Setelah pernikahan yang penuh kekerasan, Violet meninggalkan segala yang lama dan memulai hidup baru sebagai Irish, seorang desainer berbakat yang membesarkan putrinya, Lumi Seraphina, sendirian. Namun, ketika Ethan, mantan suaminya, kembali mengancam hidup mereka, Irish terpaksa menyembunyikan Lumi darinya. Ia takut jika Ethan mengetahui keberadaan Lumi, pria itu akan merebut anaknya dan menghancurkan hidup mereka yang telah ia bangun. Dalam ketakutan akan kehilangan putrinya, Irish harus menghadapi kenyataan pahit dari masa lalunya yang kembali menghantui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 31
Saat itu, Felli, rekan magang yang bergabung bersama Irish di departemen desain, menghampirinya dengan langkah ringan.
Felli adalah mahasiswa tingkat tiga yang penuh semangat dan antusiasme. Setiap ucapannya terdengar cepat dan tulus. Meski masih dalam masa magang, dia telah menunjukkan dedikasi tinggi, meskipun kompensasinya belum sebanding.
Begitu mendengar bahwa Irish telah menjadi karyawan tetap dan tampil mengenakan kostum Sang Kupu di catwalk, Felli langsung menunjukkan rasa iri yang polos. Ia menghampiri Irish dan berkata penuh kagum, “Wah, Kak Irish! Keren sekali kamu sudah jadi karyawan tetap dan tampil seperti peri! Sementara aku, bahkan belum lulus. Entah kapan giliranku...”
Irish tersenyum hangat, menepuk bahu Felli. “Kamu juga luar biasa. Grup Tsu itu perusahaan fashion ternama di kota ini. Kamu masih kuliah tapi sudah magang di sini, percaya deh, masa depanmu cerah.”
Felli mengangguk sambil mengerucutkan bibir. “Sedikit lebih baik sekarang rasanya,” gumamnya.
Lalu dengan mata yang berbinar karena rasa ingin tahu, ia membisik, “Ngomong-ngomong, Kak Irish… aku dengar kamu punya hubungan ‘istimewa’ dengan Pak Erick kemarin. Cerita dong!”
Meski masih fokus pada pekerjaannya, Irish tidak bisa menahan senyum geli saat mendengar pertanyaan Felli. Ia melirik temannya itu. “Hubungan? Itu cuma kebetulan… dan sedikit paksaan,” ucap Irish santai, menyeringai.
Felli langsung antusias. “Aduh! Penuh liku ya? Ayo cerita!” Ia bergegas ke mejanya, mengambil sekantong camilan, dan kembali duduk di depan Irish dengan tatapan berbinar.
Irish menatap Felli, setengah geli. “Felli, aku tahu kamu juga gila gosip!”
Felli mengunyah keripik tanpa rasa malu. “Yah, kita ini wanita… punya banyak bakat tersembunyi, Kak! Ngemil, bergosip, dan keuntungan-keuntungan lain!”
Irish tertawa kecil kecil.
Felli terkekeh, lalu merengek, “Ayo dong, Kak Irish, cerita detailnya!”
Irish akhirnya menyerah dan menceritakan kejadian kemarin, mulai dari awal hingga akhir. Begitu selesai, ia menyesap air dari gelasnya sambil berkata, “Intinya begitu. Sekarang kamu kerja yang tenang, ya?”
“Ternyata seperti itu, ya!” sahut Felli dan teman-teman di sekitar mereka serempak.
Irish hampir menyemburkan airnya. Ia baru sadar, seluruh isi departemen mendengarkan! Ia menoleh, melihat rekan-rekan menatapnya dengan senyum penuh gosip. Irish hanya bisa menggelengkan kepala.
Sementara itu, Felli masih santai menikmati keripiknya. Irish menegur sambil bercanda, “Kamu masih makan juga? Bukankah kamu lagi diet.”
“Waduh! Kalau Kak Irish tidak mengingatkan, aku pasti lupa!” Felli panik, buru-buru meletakkan keripik dan berseru, “Aku kan niatnya diet hari ini!”
Felli cemberut, lalu tiba-tiba bangkit, mengambil semua camilannya, dan membawanya ke meja Irish. “Kak Irish, tolong bantu aku diet! Simpan semua ini!”
Irish heran. “Ini semua buat aku?”
Dengan mata berat hati, Felli mengangguk. “Iya… tolong jaga mereka baik-baik. Aku dan camilan ini punya banyak kenangan…”
Irish membuka salah satu bungkus dan memakannya. “Tenang, aku akan merawat mereka dengan sepenuh hati.”
Felli langsung menutup mata, pura-pura sedih. “Aduh… rasanya seperti kamu menggigit hatiku…”
Irish tersenyum geli. “Sudah ah, jangan drama. Diet itu pelan-pelan. Tetap makan buah, ya. Tapi simpan juga beberapa camilan. Kerja lembur butuh tenaga.”
Felli hendak mengambil kembali camilannya, tapi akhirnya menggigit bibirnya, menahan diri. “Oke deh. Favoritku buat kamu. Sisanya akan aku bagikan ke teman-teman. Kalau tidak, aku tidak bakal pernah punya pacar!”
Ia pun membagikan camilannya pada rekan-rekan desain.
Irish tersenyum puas. “Oke, sekarang waktunya kerja!”
Felli menghela napas. “Iya, balik ke dunia nyata.” Wajahnya murung, karena meskipun magang di departemen desain, pekerjaan Felli lebih sering mengurus minuman dan dokumen.
Belum sempat mengeluh lebih jauh, seorang staf menghampirinya. “Felli, tolong kirimkan berkas ini ke departemen perencanaan. Mereka butuh hari ini.”
Felli pun menoleh pada Irish dan mengangkat tangannya. “Nah, Kak Irish, lihat kan? Beginilah nasibku!”
Irish menepuk pundaknya. “Sabar ya. Nanti juga akan ada waktumu bersinar.”
“Baiklah!” Felli mengangguk. Tapi baru beberapa langkah, perutnya berbunyi keras. Ia memegangi perutnya dengan malu.
Bersambung......
hmm se makin menegangkan