My Husband Is A Devil

Malamnya setelah sadar dan terbangun Aretha duduk sembari bersandar di kepala tempat tidur di kamar mereka, di sebelahnya Kelvin sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptop miliknya.

Aretha sedari tadi gelisah, tubuhnya bergerak tak tentu arah ingin berdiri tapi kakinya terasa sakit saat digerakkan.

Kelvin yang merasakan pergerakan Aretha melihat ke arahnya yang membuat Aretha gugup dan takut menganggu Kelvin dan berujung kemarahan dari lelaki ini lagi. "Kenapa?" Tanyanya dengan raut penasaran.

"Aku ingin ketoilet, tapi kakiku masih sangat terasa menyakitkan ketika digerakkan. Bolehkah aku meminta tolong padamu, jika menganggu aku masih bisa menahannya sebentar lagi!"

Kelvin tak bertanya lagi, ia pun tak menjawab pertanyaan Aretha, sembari berdiri dia meletakkan pekerjaannya ke samping dan meraih Aretha kepelukkannya, dengan lembut di angkatnya Aretha menuju kamar mandi yang ada di kamar mereka. "Lakukan," perintahnya ketika meletakkan Aretha di dalam.

"Aku malu." Wajah Aretha memerah melihat Kelvin yang tak beranjak dari sisinya meski telah meletakkannya dengan baik.

"Apa yang kamu malukan? Bukankah aku sudah melihat semuanya? Jika aku pergi dan kau terjatuh lalu terluka lagi, siapa yang akan disalahkan?" Bukannya pergi Kelvin malah makin mendekat, tanpa pilihan Aretha melakukan keperluannya setelah selesai ia pun di bantu oleh Kelvin ke tempat tidur kembali.

Tok tok tok

Ketukan di pintu mengalihkan Kelvin dari pekerjaannya, dengan malas ia berdiri dan membuka pintu kamar.

"Kenapa?"

"Wanita itu sudah ditemukan tuan, dia berada di ruang bawah tanah dan kami sudah menginterogasinya."

"Tunggu aku di sana!" perintahnya dengan penuh penekanan. Kelvin masuk kembali ke dalam kamar dengan wajah datar dia membawa Aretha keluar, melihat jalan yang diambil Kelvin tubuh Aretha kembali bergetar ketakutan, dengan kuat dicengkeramnya baju Kelvin.

Bayangan ia di tinggal dan di beri perawatan yang tak baik membuat Aretha menjatuhkan air matanya.

"Tidak ampuni aku, aku hanya menjalankan perintah saja! Aku tidak berniat mencelakai Nyonya muda! Aku bersumpah! Sungguh" Teriakan seorang wanita adalah suara pertama yang di dengar Aretha, dengan kuat dibenamkannya kepalanya di dada Kelvin.

"Kau tau obat apa yang diberikan oleh orang itu?" tanya orang kepercayaan Kelvin sembari mengapit jari jemari wanita itu dengan kursi.

"Tidak, dia bilang itu tidak akan mencelakai Nyonya muda, dia bilang itu untuk kebaikan Nyonya muda, bukan untuk menyakiti ataupun melukainya!" Pelayan itu menangis menahan rasa sakit di jarinya yang mungkin saja telah patah atau hancur.

"Katakan siapa orangnya?" Kelvin duduk di kursi yang disediakan dengan Aretha yang masih memeluknya dengan erat.

"Ibu anda tuan, aku memiliki bukti tuan, di resep obat yang aku beli ada nama Nyonya di situ," ujarnya dengan putus asa.

Kelvin menampilkan raut wajah terkejut, dia tak menyangka ibu kandungnya yang melakukan ini semua, apalagi maminya itu sangat mencintai dan menyayangi Aretha, nampaknya dia harus bertanya sendiri alasan maminya melakukan ini semua.

Yang lebih tak menyangka dan nampak syok adalah Aretha dia sungguh tak percaya mertuanya melakukan itu semua, tapi Aretha tak berburuk sangka pasti ada alasan kenapa mami melakukan itu semua.

"Kau tau apa kesalahanmu?" pelayan itu mendongak mendengar ucapan Kelvin. Dengan cepat ia menganggukkan kepalanya, bahkan tanpa mempedulikan rasa sakit yang dimilikinya sekarang.

"Karenamu, aku hampir saja melukai istriku, dia tersiksa di ruang bawah tanah ini. Kau tau dia mengalami rasa takut yang berlebihan dan kembali mengingat trauma yang dimilikinya dulu, bagaimana aku harus menghukummu?"

