NovelToon NovelToon
Menjadi Ibu Sambung

Menjadi Ibu Sambung

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cintamanis / Duda / Ibu Pengganti / Pengasuh / Pernikahan rahasia / Tamat
Popularitas:41.3k
Nilai: 5
Nama Author: CovieVy

Naila hanya ingin kuliah dan menggapai cita-cita sebagai jaksa.
Namun hidup menuntunnya ke rumah seorang duda beranak dua, Dokter Martin, yang dingin dan penuh luka. Di balik tembok rumah mewah itu, Naila bukan hanya harus merawat dua anak kecil yang kehilangan ibu, tapi juga melindungi dirinya dari pandangan sinis keluarga Martin, fitnah, dan masa lalu yang belum selesai.

Ketika cinta hadir diam-diam dan seorang anak memanggilnya “Mama,” Naila harus memilih: menyelamatkan beasiswanya, atau menyelamatkan keluarga kecil yang diam-diam sudah ia cintai.

#cintaromantis #anakrahasia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Terbukanya Tabir

Hari-hari berlalu dengan tenang setelah insiden demi insiden yang sempat mengguncang rumah besar itu. Naila kini telah diterima sebagai bagian keluarga, setidaknya secara tidak resmi. Ia akrab dengan semua asisten rumah tangga, dan sering bercanda di dapur.

Bu Juwita pun makin sering datang, bukan hanya untuk menjenguk cucu, tapi diam-diam menyusun siasat halus. Ia selalu memuji Naila di depan Martin, menyodorkan momen-momen kecil agar putranya melihat sisi keibuan dalam diri gadis itu.

“Kamu lihat sendiri, Martin. Reivan makin banyak tertawa jika bersama Naila,” katanya suatu siang sambil menyuapi Rindu yang duduk manja di pangkuan Naila.

Martin hanya mengangguk, bibirnya menyumbarkan senyum tipis tanpa memberikan ekspresi yang jelas.

Namun ketenangan itu mulai retak seiring dimulainya masa perkuliahan Naila.

Jadwal ospek yang padat dan tugas-tugas yang menumpuk membuatnya nyaris tak punya waktu bermain dengan anak-anak. Ia menitipkan anak-anak pada Bu Juwita atau Mbak Mel, ART paling muda, dan selalu pulang malam, dan pasti dalam keadaan kelelahan. Tak ada lagi dongeng sebelum tidur. Tak ada lagi sarapan buatan tangan Naila.

Dan Rindu begitu merasa kehilangan.

Awalnya ia hanya diam. Lalu mulai susah makan. Setiap kali Mbak Mel menyuapinya, bocah itu akan menggeleng pelan dan bergumam, “Bukan Mama Naila... nggak mau…”

Martin mencoba memahami karena ia merasa kesibukan Naila seperti ini, tidak akan lama. Tapi ketika suatu malam Reivan menangis tak henti dan Rindu mulai panas tinggi, hatinya mulai goyah. Rindu dilarikan ke klinik milik Martin sendiri. Dalam tidurnya yang tak nyenyak, gadis kecil itu terus mengigau.

“Mama… Mama Naila… jangan tinggalin Lindu…”

Martin duduk di samping ranjang putrinya, memegang tangan mungil itu sambil menunduk. Dadanya sesak. Ia merasa gagal, sebagai ayah dan sebagai seseorang yang telah membiarkan gadis itu pergi demi urusan duniawi.

Saat pulang larut malam, Naila datang tergesa ke klinik. Begitu melihat Rindu terbaring lemah, wajahnya yang lelah, menjadi semakin pucat.

“Aku, aku tak menyangka akan menjadi seperti ini, Pak,” bisiknya dengan suara bergetar.

Martin menatapnya dalam-dalam. “Jujur, aku tak sanggup menjalani ini sendirian, Naila.”

Naila tercengang. “Apa maksudnya?”

Martin berdiri, menarik napas dalam. “Menikahlah denganku, Naila.”

Naila menatapnya, seolah waktu berhenti sesaat.

