NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:499
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menikah Saja Dengan Kakak

“Bangun, Hani, ini sudah mau Magrib kamu belum mengerjakan tugas untuk besok kan?” Sembari menepuk-nepuk pipi Hanin.

“Kakak saja yang mengerjakan, Hani masih mengantuk.” Meski dibangunkan Hanin masih tak bergeming dari pangkuan Satya.

“Kau mau jadi gadis bodoh selamanya. Bangun dan kerjakan tugas sekarang!”

“Sebentar lagi, Kak.” Hanin Semakin membenamkan kepalanya pada tubuh Satya. Satya tak punya cara lain selain menggelitiki pinggang Hanin supaya segera bangun. Gadis itu meronta dan tertawa menahan geli, menyingkirkan tangan Satya dari pinggangnya. Akibatnya Hanin nyaris jatuh dan Satya berusaha menyelamatkannya. Namun, justru mereka jatuh bersama di lantai berkarpet.

Satya di atas tubuh Hanin dengan satu tangannya menahan kepala Hanin dari terbentur lantai. Kedua pasang mata saling bertatap untuk sekian detik.

“Kau tidak apa-apa?” Satya memastikan. Hanin mengangguk pelan. Wajah Hanin merona berada sedekat itu dengan wajah Satya. Meskipun selama ini mereka selalu dekat. Namun, dalam momen tertentu situasi seperti itu membuat Hanin salah tingkah. Mungkin karena mereka lawan jenis.

Satya membantu Hanin bangun. Mereka kemudian pergi menuju kamar mereka masing-masing untuk belajar. Satya masih belum melupakan kejadian itu dan Hanin datang ke kamarnya meminta bantuannya mengerjakan tugas, serta membawa segelas jus alpukat kesukaan Satya. Satya paham apa maksud dari Hanin membawa jus itu, yaitu untuk menyuap dirinya.

“Duduklah! Kakak hanya akan menjelaskan apa yang belum kamu pahami, setelah itu belajar mengerjakan sendiri,” kata Satya.

Hanin menurut, duduk di satu kursi bersebelahan dengan Satya. Satya kemudian menjelaskan maksud dari soal untuk tugas itu. Hanin mendengarkan dengan baik dan memperhatikan wajah Satya saat pemuda itu berbicara menjabarkan maksud soal. Hanin buru-buru memalingkan pandangan ketika Satya melihat ke arah dirinya. Sayangnya sepertinya Satya menyadari kelakuan Hanin yang tak fokus tapi pura-pura paham.

“Kerjakan sekarang jika sudah paham! Kakak pergi ke kamar mandi sebentar.”

Hanin kebingungan, bagaimana dirinya mengerjakan tugas itu. Sebenarnya dia kurang memperhatikan ketika Satya menjelaskan. Terlalu sibuk mengagumi ketampanan kakaknya.

Hanin mendengar suara kran dimatikan, itu artinya sebentar lagi Satya kembali. Dia kembali pura-pura mengerjakan dengan serius tugasnya.

Satya keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah Hanin.

“Bisa kakak lihat?”

“Jangan, Kak, sebentar lagi.”

Dan Satya percaya saja dengan memberikan kesempatan pada Hanin mengerjakan tugasnya. Dia duduk kembali di samping gadis itu yang sedikit menjaga jarak dengan dirinya. Satya berpikir mungkin Hanin tidak ingin diganggu.

Setengah jam kemudian Hanin menutup bukunya lalu beranjak.

“Mau ke mana? Berikan tugasmu!” Pinta Satya.

“Besok saja, Kak, Hani masih mengantuk.”

“Tidak, Hani! Berikan tugasmu untuk kakak periksa. Besok sudah tidak ada waktu lagi untuk mengerjakan.”

“Tapi, Kak ...,”

Semakin Hanin menghindar dan keberatan menunjukkan tugasnya, semakin Satya merasakan curiga dengan sikap adiknya. Dia merebut paksa buku tugas di tangan Hanin, lalu memeriksanya. Dan benar kecurigaannya. Dari sepuluh soal itu Hanin hanya mengerjakan separuhnya saja, sementara lima lainnya masih dibiarkan kosong.

“Apa ini?” Tanya Satya menunjuk pada jawaban yang masih kosong.

“Kak tadi ...,”

“Tidak ada alasan, duduk dan kerjakan lagi dengan benar baru boleh pergi!” tegas Satya.

“Hani lapar, Kak, boleh makan dulu. Lagi pula ini sudah waktunya makan malam,“ rengek Hanin sembari mengusap-usap perutnya. Satya geleng-geleng Kepala.

“Sangat susah mengajarkan anak pemalas, selalu saja beralasan saat disuruh belajar maupun mengerjakan tugas. Jika seperti ini siapa yang mau menikah dengan gadis bodoh sepertimu, Hani.” Satya terlihat kesal.