"Aku minta maaf tuan, aku hanya menjalankan perintah nyonya! Aku benar-benar tidak tau apa-apa, aku bisa bersumpah tuan aku benar-benar tidak berniat mencelakai atau melukai nyonya muda."

Pelayan itu merangkak kearah Kelvin sedangkan Aretha menutup kedua telinganya dengan tangan sembari membenamkan kepalanya kian dalam, dia tak sanggup mendengar suara teriakan dan siksaan yang ada di sini, seolah-olah dialah yang di siksa dan disakiti seperti itu.

"Aku ingin ke kamar, kumohon!" pinta Aretha sembari menarik-narik baju Kelvin.

"Kuserahkan dia pada kalian! Terserah kalian yang melakukannya, aku tak ingin ada pengkhianat di rumahku ini." Kelvin meninggalkan tempat itu dengan menggendong Aretha yang sudah bergetar ketakutan, telapak tangannya terasa dingin jika lama-lama di sini dia bisa mati muda.

Sesampai di kamar Aretha kembali dibaringkan di tempat tidur, meski matanya terbuka lebar tapi pandangan matanya kosong dan tak bernyawa.

Lama seperti itu hingga mata itu terpejam dan nafas teratur terdengar. Kelvin mengambil ponselnya dan menghubungi maminya meminta penjelasan.

Setelah 2 panggilan berturut-turut tak di angkat barulah dipanggilan 3 suara wanita terdengar.

"Ada apa Vin? Apa terjadi sesuatu pada Aretha?" nada cemas jelas terdengar dari seberang.

"Kenapa Mami menyuruh pelayan memberi Aretha pil pencegah kehamilan? Mami tau aku sangat ingin anak darinya bukan?"

Tak ada jawaban terdengar cukup lama sebelum helaan nafas pelan. "Kau sudah tau ternyata!"

"Jawab mi, Mami tau kan aku sangat menginginkan anak darinya?"

"Mami tau, itu sebabnya Mami mencegahnya." Angel berucap santai seolah-olah apa yang diucapkannya bukanlah hal yang berhubungan dengan putranya.

"Apa tujuan Mami sebenarnya?"

tanya Kelvin dengan penuh kemarahan.

"Kau lebih tau kan Vin apa tujuan Mamimu ini sebenarnya?" suara lembut itu membuat Kelvin terdiam.

"Mami sangat menyayangi Aretha seperti putri Mami sendiri, Mami tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya, termasuk kamu dan Clarista jangan berpikir Mami tidak tau apa yang kau pikirkan, dan apa yang kau lakukan Mami tau semuanya," ujar maminya menasehati.

"Semuanya Mami lakukan agar kau tak menyesal dengan keputusanmu sekarang Vin, hidup kalian masih panjang. Kau tidak akan tau apa yang terjadi sekarang, esok, ataupun masa depanmu. Jangan terlalu sering menyakitinya, jangan mengenggamnya terlalu erat nak, dia bisa mati tak bernafas digenggamanmu itu." nasihatnya dengan penuh kasih sayang seorang ibu.

"Mam"

"Terserah kau nak, jika tak mau mendengarkan ibumu ini, tapi nanti jika kau menyesal jangan datang padaku untuk mengeluh, semua itu adalah kesalahanmu dan kau yang akan menanggungnya sendiri. Mami sangat lelah sekarang mami akan mematikan sambungannya, pikirkan baik-baik apa yang Mami katakan, mengerti!" sambungan telepon terputus Kelvin hanya bisa dibuat terdiam tanpa pilihan lagi.

Kelvin merenungkan ucapan maminya sebentar tapi tak lama dia hanya menggedikkan bahunya dan menganggapnya hanyalah sebuah peringatan biasa, ia tak ambil pusing masalah ini jika nanti memang terjadi dia akan memikirkan cara lain untuk menyelesaikannya.

"Apa yang kutakutkan, dengan dia seperti ini aku bisa terus membuatnya berada di sisiku, aku tak akan melepasnya sedetikpun tidak akan aku biarkan dia lepas dariku, cukup sekali dan tak ada kali lainnya, siapa yang merebut dan membawanya dariku heh, kita lihat saja apa yang akan kulakukan pada pria itu, rahimnya hanya bisa melahirkan anakku dan tubuhnya hanya akan menjadi milikku, jika hatinya dimiliki orang lain akan kucabut hati itu dan kuganti hati yang baru, apapun akan kulakukan selama dia tetap berada di sisiku."