“Jadi ibu yang sesungguhnya buat anak-anakku. Aku tahu beasiswamu melarang pernikahan, tapi jika kamu kehilangan, aku tak akan keberatan membiayai kuliahmu."

"Namun, jika kamu masih ragu, kita bisa merahasiakan status pernikahan ini dari semua orang di kampusmu. Aku berjanji akan menjaga semua yang kamu perjuangkan.”

Naila hanya bisa terdiam. Di luar jendela, matahari pagi menembus kaca, menerangi wajah Rindu yang mulai tenang di ranjangnya. Menyebut ‘Mama’ yang lirih kembali terdengar dari mulut kecil membuat hati Naila seolah runtuh bersamaan.

****************

Keesokan pagi, Naila terbangun dari tidurnya yang tak melepaskan genggamannya dari jemari Rindu, duduk di samping brangkar tempat Rindu terlelap. Hanya terdengar suara monitor detak jantung dan penyejuk udara di sudut ruangan. Naila bangkit dan segera berwudhu melaksanakan kewajibannya setiap bangun.

Naila merasa sedikit bimbang, apakah harus ke kampus atau meminta izin. Namun, dari informasi yang diberikan para senior, sebagai mahasiswa yang mendapat beasiswa, ia harus memiliki sertifikat PKMB (*ospek) ini. Namun, ia memilih untuk segera membersihkan diri ke kamar mandi.

Tak lama, setelah ia mengenakan seragam ke kampus, suara pintu terbuka membuatnya menoleh. Tampak wanita muda, cantik dan rapi, masuk dengan membawa dua kantong makanan.

"Ah," Naila langsung teringat siapa yang baru saja hadir ini.

“Mas ... Mas Martin?” panggilnya dari balik pintu tanpa menyadari siapa yang tengah menatapnya.

Akhirnya, ia terhenti saat matanya menangkap sosok Naila berada di dalam ruangan ini. Ia mendapat kabar dari sang ibu, bahwa Rindu, putri Martin diopname di klinik, yang biasa ia datangi, demi menemui Martin.

“Loh? Kamu?" gumam Vini, nada suaranya langsung berubah.

Tak lama, Martin pun masuk ke ruang rawat putrinya ini, menyambut Vini tanpa antusias. “Ada apa datang pagi-pagi begini?”

“Aku denger, putri kamu dirawat. Makanya, pagi-pagi aku datang untuk bawain makanan buat kamu. Kamu pasti belum sarapan,” katanya sambil menyerahkan kantong itu. “Kamu pasti capek banget, ya. Semalam menjaga putrimu?”

Martin menerima kantong itu, tapi tidak membukanya. “Terima kasih. Kamu boleh kembali, karena aku sibuk." Kantong itu diserahkan kepada Naila.

Hal ini tentu membuat mata Vini terbelalak menatap Naila yang menerima pemberiannya kepada Martin.

“Pak, semalam Rindu sedikit muntah. Apa mungkin karena efek obatnya?" Naila pun tidak begitu memperhatikan bungkusan yang telah berada di tangannya.

“Terima kasih atas informasi darimu, Nai. Aku akan cek lagi dosis obat yang diberikan,” ujar Martin akrab, nyaris tak mengacuhkan kehadiran Vini.

Menyadari dirinya yang tak dianggap, membuat Vini cemberut. Ia menatap Naila penuh curiga, lalu berpura-pura tersenyum manis.

“Aku dengar, kamu bekerja sebagai pengasuh di rumah Mas Martin ya? Atau sekarang udah pindah ke sini juga?”

“Aku… hanya menjaga Rindu,” jawab Naila dengan sebaik mungkin.

Martin menyadari tatapan mereka yang terlihat cukup akrab. "Apa kalian saling mengenal?"

"Wah, kamu belum tahu ya? Apa dia tidak menceritakan pernah tinggal di rumah kami?" sela Vini cepat memasang senyum semanis mungkin.

Martin menatap Naila. "Benar kah? Kenapa aku tidak tahu?"

