NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Terpaksa Menikahi Suami Cacat
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Alizar

"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Malam itu langit mendung seolah menyesuaikan suasana hati Melody yang juga mendung. Rasa penasaran dan cemas bercampur menjadi satu ketika dia mendekati ibunya, Salamah, berusaha menyembunyikan kegelisahannya dengan kalimat yang terdengar berusaha meyakinkan. "Sudahlah Bu, mungkin urusan itu memang penting," ucapnya lembut, mencoba menenangkan hati yang sebenarnya diliputi kekhawatiran.

Salamah menatap Melody, lalu mengangguk perlahan, "Sudah sudah, kalau begitu ayo kita segera masuk. Sepertinya hujan lebat akan turun," sahut Arkan, yang tiba-tiba bergabung dalam percakapan, menatap langit yang kian mendung. Mereka semua pun bergegas masuk ke dalam rumah, meninggalkan kegelapan malam yang semakin pekat.

Di tempat lain, suasana hati yang berbeda terasa di salah satu bar yang cukup terkenal di kota itu. Maudy baru saja tiba, matanya segera mencari sosok Arman, kekasihnya yang telah lebih dulu menunggu. Ketika matanya bertemu dengan Arman, ia bisa melihat raut wajah kesal yang jelas terpancar dari ekspresi Arman. Langkah Maudy terhenti sejenak, jantungnya berdegup kencang, berusaha menebak apa yang mungkin telah membuat Arman kesal kali ini.

Arman yang duduk di sudut bar dengan secangkir kopi yang kini telah dingin, matanya tidak lepas memperhatikan setiap gerak Maudy yang mendekat. "Kamu terlambat, Maudy," ucap Arman dengan nada yang mencoba ditahan agar tidak terdengar terlalu keras. Maudy menghela napas, duduk di hadapan Arman, matanya mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan mengapa ia terlambat, berharap bisa meredakan kekesalan yang jelas-jelas terlihat dari tatapan tajam Arman.

Gelap pekat dan sorotan lampu neon membungkus atmosfer bar malam itu. Petir bergemuruh di luar sana, beradu dengan dentuman musik yang menggelegar dari pengeras suara. Arman, dengan tatapan tajam yang menyala, memandang Maudy yang baru saja tiba.

"Kenapa kau terlambat?" suaranya terdengar tegas mengulang kembali kalimat nya, suara tegas nan nyaris menelan musik yang menggema.

"Eum, tadi di acara ada sedikit masalah, Arman," jawab Maudy, suaranya nyaris tenggelam oleh suara petir dan musik.

"Sudahlah, cepat naik ke lantai atas, tamu itu sudah menunggu mu. Ingat, Maudy. Bekerja lah dengan baik dan puaskan pelanggan mu. Karena dia sudah membayar dengan uang yang sangat besar. Jika kau berhasil, pasti kau akan mendapatkan uang tips juga," Arman menginstruksikan dengan nada yang tak bisa ditawar.

Maudy mengangguk pelan, menelan kegelisahannya. Ia menyesuaikan tasnya di bahu, berjalan melewati keramaian yang menari dan tertawa, menuju ke tangga yang akan membawanya ke lantai atas. Setiap langkahnya diiringi detak jantung yang berdebar kencang, berusaha menenangkan diri untuk menghadapi apa yang menantinya di atas sana.

"Ayo maudy, jangan pikirkan hal apapun. Ingat, uang yang kau hasilkan ini untuk biaya pernikahan mu dengan Arman. " Gumam Maudy disetiap langkah nya

***

Malam itu, di atas kasur empuk, dengan lampu yang remang-remang, Arkan duduk termenung di sana, gelisah menatap jendela yang tertutup rapat. Melody, yang duduk di sebelahnya, memperhatikan raut wajah suaminya yang terlihat sangat dilanda kebimbangan. Dengan lembut, Melody menggenggam tangan Arkan, mencoba memberikan sedikit kekuatan.

"Arkan, apa yang kamu lakukan adalah untuk kebaikan banyak orang," ujar Melody dengan nada yang menenangkan. Arkan menoleh, matanya bertemu dengan mata Melody yang penuh pengertian.

"Tapi Mel, melihat mama terus menangis, hatiku terasa hancur. Ibu tidak pernah percaya Arhan bisa melakukan semua itu," keluh Arkan, suaranya bergetar sedikit.

Melody menghela napas, kemudian berkata, "Kita tidak bisa selalu melindungi orang yang kita cintai dari kebenaran yang menyakitkan. Kadang, keadilan harus diutamakan demi kebaikan yang lebih besar. Kak Arhan harus bertanggung jawab atas perbuatannya."

Arkan menundukkan kepala, merenungi kata-kata Melody. "Aku tahu kamu benar, Mel. Aku hanya... hanya tidak tega melihat Ibu seperti itu."

Melody meraih wajah Arkan dengan kedua tangannya, memandang dalam ke mata suaminya, "Kamu adalah orang yang kuat, Arkan. Dan keputusanmu itu, meski berat, adalah tindakan yang tepat. Mama akan mengerti suatu hari nanti."

