampirinya dan menanyakan langsung tentang statusnya sebagai menantu keluarga Subrata.
Aini akhirnya mengakui, bahwa ia adalah istri Aditya Eka Subrata. Dan tak lama, kabar bahwa ia memiliki seorang madu dalam rumah tangganya, segera menyebar di seluruh penjuru rumah makan. Dan itu berhasil mempengaruhi kondisi Aini.
Ujian hidup selalu datang tanpa kita meminta. Tapi yakinlah, semua itu adalah bentuk kasih sayang Yang Maha Kuasa untuk kita. Selalu ada jalan keluar dan akhir yang indah setelah sekian banyak kesulitan yang datang menghampiri.
mirip petinju kisah ' korupsi 271 triliun bisa bebas ☝️ beda dengan kasus Vina Cirebon penjara seumur hidup