_Simple Komedi horor_
Demian, seorang anak miskin yang mencoba kabur dari bibi dan pamannya malah mendapat kesialan lain. Ya.. ia bertemu dengan seorang pemuda sebayanya yang tidak masuk akal dan gila. Lantas apakah Demian akan baik-baik saja??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasien tak di Undang
Matahari sudah bersinar terik ketika Nehara berdiri di depan pintu kosan Alsid. Tentu saja, ia masak dari pagi dan baru selesai di siang hari. Itu lumayan melelahkan baginya, tapi ia menyukainya.
Di tangannya tergenggam kotak makan berwarna pastel, isinya masakan baru yang ia pelajari dari diet DEBM—yang katanya sehat, tapi rumit. Ia terlihat penuh semangat, meski keringat mulai merembes di pelipisnya.
Tok! Tok! Tok!
Pintu diketuk dengan irama khas. Tak lama kemudian, suara langkah mendekat dari dalam rumah, dan pintu terbuka perlahan. Bukan Alsid yang membukanya, melainkan Demian.
"Eh, elu? Mana Alsid? Biasanya buka pintu barengan. Apa elu udah resmi jadi asisten pribadinya sekarang?" tanya Nehara sambil menengok ke dalam.
"Aku jadi asisten dukunnya, bukan jadi pembantunya!" balas Demian.
Nehara memperhatikan dengan seksama. Demian tampak lelah dan sedikit bingung. Ia membuka pintu lebih lebar lalu memberi jalan. "Dia... di kamar. Dari tadi pagi ngurung diri."
"Kenapa? Sakit? Marah? Kesurupan? Apa lagi maen bonekanya?"
Demian menghela napas dan menutup pintu. "Gimana ya... ceritanya panjang. Tapi intinya tuh tadi pagi aku ketemu sama seorang perempuan. Kayaknya kenalannya Alsid. Dia ngajak aku ngobrol dan... ya, nggak lama setelah aku pulang, Alsid tiba-tiba ngamuk."
"Ngamuk?"
"Iya. Dia nyuruh aku jauhin perempuan itu. Katanya licik, nggak bisa dipercaya. Sejak itu dia masuk kamar dan nggak keluar-keluar."
Nehara mengangkat alis. "Cewek yang mana sih?"
"Yang datang bareng papanya Alsid ke kosan kemarin." jawab Demian.
"Oh! Yang cewek cantik itu ya?"
Demian tersedak udara. "Hah? Ya... cantik sih, tapi bukan itu intinya."
Nehara berdecak. "Hati-hati elu, Dem! Jangan-jangan elu mulai naksir juga sama cewek misterius itu, terus karena Alsid juga suka, jadi dia marah-marah dan ngamuk. Masuk akal gak?"
Demian mengangkat tangan tanda menyerah. "Nggak! Aku cuma ngobrol doang. Lagian, dia yang ngajak ngobrol duluan. Terus dari muka Alsid, dia bukan marah karena suka, lebih ke gak suka dan benci perempuan itu. Makanya nyuruh aku jauhin."
Nehara menaruh kotak bekalnya di meja dan menatap pintu kamar Alsid. "Gue punya kunci serep, apa gue buka aja ya? Kita tanya yang sebenarnya ke Alsid. Setuju kan?"
Demian buru-buru berdiri dan menahan tangannya. "Jangan. Dia butuh waktu sendiri gak sih. Kita harus hargai dia dulu. Kalau kita langsung masuk kayak kemarin di situasi kayak gini, bisa-bisa kepala kita kena sleding."
Nehara memandangnya sebentar, lalu menghela napas. "Oke. Tapi... karena dia nggak bisa diganggu, jadi.. makanan gue yang enak ini jatah elu semua. Elu yang harus ngabisin semua masakan ini. Beruntung banget gak lu hari ini? Pasti udah laper juga, kan? Kasian anak jalanan."
Demian menegang. "Hah? Serius? A... apa gak berlebihan ya Hara? Aku jadi gak enak ke kamu kalau harus makan semuanya? I.. ini kan terlalu banyak, hehe,"
"Nggak banyak tuh, cukup lah porsinya buat orang laper." Nehara membuka satu per satu kotak bekalnya. Isinya... penuh warna mencolok dan bentuk-bentuk aneh yang tak bisa dikenali. Ada yang mirip daging, tapi ungu. Ada juga yang seperti telur rebus namun mengkilap seperti lilin.
Demian menelan ludah, bukan karena tergiur, tapi karena ketakutan. "Ini... makanan?" tanya Demian lirih.
"Iya!" Nehara menyahut cepat dan semangat. "Keto daging kelapa sambal bon cabe lima lapis. Terus ini... telur gelatin rendah gula. Ini yang paling top, brokoli panggang saus durian."
