Menjadi Ibu Sambung

Menjadi Ibu Sambung

1. Jalan yang Dipilih

“Percuma, Zil…” suara Naila pelan, nyaris seperti bisikan yang hampir tak terdengar oleh laki-laki muda yang duduk di sampingnya.

“Lulus atau tidak, hasilnya akan tetap sama. Ayah dan Ibu tetap tak akan sanggup membiayai aku untuk kuliah. Di mana pun itu.”

Reyzil menghentikan langkahnya. Laki-laki remaja itu mengerutkan kening, menatap sahabatnya dengan rasa kasihan. Naila, dengan segala mimpi yang ia miliki, hanya mampu bersandar di dinding sekolah, seolah kehilangan arah.

“Jangan menyerah begitu, Nai. Siapa tahu ini memang rezekimu. Kalau Tuhan sudah menakdirkan, pasti ada jalannya.”

Naila mengangguk, tapi tak ada semangat di sana. “Tadi pagi... Ayah bilang, setelah pengumuman kelulusan, aku akan dinikahkan dengan Zidan.”

Ucapan itu seperti bom. Reyzil spontan menegakkan tubuh, matanya melebar tak percaya. “Zidan?” tanyanya nyaris berteriak. “Kenapa kamu dinikahkan? Bahkan, kita ini belum lulus! Dan kenapa harus dia?”

“Karena dia anak Pak Amir,” jawab Naila sambil mengusap matanya yang mulai basah. “Ayah bilang, Zidan pasti bisa menjamin hidupku. Keluarganya kaya, punya tanah luas, dan... Yang pasti karena dia mau, mungkin.”

Reyzil mengepalkan tangan. Dalam hati, ia merasa tak terima. Kenapa semua ini harus terjadi pada sahabatnya, yang dikenal sangat pintar. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, ia meraih tas dari pelukan Naila dan mengobrak-abrik isinya.

“Zil! Apa yang kamu lakukan?” protes Naila panik.

“Diam sebentar!” desis Reyzil, jemarinya terus mencari sesuatu dalam waktu yang cukup lama. Namun, akhirnya berhasil menemukan formulir pendaftaran SNMPN yang sempat diberikan Bu Aisyah, guru BK yang membantu mereka. Ia menyalakan gawainya dan mulai mengetikkan data yang tertera di formulir tersebut.

Tak lama, ia menyerahkan ponsel tersebut kepada Naila seakan menahan napas. “Lihat ini!” soraknya.

Naila membaca isi layar perlahan. Matanya membesar. Di sana, jelas tertulis:

Selamat! Anda diterima di Jurusan Ilmu Hukum melalui Jalur SNMPN.

“A-aku lulus?” bisiknya, menatap Reyzil dengan tatapan campur aduk antara bahagia dan cemas.

Reyzil tersenyum kecil, menahan gejolak emosinya. “Kamu lulus, Nai. Di kampus impianmu. Kamu punya kesempatan buat jadi jaksa, seperti yang selalu kamu ceritakan kepadaku.”

Namun, dalam benak Naila, suara sang ayah kembali terngiang dengan jelas.

“Kita tidak punya uang. Bahkan kalau kamu lulus pun, siapa yang mau membiayai kuliahmu? Lebih baik kamu menikah dengan Zidan. Kamu akan hidup enak. Dia bisa menanggung semua biaya hidupmu dan anak-anakmu.”

Tanpa berkata apa pun, Naila menyerahkan kembali ponsel Reyzil. Ia meraih formulir yang telah remuk dalam genggamannya. Lalu berlari sekuat tenaga, menuju gubuk sederhana yang terletak di pinggir sawah. Ya, gubuk itu rumahnya.

Sore itu, rumah Naila dipenuhi orang. Beberapa tamu duduk rapi di ruang tamu sempit, mengenakan batik dan senyum sekedar basa-basi. Aroma makanan, rendang, dan kue tampak memenuhi meja kecil yang dipaksa menemani kursi kayu yang telah rapuh dimakan usia. Naila berdiri tertegun di ambang pintu.

“Nah, ini dia calon menantu kami sudah pulang,” seru Pak Amir bangga. Di sampingnya berdiri Zidan, pria bertubuh kekar dengan wajah mencibir yang hanya menatap Naila dari ujung kaki hingga ujung kepala, bagai menilai sebuah barang dagangan.

Naila menunduk. Tangannya menggenggam erat kertas hasil SNMPN yang mulai lecek.

“Nai, duduk sini,” panggil ayahnya, penuh semangat.

“Ada apa, Yah?” Naila bergumam. Tapi ia merasa ragu untuk melangkah, apalagi saat ia melihat keempat istri Pak Amir duduk rapi bersama anak-anak mereka yang tersusun bagai anak tangga.

“Jadi ini yang Papa bilang?” Zidan mendengus, lalu bersandar dengan angkuh. “Lihat tuh, baju sekolahnya. Udah lusuh banget. Wajahnya ... Hmmm... ya begitulah.”