“Lulus juga belum sudah memikirkan nikah. Semua orang pasti punya jodohnya sendiri, kenapa harus khawatir,” gumam Hanin.

“Ya, dan biasanya orang bodoh selalu direndahkan. Kakak tidak mau kau mengalami hal seperti itu. Jadi, belajarlah yang baik dan jangan malas.”

“Kalau begitu Hani menikah saja dengan, Kak Satya, Kakak kan sudah tahu Hani tidak pintar, kakak pasti tetap menyayangi Hani.“

Satya beranjak menghampiri adiknya yang super lugu.

“Jangan mengkhayal, mana bisa kakak menikahi adiknya sendiri.” Satya meraih bahu Hanin lalu menggiringnya untuk duduk dan mengerjakan tugas. Satya menjelaskan ulang dengan telaten apa yang membuat Hanin kesulitan mengerjakan tugasnya.

“Kalau kamu bisa mengerjakan dengan benar, kakak akan berikan sesuatu untuk, Hani. “

“Apa itu, Kak? “

“Kerjakan dulu baru kakak berikan.“ diusapnya Kepala Hanin dan dia berlalu pergi. Hanin memikirkan apa kira-kira yang akan diberikan Satya untuk dirinya. Bukan hari spesial, tapi Satya ingin memberikannya Hadiah.

‘Baiklah, aku pikirkan itu nanti, sebaiknya aku kerjakan tugas ini atau aku tidak akan mendapatkan hadiah dari Kak Satya. ‘

Kali ini Hanin benar-benar serius. Satya mengintip dari balik pintu untuk mengetahui apakah Hanin benar-benar mengerjakannya atau tidak. Setelah merasa yakin Hanin serius belajar, Satya pergi menuju ruang makan.

Sekitar dua puluh menit, Satya kembali dengan membawa satu porsi makanan menuju ruang keluarga di mana Hanin belajar. Melihat Satya membawa makanan, Hanin memanyunkan bibirnya, dia berpikir Satya membawa makanan untuk dirinya sendiri.

Satya duduk di sofa di samping Hanin yang memilih duduk di bawah beralaskan karpet. Melongok pada tugas yang sedang Hanin kerjakan. Satya manggut-manggut tampak cukup puas dengan pekerjaan Hanin kali ini.

“Tadi kau bilang lapar, nih makan!” Satya menyodorkan makanan ke mulut Hanin yang tengah bengong. Hanin dengan antusias membuka mulutnya lebar sampai jari Satya nyaris ke gigit, kemudian menyelesaikan soal yang terakhir.

Hanin memutar tubuhnya menghadap Satya menyerahkan tugasnya untuk diteliti kembali.

“Kakak sudah lihat, dan sepertinya benar. Lain kali kerjakan tugas jangan pakai malas.”

“Iya, Kakak,” balas Hanin sembari menerima suapan Satya selanjutnya. “Ngomong-omong mana hadiah yang Kak Satya janjikan?” Hanin menyodorkan telapak tangannya.

“Hadiah apa?” Satya menampik telapak tangan Hanin. “Kakak tidak pernah menjanjikan hadiah, hanya ingin memberikan sesuatu, nih buktinya.” Menunjukkan sepiring makanan yang sudah habis separuh kepada Hanin.

“Jadi, Kakak bohongi Hani.” Hanin buru-buru beranjak bermaksud menggelitiki Satya. Namun, Satya mencegahnya.

“Stop! Atau makanan ini akan tumpah,” cegah Satya. Hanin berhenti mendekat menarik tangan Satya yang penuh nasi ke dalam mulutnya. Kebiasaan saat makan sendiri membersihkan sisa makanan di jari, tanpa Hanin sadari dia melakukan itu di jemarinya Satya. Membuat Satya terpaku beberapa saat.

Sadar akan kebiasaan yang tidak pada tempatnya Hanin menghentikannya. Satya menarik tangannya salah tingkah.

“Nih kau habiskan sendiri!” akhirnya Satya memberikan piring makanan itu pada Hanin, lalu beranjak pergi.

‘Dasar memalukan, bagaimana aku melakukan hal seperti itu. Kak Satya pasti merasa jijik dengan kelakuanku tadi.” Hanin buru-buru mengejar Satya ke dapur, di mana Satya tengah mencuci tangannya. Hanin berhenti dibalik pintu memperhatikan Satya dari luar, tapi merasa malu untuk menemui Satya.

Satya keluar dan mendapati Hanin berdiri di depan pintu sambil melamun. Sepasang mata mereka berserobok. Namun, tak sepatah kata pun terucap dari mulut Satya, pemuda itu pergi menuju kamarnya.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!