.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35
Kebetulan saat itu ayah mertuaku lagi menonton tv, lalu aku datang menghampiri beliau.
"Ayah," panggilku sembari duduk di sampingnya.
"Ada apa, Nak?" jawab ayah pelan.
"Jalan-jalan yuk?" pintaku kepada ayah sambil tanganku memegang pahanya.
Ayah sepertinya mengerti apa yang aku mau.
"Sepertinya lagi ada yang pengin nih," ucap ayah sambil tersenyum. Aku hanya bisa tersipu malu mendengar ayah berkata seperti itu.
"Sudah boleh ya," tanya ayah seraya menatapku dengan mesra.
"Iya, boleh, Yah," jawabku sambil memandang wajah ayah mertuaku.
"Ayo, berangkat," kata ayah girang sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Mau bilang kemana sama ibu, Yah?" tanyaku kepada ayah.
"Kamu dengarkan saja," kata ayah dengan tenang.
Kemudian ayah berjalan ke arah toko.
"Bun, ayah mau ambil bunga di teman ayah ya," kata ayah mertuaku.
"Antar bunda dulu ke pasar, Yah," kata ibu mertuaku.
"Aduh, becak langganan bunda kemana?" tanya ayah mertuaku.
"Pak Totok Sakit katanya, Yah," ujar ibu mertuaku.
"Kata siapa sakit, Bun?" tanya ayah penasaran.
"Kemarin bunda ke rumahnya," ujar ibu mertuaku.
"Apa?" kata ayah kaget.
"Kenapa kaget, Yah?" tanya ibu mertuaku.
"Apa jangan-jangan bunda punya hubungan spesial sama Pak Totok?" canda ayah sambil tersenyum.
Pak TOTOK (35) adalah tukang becak langganan ibu mertuaku, statusnya duda anak satu.
"Ayah bicara apa sih!" seru ibu sedikit kesal.
"Ayo, ngaku," ledek ayah.
"Sudah, bunda tidak mau bahas yang tidak penting, ayo antar bunda ke pasar, Yah," seru ibu mertuaku.
"Nanti di pasar bunda mau di tunggu, apa di tinggal?" tanya ayah.
"Iya di tunggu, Yah, kalau di tinggal bunda suruh naik apa?" ujar ibu mertuaku.
"Jangan lama-lama, Bun," kata ayah.
"Sebentar kok, Yah," ujar ibu mertuaku.
"Nak Tuti, tolong jaga toko sebentar ya, kalau tidak nak Tuti tidak tahu harganya suruh bawa dulu, ibu cuma sebentar," kata ibu mertuaku.
"Iya, Bu," jawabku mengangguk.
Kemudian ayah melewati ku yang saat itu aku lagi gendong Icha.
"Tunggu ya," bisik ayah.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Kemudian kedua mertuaku berangkat.
15 menit kemudian, setelah kedua mertuaku pergi, terdengar mobil ayah di depan rumah.
"Sudah pulang, Yah?" tanyaku kepada ayah.
"Iya," jawab ayah singkat.
"Loh, ibu kemana?" tanyaku penasaran.
"Ayah tinggal," ucap ayah sembari menarikku ke dalam kamarku.
"Bukannya di suruh tunggu, Yah," kataku mengikuti ajakan ayah masuk ke dalam kamarku.
"Ayah bilang sama ibumu kalau sudah selesai suruh telepon, ayah bilang sama ibumu mau beli makan," terang ayah.
"Hmmmm, ayah," gumamku.
"Icha tidur dulu ya, Ayah sama mama Tuti mau rapat," kata ayah sembari menaruh Icha di tempat tidurnya.
Tidak butuh waktu lama, ayah menarikku ke kamarnya.
"Kalau ada yang beli-beli bagaimana, Yah?" tanyaku di pelukan ayah.
"Sudah, tidak usah di perdulikan," kata ayah.
Ayah sepertinya sudah tidak tahan menunggu selama hampir 2 bulan, untuk segera melakukannya bersamaku.
Suasana yang romantis di tambah dengan sejuknya hembusan AC sungguh membangkitkan nafsu. Ayah memelukku dengan erat, mengecup keningku lalu bibirku.
Kami saling berciuman dengan hebat dan liar, ciuman kami semakin lama semakin bergelora, dua lidah saling berkait di ikuti dengan desahan nafas yang semakin memburu.
Tangan ayah yang tadinya memeluk punggungku, mulai menjalar ke depan. Aku yang selalu memakai daster saat di rumah, mudah bagi tangan ayah untuk membukanya tanpa harus melihat. Tidak lama kemudian ayah berhasil melepaskan kaitan dalamanku.