Ini adalah kisah Guru Spiritual dan Seorang Duyung yang mencoba menerobos perbudakan melalui segala macam kesulitan dan bahaya. akhirnya menjadi sebuah keluarga dan bergandengan tangan untuk melindungi rakyat jelata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fii Cholby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 17
Tuan Muda melirik Sisy di sampingnya dengan sorot tajam karena telah berani menyerang tanpa izin.
"Jesly, Jesly." Lily berlari ke arah Jesly. "Semua sudah berakhir. Jesly, kamu tidak bisa melawan mereka yang jumlahnya lebih banyak dari kita."
Lily menatap Sisy geram. "Anda ular menyebalkan! Beraninya anda menyerang Jesly." Jesly menyimpan pedangnya kembali.
"Master Jesly menyembunyikan duyung tanpa izin, yang mana itu melanggar hukum Kerajaan Vielstead. Dia harus di bunuh!" tegas Sisy.
Tuan Muda Alaric dan Jesly saling pandang dengan sorot dingin. Duyung yang tengah bersembunyi merasa gelisah. Tzeitel mendengar keributan ia berjalan dengan santai menghampiri mereka semua. "Apa yang terjadi?" Tanyanya.
Semua orang menunduk hormat saat mengetahui kedatangan Tzeitel. "Hormat Asisten Tzeitel,"
"Hmmm.. apa yang terjadi?" Tzeitel menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Jesly menyembunyikan duyung. Saya datang untuk menggeledahnya." Tuan Muda menatap Jesly dingin.
"Master Jesly, apa itu benar?"
Jesly melirik Tuan Muda dengan sorot tajam lalu beralih maju selangkah lebih dekat dengan Tzeitel. "Sejujurnya, saya tenang anda datang kemari. Ya, duyung ada di dalam. Sebenarnya saya tidak melepaskan duyung tanpa izin. Tuan Muda begitu agresif barusan. Saya takut duyung berada dalam bahaya, karena itulah saya melakukannya. Asisten Tzeitel tolong bantu saya memberitahukan pada Yang Mulia bahwa saya sudah berhasil membuat duyung bicara."
Lily dan yang lainnya terkejut mendengar perkataan Jesly. Tzeitel tersenyum tipis. "Benarkah?"
"Akan tetapi, emosinya belum stabil. Mengapa anda tidak mengizinkannya untuk tinggal di rumah saya? Saya khawatir mereka melawan kami, dan itu akan menjadi pertandingan lain yang membutuhkan banyak waktu dan usaha."
Tzeitel melirik Tuan Muda sekilas. "Mengenai perintah Peri, ini harus diputuskan oleh Yang Mulia dan para tetua. Tuan Muda dan Master Jesly, tolong pergi ke Aula Terestrial dengan saya."
Jesly mengangguk pelan. Tzeitel lalu pergi untuk memberitahukan pada Yang Mulia. Jesly tersenyum smirk pada Tuan Muda.
Tuan Muda Alaric tetap memasang wajah angkuh dengan perasaan geram ia pergi bersama yang lain.
"Jesly,"
"Lily," Jesly dan Lily bicara secara bersamaan. "Awasi duyung dengan hati-hati! Jangan biarkan siapapun masuk dan jangan biarkan dia keluar!"
Lily mengangguk mengerti. Sebelum pergi Jesly memagari rumahnya dengan pelindung miliknya yang tak terlihat.
"Hati-hati." Lily masuk ke rumah menjaga duyung. Jesly mengikuti yang lain untuk pergi ke Aula Terestrial.
Semua orang sudah berkumpul di Aula Terestrial. "Master Jesly, karena duyung itu dijinakkan oleh anda dan bisa bicara sekarang, maka kenapa anda tidak membawanya pada kami?" Tanya Yang Mulia Heinrich.
"Duyung itu takut dengan Tuan Muda Alaric. Jika saya membawanya kesini dengan gegabah, dia akan takut dan tidak bisa bicara lagi, maka usaha kita akan sia-sia. Saya sudah memerintah Lily untuk mengawasinya. Dia tidak bisa kabur."
"Jadi, Tuan Muda tidak bersikap dengan pantas kali ini." Ucap Master Lian secara berbisik.
"Saya bertindak secara gegabah hari ini. Saya harus dihukum." Tuan Muda sedikit membungkuk.
"Jesly, apa Anda melakukannya untuk meminta hadiah dari saya?" Tanya Yang Mulia Heinrich.
"Saya akan meminta sebuah hadiah karena saya sudah menghabiskan begitu banyak tenaga dalam melatih duyung. Tapi, itu bukan penting."
"Katakan, hal apa yang paling penting?"
"Saya punya cara mendisiplinkan spiritual sendiri, saya sudah melatih duyung membuatnya bisa bicara, yang membuktikan bahwa metode saya berhasil. Tolong Yang Mulia berjanji, jangan biarkan yang lain menyiksa duyung lagi."