Arkan mengangguk pelan, terima kasih terucap dalam tatapannya. Meski dilanda keraguan, dukungan Melody memberinya kekuatan untuk tetap berdiri pada kebenaran yang telah ia pilih. Malam itu, mereka berdua saling berpelukan, mencari kekuatan dalam kebersamaan mereka, siap menghadapi apa pun yang mungkin datang.

Dengan lembut, Arkan menggenggam tangan Melody, matanya mencerminkan rasa terima kasih yang tak terucap. Meski hatinya diliputi keraguan, senyuman Melody menyirami keberanian dalam dirinya. "Terima kasih, karena selalu ada, Mel," bisik Arkan, suaranya serak oleh emosi. Melody mengangguk, membalas genggaman tangan Arkan, matanya berbinar-binar menunjukkan dukungan yang tak pernah goyah.

Di bawah cahaya remang-remang, mereka berpelukan, mencari kekuatan dalam kehangatan satu sama lain. Melody meletakkan kepala di dada Arkan, mendengarkan detak jantungnya yang ritmis, seolah-olah itu adalah musik yang menenangkan jiwa yang gusar.

Malam itu, yang semula dipenuhi dengan kekhawatiran, perlahan berubah menjadi suatu adegan romantis. Arkan, dengan hati yang telah dibuat mantap oleh kebersamaan mereka, berbisik lembut di telinga Melody, menyatakan hak dan cintanya sebagai suami. Melody, yang terkejut dengan permintaan tiba-tiba Arkan, tersedak air ludahnya sendiri. Namun, setelah menenangkan diri, dia memandang Arkan dengan tatapan yang mendalam dan penuh cinta, mereka berdua tersenyum, siap menghadapi segala yang akan datang bersama-sama.

"Apa sudah boleh? Kau sudah tidak datang bulan lagi kan? " Tanya Arkan dengan sorot mata yang berbinar

"Dari mana kamu tau, kalau aku sudah selesai? " Tanya Melody dengan alis berkerut

"Tadi pagi. " Jawabnya singkat membuat kerutan didahi Melody semakin dalam

Arkan terkekeh dan menyentil pelan kening istrinya itu. "Tadi pagi aku melihat mu mandi dengan keramas. Aku membaca di internet, disitu ditulis jika wanita yang tengah haid. Ketika ia mandi keramas, berarti tandanya dia sudah bersih. " Jawaban Arkan membuat Melody melongo

"Internet apa itu yang dia baca? Jelas itu semua salah. Mau haid ataupun tidak, namanya keramas ya pasti tetap dilakukan. Tapi, tidak salah juga sih. Ketika selesai kan, tetap harus mandi dengan keramas juga, " Batin Melody termenung

Pletak!

"Aw, kenapa mas pukul? " Ucap Melody

"Mas, Arkan. Kau. Entah mana yang betul panggilan kau ini, " Ucap Arkan

"Ya, namanya juga manusia. Lain kali bakal diinget deh, " Kekeh Melody tertawa kecil

"Jadi bagaimana? Bisa kita lakukan sekarang? " Ucap Arkan dengan alis yang naik turun

Melody dengan canggung mengangguk pelan dengan pipi yang merah merona. Melihat Melody menyetujui nya, Arkan langsung saja beraksi. Arkan memiringkan wajahnya ia menatap wajah Melody dengan dekat. Melody menutup matanya, dapat ia rasakan aroma nafas Arkan yang beraroma mint. Dengan pelan dan hati hati, Arkan mencium bibir ranum Melody. Pelan, melumat, hingga mengecapnya.

Saat petir menyambar dan hujan yang lebat turun, Arkan dan Melody berada di dalam kamar, diterangi oleh cahaya redup lampu samping tempat tidur. Suara hujan yang mengetuk-ngetuk atap rumah seakan menjadi musik latar malam mereka. Melody, dengan rasa canggung dan gugup yang terpancar dari matanya, memandang Arkan dengan tatapan penuh harap.

Arkan, yang merasakan kehangatan dari tangan Melody yang gemetar, mencoba menenangkannya dengan senyuman penuh kasih. "Tenang, Sayang. Aku akan pelan-pelan," bisik Arkan dengan suara yang lembut.

Melody mengangguk, mencoba mengumpulkan keberanian. Dia telah mendengar banyak cerita tentang malam pertama yang bisa sangat menyakitkan bagi seorang wanita. Namun, kehadiran Arkan di sisi nya, dengan ketenangan dan kelembutan yang ia tunjukkan, perlahan mengurangi ketakutan yang mendera di dada.

Arkan dengan hati-hati mendekatkan diri, membiarkan Melody menyesuaikan dengan setiap sentuhan. Keringat mulai membasahi dahi mereka, bukan karena kedinginan yang ditimbulkan oleh hujan di luar, melainkan karena panas yang mulai tercipta antara mereka.

Malam itu, di tengah dentuman petir dan derasnya hujan, Arkan dan Melody saling menjelajahi dalam dekapan yang penuh kelembutan dan cinta. Setiap bisikan dan sentuhan Arkan semakin menguatkan Melody, menjadikan momen itu tidak hanya sebagai simbolik dari sebuah permulaan baru, tetapi juga sebagai bukti kasih yang mendalam yang akan terus mereka bina bersama.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!