“Zidan!” bentak Pak Amir.

“Biarin aja, Pak. Emang begitu lah keadaan yang sebenarnya,” jawab ayah Naila cepat.

“Meski demikian, anak kami ini sangat pandai mengurus urusan rumah dan tentunya cukup berpengalaman mengasuh anak, kelak. Sepertinya, begitu saja sudah cukup.”

“Apakah ini artinya lamaran kami diterima?" tanya Pak Amir memastikan.

"Tentu saja, Pak. Dengan senang hati kami bersedia menjadi besan keluarga Pak Amir."

"Bagus lah, jadi setelah Naila lulus, langsung saja kita gelar akad. Tak perlu menunggu lama-lama,” ujar Pak Amir mantap.

"Kalian tidak perlu memikirkan masalah biaya, semua akan kami bantu," ucapnya dengan senyum yang tertutup oleh kumis tebal.

“Bagaimana, Nai?” tanya sang ayah, seakan semuanya sudah diputuskan.

Malam harinya.

“Ayah, Ibu, tolonglah. Aku belum ingin menikah. Aku masih muda. Aku mau kuliah. Aku akan mengejar mimpi menjadi seorang jaksa seperti cita-citaku semenjak dulu."

Sang ayah menatapnya dingin. “Cukup, Naila. Jangan membantah lagi. Kita ini hanya orang miskin. Bisa menyekolahkanmu sampai lulus SMA saja rasanya sudah bersyukur. Kamu pikir, kuliah itu pakai daun?”

“Tapi, Yah! Aku lulus, Yah! Kemungkinan, aku bisa mendapat beasiswa! Bu Aisyah bilang akan membantuku untuk mendapatkannya!"

“Berhenti bermimpi, Naila!” bentaknya. “Kamu itu perempuan. Tempatmu itu cukup di dapur, di rumah, mendampingi suami! Karena itu memang kodratmu terlahir sebagai wanita!"

Pertengkaran pecah. Tapi tak ada suara yang cukup keras untuk memecahkan keputusan ayah dan ibu yang menjodohkan anak mereka mengharapkan ‘jaminan masa depan’.

Akhirnya, Naila hanya mampu meneteskan air mata. “Baiklah...” suara Naila bergetar.

“Seperti yang Ayah dan Ibu inginkan, aku akan menikah dengan Zidan."

Beberapa hari kemudian, di sekolah.

“Naila, kenapa kamu belum mendaftar ulang juga sampai hari ini?” tanya Bu Aisyah di ruang BK. “Ini kesempatan emas, untukmu Nak. Sekolah kita jarang mengirim siswa ke kampus besar. Kenapa kamu menyerah begitu saja?”

Naila menunduk. “Saya tidak punya pilihan, Bu. Orang tua sudah memberikan rencana lain untuk saya.”

“Ibu sempat kabar angin yang mengatakan kamu akan menikah? Apa itu benar?"

Naila mengangguk, pelan. Akhirnya, air mata pun menetes tanpa mampu lagi ia bendung.

Bu Aisyah menghela napas panjang. “Dengarkan ibu, Nai, kamu masih punya waktu seminggu lagi untuk berpikir. Ibu akan membantu mengurus beasiswa untukmu. Hanya saja, kamu perlu meyakinkan dirimu sendiri dan orang tuamu, bahwa kamu pantas untuk melanjutkan mimpimu.”

Mendengar penguatan yang begitu meyakinkan, harapan kecil tumbuh kembali di hati Naila. Meski harapannya sangat tipis, setidaknya ia akan masih memiliki kesempatan.

Di saat perjalanan pulang sekolah, ia melihat Zidan berkendara tanpa menoleh padanya sedikit pun. Di atas motor, satu tangannya mengusap paha seorang gadis yang memeluknya mesra di bangku belakang. Dua sejoli itu tertawa lepas tanpa beban.

Naila terpaku dengan mata berapi. Dunia seolah berhenti berputar. Dan sekali lagi, hatinya berbisik.

'Sepertinya Tuhan menjukkan jalan yang harus aku pilih.'

