Rania Kirana seorang penjual cilok berprinsip dari kontrakan sederhana, terpaksa menerima tawaran pernikahan kontrak dari Abimana Sanjaya seorang CEO S.T.G. Group yang dingin dan sangat logis.
Syarat Rania hanya satu jaminan perawatan ibunya yang sakit.
Abimana, yang ingin menghindari pernikahan yang diatur keluarganya dan ancaman bisnis, menjadikan Rania 'istri kontrak' dengan batasan ketat, terutama Pasal 7 yaitu tidak ada hubungan fisik atau emosional.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!!
FOLLOW ME :
IG : Lala_Syalala13
FB : Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PKCD BAB 3_Flash Drive
Setelah kepergian pria tanpa nama itu, suasana warung kopi kembali normal. Para pelanggan mulai membahas siapa gerangan dia. Bang Jaelani, masih terperangah, menghitung kembalian pria tadi.
"Dua puluh ribu rupiah! Untuk kopi seharga tiga puluh ribu, dia tinggalkan dua puluh ribu! Kaya sekali orang itu, tapi sombongnya minta ampun," gerutu Bang Jaelani.
"Tapi Bang Jaelani dapat rezeki lumayan hari ini," ujar Rania, mencoba melihat sisi positif.
"Iya, tapi saya jadi tidak enak. Kopinya tidak dia habiskan. Rasanya seperti gagal melayani," kata Bang Jaelani, wajahnya terlihat sedih.
Rania mengambil cangkir kopi bekas pria itu. Masih tersisa setengah cangkir. Ia mencium aromanya yang memang sangat pekat.
Ia kemudian mengambil lap dan dengan telaten mulai membersihkan cangkir dan meja itu.
Saat ia menyeka meja kayu, pandangannya menangkap kilauan benda metal kecil yang tersangkut di sela-sela bilah kayu meja.
Itu adalah sebuah USB flash drive berukuran mini, berwarna perak mengkilap, dengan desain yang sangat modern dan elegan.
"Bang Jaelani, lihat ini. Pria tadi pasti menjatuhkannya," kata Rania, menunjukkan flash drive itu.
Bang Jaelani mengambilnya, membolak-baliknya. "Wah, ini barang mahal, Rania. Pasti isinya dokumen penting. Dia bahkan tidak menyadari barang ini jatuh karena terlalu sibuk dengan tabletnya."
Rania merasakan dorongan kuat di dalam dirinya. Pria itu mungkin sombong, dingin, dan menganggap remeh tempat ini, tetapi flash drive itu kemungkinan besar berisi data yang sangat berharga.
Data yang mungkin bernilai jutaan, bahkan miliaran, jika melihat pembicaraannya tentang MOU dan akuisisi.
"Kita harus mengembalikannya, Bang Jaelani," ujar Rania tegas.
"Mengembalikan? Bagaimana caranya, Nak? Kita tidak tahu siapa namanya, dari mana kantornya. Kita hanya tahu dia naik sedan hitam," Bang Jaelani menggeleng.
"Sudahlah, simpan saja dulu. Siapa tahu dia mencarinya ke sini lagi." ucap bang Jaelani.
Rania menggenggam flash drive itu erat di telapak tangannya. Meskipun ia sedang membutuhkan uang mati-matian ibunya harus kontrol dokter minggu depan pikiran untuk menjual atau bahkan membuang benda itu tidak terlintas sedikit pun di benaknya.
"Tidak, Bang. Kalau kita simpan, dan dia benar-benar membutuhkan data ini, perusahaannya bisa rugi besar. Kasihan. Orang sekaya dia pasti bertanggung jawab atas banyak karyawan. Kalau terjadi masalah, dampaknya besar," jelas Rania, nada suaranya lembut tetapi penuh keyakinan.
"Rania akan coba cari tahu. Mobilnya tadi kan melaju ke arah jalan besar, menuju area perkantoran elit di Sudirman. Mungkin dia punya kantor di sana."
Bang Jaelani menatap Rania dengan kekaguman. "Kamu ini, Rania. Benar-benar unik. Orang lain pasti sudah berpikir untuk menjualnya. Tapi kamu malah memikirkan nasib perusahaannya."
"Karena rezeki yang paling nikmat adalah rezeki yang didapat dari ketenangan hati, Bang. Bukan dari barang temuan," jawab Rania sambil tersenyum tulus.
Siang hari tiba, dan dagangan Rania sudah laku lebih dari setengah. Ini adalah waktu istirahatnya sebelum ia harus berkeliling menjajakan sisa cilok dan sate ke kantor-kantor kecil.
Namun, alih-alih beristirahat, Rania memutuskan untuk menjalankan misinya: mengembalikan flash drive perak itu.