Demian menatap isi kotak itu dengan ngeri. Tapi ia mencoba bersikap sopan. Ia takut tersinggung kalau menolak masakan Nehara, terlebih lagi sepertinya dia sudah bersemangat sekali dan terlihat lelah sehabis memasak.
Demian mengambil sendok dan mulai menyendok sesuatu yang tampak seperti bubur hijau metalik.
Demian memejamkan mata sembari berdoa. Selain doa makan, ia juga memohon masuk surga kalau ia mati selepas ini.
Ketika sendok hampir menyentuh bibirnya...
Tok! Tok! Tok!
Dengan cepat Demian menjauhkan sendok yang hampir ia masukan ke mulut. Wajah Demian bahagia tapi Nehara kecewa, ia sudah menantikan raut senang Demian ketika menyantap makanannya.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar lagi ketukan di pintu. Kali ini lebih ramai. Seperti ada banyak kaki dan tangan mengetuk sekaligus.
Demian yang awalnya senang kini mulai parnoan. "Kok rame banget ya? Gak biasanya." gumamnya sambil melirik-lirik ke luar.
"Halah, palingan juga tamu biasa. Mungkin pak RT yang mau ngedata dukun baru di kampung ini."
Demian masih mengerutkan dahinya. "Tapi ini terlalu ramai gak sih?? Jangan-jangan... warga?! Mereka pikir kita mesum berdua di sini!" seru Demian sambil menjauhkan diri dari Nehara.
Nehara menyipitkan matanya. "Nggak mungkin! Gue kan sering main kesini, lagian gue juga yang punya. Gak mungkin kan mau di grebek warga."
Demian langsung menepuk lengan Nehara pelan. "Didunia ini gak ada yang gak mungkin. Aku lupa lagi bukain pintu pas kamu masuk. Kan siapa tau mereka mikirnya aneh-aneh. Kenapa juga pintunya di tutup, padahal tamunya cewek. Iya kan?"
Nehara, yang semula tenang, langsung ikut panik. "Lah! Iya juga ya!! Kalau itu emang warga terus gue dikira mesum ama kalian, gimana reputasi emak gue yang jadi tukang gosip? Dia pasti belum siap buat di gosipin sama orang lain.!! Jadi gimana dong ini?? Gue jadi ikutan deg-degan!"
"Jangan buka pintu dulu!" kata Demian cepat. "Kita pastikan dulu siapa mereka. Kalau emang warga yang mau grebek, kita kabur lewat jalan lain!"
Namun ketukan itu makin keras. Suara-suara mulai terdengar, sayup-sayup namun karena terlalu ramai mereka jadi tak bisa mendengar konteks dari kedatangan mereka kesini.
Demian dan Nehara saling pandang. Ketakutan mereka berubah jadi bingung.
Tiba-tiba, pintu kamar Alsid terbuka dengan keras.
BRUK!
Alsid keluar dengan muka kusut dan mata merah. Ia jelas terganggu oleh suara-suara di luar.
"Apa sih rame-rame?!" bentaknya.
"Kayaknya warga mereka mau-"
"Ya tinggal buka lah!! Gitu aja susah!!" sahut Alsid sambil berjalan cepat ke arah pintu.
"Oi, Sid... nanti dulu, pastiin dulu mereka mau ngapain!!" sergah Demian, hendak menghalau Aslid.
Alsid tak perduli dan memilih membuka pintu dengan kasar. Ketika pintu terbuka, Alsid mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman kosannya.
Di luar, puluhan orang berbaris dengan tertib. Beberapa membawa anak, sebagian besar membawa kantong plastik, kardus berisi telur, rokok, dan bahkan ada yang bawa ayam hidup.
"Eh... ini... pada ngapain?" tanya Alsid, bingung.
Seorang ibu maju ke depan. "Kami... mau berobat, Pak. Katanya Bapak dukun hebat! Bisa ngobatin segala penyakit!."
Alsid dan Demian ternganga.
Nehara awalnya terkejut, tapi setelah melihat pasien yang datang sebagian besar di dominasi oleh ibu-ibu, Nehara pun tertawa puas. Ia bersedekap dan mengangguk puas, lalu berbisik, "Bluetooth emak-emak itu nggak pernah gagal."
Demian dan Alsid menoleh pelan. "Jangan-jangan ini gara-gara kamu ya..."
"Gue kan promotornya." sahutnya sambil tersenyum.
"Si*lan, kalau sebanyak ini... gue harus ngapaian?" gumam Alsid kebingungan.
Bersambung...
kalou gak kena pasien akan ngebalik ke yang ngobatin maka jangan main main dengan peran dukun karena itu akan kembali ke kita kalau kekuatanya lebih kuat dari kita
semangat terus KA rimaaa, penasaran banget kelanjutan nyaa.
bikin penasaran