^^^Revisi tanggal 15 Mei 2025^^^

Terpopuler

Comments

Syahril Maiza

Syahril Maiza

dah lama ga dapat notif, ternyata pindah ke sini. semangat hor

2025-04-19

0

Safira Aurora

Safira Aurora

othor buka warung baru tanpa kbar

2025-04-19

0

MomyWa

MomyWa

tim ekor, bantu ramaikan kembali

2025-04-19

0

lihat semua
Episodes
1 1. Jalan yang Dipilih
2 2. Pelarian
3 3. Cobaan Pertama
4 4. Berteduh di Bawah Kasih Sayang
5 5. Bukan Tempat untuk Pulang (revisi)
6 6. Ibu Tanpa Status
7 7. Pengasuh Dadakan
8 8. Tugas Pengasuh yang Sebenarnya
9 9. Pengasuh Apa Pembantu?
10 10. Terselip di Antara Rindu
11 11. Pulang ke Rumah Baru
12 12. Di Ranjang Masa Lalu
13 13. Ketukan di Tengah Malam
14 14. Kehangatan yang Mengancam
15 15. Gadis Kampung itu Lagi
16 16. Dua Hadiah
17 17. Terbukanya Tabir
18 18. Dua Pernyataan
19 19. Langkah yang Tak Bisa Kembali
20 20. Restu yang Tertinggal di Ujung Tangis
21 21. Rahasia Martin
22 22. Bukan Cinderela
23 23. Sapaan Cinta
24 24. Bukan Sugar Daddy
25 25. Pertama Bersama
26 26. Menyulam Rasa
27 27. Bayangan yang Mengintai
28 28. Rahasia Rumah Kost
29 29. Kekecewaan Martin
30 30. Pernyataan Cinta
31 31. Pelan-pelan Menyatu
32 32. Tahta di Rumah Sunyi
33 33. Drama Kelas Atas
34 34. Pelaksanaan Rencana
35 35. Kewajiban Istri
36 36. Milikmu Sepenuhnya
37 37. Mendadak Manja
38 38. Terima Kasih
39 39. Serangan Dua Arah
40 40. Dua Dunia Naila
41 41. Marvel Punya Partner
42 42. Langkah Tegas Suami
43 43. Cemburu Tak Tersamar
44 44. Pelukan yang Dirindukan
45 45. Charging Energi
46 46. Malam Kedua yang Berbeda
47 47. Gangguan Rindu part xxx
48 48. Tamu Tak Diundang
49 49. Terbukanya Luka Lama
50 50. Pemilik Cinta Rindu
51 51. Surat dari Rianti
52 52. Terungkapnya Rahasia
53 53. Tak Dirindukan
54 54. Cerita Tentang Restu Orang Tua Naila
55 55. Kepada Pintu yang Diam
56 56. Kembalinya Kehangatan
57 57. Pemenuhan Harapan Istri
58 58. Allah Masih Mendengar
59 59. Pulang Kampung
60 60. Telah Kututup Pintu Itu
61 promo karya baru
Episodes

Updated 61 Episodes

1
1. Jalan yang Dipilih
2
2. Pelarian
3
3. Cobaan Pertama
4
4. Berteduh di Bawah Kasih Sayang
5
5. Bukan Tempat untuk Pulang (revisi)
6
6. Ibu Tanpa Status
7
7. Pengasuh Dadakan
8
8. Tugas Pengasuh yang Sebenarnya
9
9. Pengasuh Apa Pembantu?
10
10. Terselip di Antara Rindu
11
11. Pulang ke Rumah Baru
12
12. Di Ranjang Masa Lalu
13
13. Ketukan di Tengah Malam
14
14. Kehangatan yang Mengancam
15
15. Gadis Kampung itu Lagi
16
16. Dua Hadiah
17
17. Terbukanya Tabir
18
18. Dua Pernyataan
19
19. Langkah yang Tak Bisa Kembali
20
20. Restu yang Tertinggal di Ujung Tangis
21
21. Rahasia Martin
22
22. Bukan Cinderela
23
23. Sapaan Cinta
24
24. Bukan Sugar Daddy
25
25. Pertama Bersama
26
26. Menyulam Rasa
27
27. Bayangan yang Mengintai
28
28. Rahasia Rumah Kost
29
29. Kekecewaan Martin
30
30. Pernyataan Cinta
31
31. Pelan-pelan Menyatu
32
32. Tahta di Rumah Sunyi
33
33. Drama Kelas Atas
34
34. Pelaksanaan Rencana
35
35. Kewajiban Istri
36
36. Milikmu Sepenuhnya
37
37. Mendadak Manja
38
38. Terima Kasih
39
39. Serangan Dua Arah
40
40. Dua Dunia Naila
41
41. Marvel Punya Partner
42
42. Langkah Tegas Suami
43
43. Cemburu Tak Tersamar
44
44. Pelukan yang Dirindukan
45
45. Charging Energi
46
46. Malam Kedua yang Berbeda
47
47. Gangguan Rindu part xxx
48
48. Tamu Tak Diundang
49
49. Terbukanya Luka Lama
50
50. Pemilik Cinta Rindu
51
51. Surat dari Rianti
52
52. Terungkapnya Rahasia
53
53. Tak Dirindukan
54
54. Cerita Tentang Restu Orang Tua Naila
55
55. Kepada Pintu yang Diam
56
56. Kembalinya Kehangatan
57
57. Pemenuhan Harapan Istri
58
58. Allah Masih Mendengar
59
59. Pulang Kampung
60
60. Telah Kututup Pintu Itu
61
promo karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!