Ia meminta izin kepada Bang Jaelani untuk meninggalkan sisa dagangannya sebentar.
Dengan uang hasil jualannya pagi itu, ia menyewa ojek online menuju kawasan Sudirman. Ini adalah pengeluaran yang tidak terencana, tetapi ia rela.
Berdiri di tengah keramaian kawasan Sudirman, Rania merasa seperti sebutir debu.
Gedung-gedung pencakar langit menjulang, kaca-kaca berkilauan memantulkan panas matahari, dan mobil-mobil mewah berseliweran.
Ia yang hanya mengenakan kaus dan celana training terasa sangat mencolok, seolah ia adalah penduduk desa yang tersesat di ibu kota.
Rania mengamati setiap lobi gedung dengan cermat. Ia mencoba mengingat postur pria itu. Tinggi. Tegap. Membawa tas kerja hitam.
Di mana kira-kira pria seperti itu berkantor? Ia mencoba peruntungannya dengan masuk ke lobi sebuah gedung yang terlihat paling megah dan modern, di mana sedan-sedan hitam banyak terparkir.
Rania mendekati meja resepsionis, seorang wanita cantik dengan riasan sempurna dan seragam elegan.
"Maaf, Mbak. Saya mau bertanya," ujar Rania dengan suara agak ragu.
Resepsionis itu mendongak, matanya menatap Rania dari atas ke bawah, pandangan yang sama dinginnya seperti pandangan pria itu di warung kopi.
"Ya? Ada janji?" tanyanya formal, jelas-jelas menandakan Rania tidak seharusnya berada di sana.
Rania menunjukkan flash drive itu. "Begini, Mbak. Tadi pagi, ada seorang Bapak-Bapak, pakai jas hitam, mungkin berkantor di sini. Tadi dia minum kopi di warung dekat terminal, dan menjatuhkan ini. Ini mungkin sangat penting, isinya dokumen-dokumen kerja."
Resepsionis itu hanya melirik flash drive itu sekilas. "Maaf, Mbak. Saya tidak bisa membantu. Ada ratusan Bapak-Bapak berjas hitam di sini. Kami tidak bisa menerima barang temuan tanpa nama pemilik yang jelas. Coba titipkan saja ke keamanan."
Rania merasa putus asa. Ia sudah menduga akan sesulit ini. Ia berjalan menuju pos keamanan, tetapi satpam di sana juga memberikan jawaban yang sama mereka tidak bisa mengambil risiko menyimpan barang elektronik tanpa identitas pemilik, khawatir disalahgunakan.
Rania akhirnya duduk di bangku taman kecil di luar gedung itu. Ia menatap flash drive di tangannya, frustrasi.
Ia sudah menghabiskan waktu dan uang transport, tetapi tidak membuahkan hasil. Ia merasa bodoh karena bersikeras mengejar kejujuran yang tidak dihargai oleh lingkungan itu.
Tiba-tiba, ia teringat sesuatu. Pria itu sempat menyebut sebuah nama Rendra.
'Rendra. Itu pasti nama sekretaris atau asistennya,' pikir Rania.
Jika ia tahu nama perusahaannya, ia bisa menelepon. Tetapi bagaimana mengetahui nama perusahaannya?
Rania memegang flash drive itu lagi. Matanya beralih ke salah satu mobil sedan hitam yang diparkir tidak jauh dari bangku taman itu.
Mobil itu mirip dengan mobil yang ditumpangi pria tadi, mungkin dari perusahaan yang sama. Tiba-tiba, ia melihat sebuah stiker kecil yang menempel di sudut kaca belakang mobil. Stiker itu berupa logo elegan berwarna emas, dengan inisial 'S.T.G.' di bawahnya.
S.T.G.
Mata Rania berbinar. Itu mungkin nama perusahaan atau grup perusahaan. Dengan semangat baru, ia segera membuka mesin pencari di ponsel bututnya. Ia mengetikkan: "Perusahaan S.T.G Sudirman".
Hasil pencarian langsung muncul. S.T.G. Group: Sarana Tirta Global, sebuah perusahaan konglomerasi besar yang bergerak di bidang properti dan investasi, salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.
Rania menelan ludah. Ia tidak hanya berhadapan dengan orang kaya, tetapi dengan raja di dunia bisnis.
Dan ia, seorang penjual cilok, sekarang memegang kunci rahasia salah satu petinggi perusahaan raksasa itu di tangannya.
Ketegaran dan keberanian Rania kembali membara. Ia mengambil napas dalam-dalam. Misi ini belum selesai.
Ia harus mengembalikan flash drive ini kepada pemiliknya, bahkan jika ia harus menghadapi patung es yang dingin itu lagi.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
ayak ayak wae...
di tunggu updatenya