"Yang Mulia, baru Jesly yang menyaksikan duyung itu bicara. Tidak ada bukti yang lain. Jika Yang Mulia menghadiahinya dengan cepat tanpa bukti, itu tidak adil."
"Tetua Master Lian benar. Kerajaan Vielstead punya aturan ketat. Saya tidak bisa melanggar aturan karena anda."
"Saya akan membuktikannya dengan cara saya sendiri. Besok, semuanya akan jelas."
"Baik. Besok saya akan ada di sana dengan yang lain untuk membuktikan apakah duyung itu bisa bicara. Jika benar, permintaan anda akan saya kabulkan. Tapi jika tidak, saya tidak akan memberi pengampunan."
"Baik, Yang Mulia." Jesly menunduk hormat.
.
.
.
Tuan Muda memasuki kediamannya dengan marah. Ia marah bukan karena Jesly memenangkan kompetisi ini. Tapi ia marah karena tindakan Sisy yang telah berani meracuni Jesly.
"Tuan jangan cemas. Jesly baru saja mendapat keuntungan untuk sesaat. Jika kita.."
"Siapa yang menyuruh anda meracuni Jesly?" Tuan Muda Alaric memotong perkataan Sisy dengan murka.
"Jesly selalu menghalangi anda sepanjang waktu. Bukankah bagus kita punya kesempatan untuk membunuhnya? Tuan Muda jangan cemas. Saya akan memastikan dia tidak akan berhasil besok. Dan Tuan akan menjadi Master tertinggi selanjutnya."
"Apa lagi yang anda lakukan?"
Sisy tidak berani menatap Tuan Muda, ia menunduk. Perlahan menyembunyikan tangan kirinya. Namun gerakannya dapat dibaca oleh Tuan Muda.
Tuan Muda Alaric mengangkat tangan kiri Sisy. Terdapat goresan di jari telunjuknya. "Anda adalah ular mangshan. Darah anda terdapat racun mematikan. Anda memurnikan racun dengan darah anda. Dimana anda menggunakannya?"
"Pada senjata rahasia. Hanya dengan luka kecil, seseorang tidak akan selamat."
Tuan Muda Alaric membelalak terkejut. Tangannya mencekik leher Sisy hingga tubuhnya mengambang di udara. Sisy menahan rasa sesak di dada. Rongga hidungnya tak dapat bernafas dengan normal.
"Anda tidak berhak untuk menentukan hidupnya." Netranya menyorot tajam bak ingin membunuh.
"Saya melakukannya demi Tuan Muda. Saya tidak akan menyesal." ucap Sisy dengan susah payah.
Tuan Muda Alaric melepaskan tangannya dari leher Sisy. Sisy meraup udara dengan rakus. "Hahh... Hahh... Hahh..."
"Penawar." Tuan Muda menengadahkan tangannya.
Sisy menatap Tuan Muda dengan raut tak percaya. "Penawar!" bentak Tuan Muda.
.
.
.
Jesly sedang berjalan menuju kediamannya. Tubuhnya semakin melemah. "Jesly," panggil Lily dan menghampiri Jesly.
"Bagaimana? Apakah kamu memenangkan babak pertama?"
"Heinrich tidak mempercayaiku. Dia akan datang ke sini untuk membuktikan apakah duyung bisa bicara." ucap Jesly dengan lemah.
"Dia akan menginap semalaman di sini." gumam Lily.
"Jes... Jesly." Lily merasa keadaan Jesly melemah.
"Lily, biarkan aku tidur. Kita bicara nanti." Baru satu langkah tubuhnya hendak terjatuh. Untung Lily menangkapnya.
"Jesly, apa kamu baik-baik saja?"
"Aku di racuni."
Lily melihat leher Jesly yang terdapat goresan kecil. Racun sudah mulai menjalar di tubuh Jesly. "Sisy bajing*n!"
"Sudah, biarkan aku istirahat."
"Ayoo, aku bantu kamu." Lily memapah Jesly membawanya masuk.
Belum sempat berbaring di kasur, Jesly sudah tak sadarkan diri di lantai. "Jesly," pekik Lily.
Lily menangis tersedu-sedu. "Jesly... Jesly..." Lily menggoyang-goyangkan tubuh Jesly namun sang empu tidak ada respon sama sekali.
"Jesly, tolong bangunlah!"
"Hiks... Jesly, kamu sudah berjanji akan baik-baik saja. Jesly... Hiks... Hiks..." Lily menggoyang-goyangkan tubuh Jesly berharap temannya itu sadar.
Duyung mendengar suara Lily yang sedang menangis. Ia mencari sumber suara tersebut. Ia sedikit syok saat melihat Jesly berbaring di lantai tak berdaya.
"Bangun, Jesly... Hiks... Kamu bilang akan keluar dari sini bersama. Jesly, bangun Jesly. Jesly... Hiks..."
"Jesly, ku mohon bertahanlah Jesly."