"Wah, dia tidak menceritakan padamu ya?" Vini menaruh kedua tangan di pinggangnya mencondongkan badan ke arah Naila. "Bener-bener kamu ya? Bahkan, pakaianmu pun adalah punyaku."

Martin mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

"Ah, iya ... Maaf, karena saya tidak terlalu banyak menceritakan kepada Bapak. Soalnya saya tak tahu harus memulai dari mana."

"Apa kamu juga tak menceritakan bahwa sebenarnya kamu kabur dari pernikahan di kampung halamanmu?" sela Vini lagi penuh siasat.

Naila menunduk. Kata-kata Vini terasa seperti tamparan yang menyayat. Ia menatap Martin sekilas, berharap pria itu tidak langsung menelan bulat-bulat tuduhan Vini. Tapi wajah Martin tetap datar, sulit ditebak apa yang ia pikirkan.

“Vini, cukup,” suara Martin terdengar tenang, tapi tak bisa dibantah. “Jangan terus menyudutkan dia tempat seperti ini. Kamu benar-benar tak memiliki empati sedikit pun, seperti biasanya.”

“Tapi aku hanya ingin kamu tahu saja, Mas. Bagaimana jika orang yang kamu bawa masuk ke rumahmu ternyata seorang penipu ulung? Bahkan, sekarang udah nyelonong masuk ke klinik ini seolah-olah—”

“Dia di sini karena Rindu. Dia merawat putriku, sesuatu yang tidak pernah kamu lakukan walau kita saling mengenal selama bertahun-tahun,” potong Martin tajam.

Vini tercekat. Raut yang tadi terlihat keras, kini melunak meskipun jemarinya masih mengepal menahan emosi. Tapi pada bibir bewarna cerah itu, masih tampak sebuah senyuman, meski jelas hanya sebuah kepalsuan.

“Baiklah. Tapi jangan bilang aku tidak pernah mengingatkanmu. Orang seperti dia, selalu memiliki niat tersembunyi.”

Vini berbalik pergi, tumit sepatunya berdetak nyaring di lantai. Tapi sebelum keluar dari ruangan, ia sempat berbalik, menatap Naila dengan senyum sinis di bibir.

“Kita lihat sampai kapan kamu bisa bermain cantik.”

Begitu pintu tertutup, keheningan menggantung di antara Naila dan Martin.

^^^Revisi 16 Mei 2025^^^

1
MomyWa
waaahh, udah tamat aja thor? pdhl pnasaran sm marvel dan azwa
MomyWa
nyeselnya setelah naila terlihat cantik 🤣
MomyWa
cemburu nih yeee
FieAme
semangat selalu thor. gpp gagal..gagal itu awal dari keberhasilan.ssmangat selalu untuk berkarya
Safira Aurora
semangat ya thor. semoga membawa rezeki cerita yang baru.
Eva Karmita
semangat otor semoga di karya yg baru bisa menghasilkan rejeki yang berlimpah aamiin 🤲🤲
Syahril Maiza
semangat terus untuk berkarya yah
Syahril Maiza
semoga karya author berikutnya bisa menghasilkan thor
Cookies
menarik ceritanya
SoVay: terima kasih kakak, sudab bantu rate cerita kami 🙏
total 1 replies
Syahril Maiza
aroma penyelesaian paksa thor
Syahril Maiza
walaaaahh, udah jualan mereka
Syahril Maiza
kok bingung /Facepalm/
Syahril Maiza
akhirnya Naila pulang kampung
Syahril Maiza
tone ceritanya kayaknya dipercepat ya
Syahril Maiza
Alhamdulillah, turut lega
Syahril Maiza
semangat semua tim medis
Syahril Maiza
duh, kasihan sekali 😭
arielskys
aku turut berduka thor, emang regulasi ini kabarnya bikin banyak author gugur. semangat ya. semogayang berikut bisa mendapat rezeki
arielskys
lah? tamat aja thor? waalaaaaaahhhh
arielskys
enak kali kalau suami punya segala
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!